Selasa, 30 Oktober 2012

Mahasiswi Diduga Dibawa Lari Teman Facebook

SOLO, KOMPAS.com -- Iva Unaizah, mahasiswa semester III Universitas Surakarta menghilang lebih 10 hari. Keluarga menduga, ia dibawa lari teman pria yang dikenalnya melalui jejaring sosial Facebook. Kehilangan Iva, dilaporkan sang ayah, Sumarso (47) ke Polresta Surakarta, Selasa (30/10/2012).
"Iva pamit kembali ke Solo untuk kuliah, 15 Oktober lalu. Ia naik sepeda motor bersama teman sekampusnya yang juga tetangga kami, Anis," kata Sumarso yang tinggal di Dusun Maguwan, Desa Suci, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

Mengutip cerita Anis, Sumarso mengatakan, pada 17 Oktober, sepulang kuliah, Iva minta diantar ke Stasiun Balapan untuk naik kereta api pukul 18.00 WIB menuju Stasiun Pasar Senen, Jakarta. Pagi pukul 05.00, Iva mengirim pesan pendek pada Anis bahwa ia telah tiba di Jakarta dan dijemput temannya dengan mobil.

"Anis bilang, Iva ke Jakarta karena sudah berjanjian dengan teman laki-laki yang dikenalnya lewat Facebook. Anak saya ini tertutup, teman curhatnya ya Anis itu dan seorang temannya lagi," kata Sumarso.

Telepon seluler Iva tidak aktif saat dihubungi. Baru pada tanggal 25 Oktober, Iva mengirim pesan pendek kepada sang ibu, Misni, meminta kiriman pulsa sambil berjanji akan pulang pada 27 Oktober pagi. Namun pada waktu yang dijanjikan, Iva tidak kembali. Nomor teleponnya juga tidak aktif. Ketika kembali dihubungi pada malam harinya, telepon seluler Iva diangkat oleh seorang pria yang mengatakan menemukan telepon itu di jalan.

Saat pergi, Iva membawa dua telepon seluler, laptop, dan STNK sepeda motor. Hingga kini, keberadaan Iva tidak diketahui. "Temannya di Facebook sering menghubungi lewat SMS, mempengaruhi macam-macam. Katanya, ibunya yang sekarang bukan ibu kandungnya, melainkan ibu tiri. Iva dibujuk ke Jakarta untuk mencari ibu kandungnya. Padahal yang di kampung, istri saya, ya ibu kandungnya. Anak saya seperti dicuci otak," ungkap Sumarso.

http://regional.kompas.com/read/2012/10/30/22113520/

Senin, 29 Oktober 2012

Usaha Baki Alan Laris Manis

SUMSEL - Kalau anda ke Palembang (Sumsel), kurang afdol jika tidak menikmati makanan Baki, Baki serupa dengan bakso daging sapi, namun daging Baki adalah daging babi hutan yang diadon dengan tepung terigu ditambah dengan aneka bumbu-bumbu untuk menambah kenikmatan santapan anda.
Untuk itu rombongan Matakin Provinsi Jambi yang di komandoi, wakil Ketua Matakin Provinsi Jambi, Alex Sujanto, Berlianta Eliamsya, wakil bidang sosial, The Lien Teng, Ketua Bidang Keagamaan, Huwanda Desswandhy. Wakil ketua Matakin Kota Jambi, Handoko Thetro, wakil Sekretaris Matakin Kota Jambi dan Tan Ka Sui, ketua yayasan Anke Jambi.

Siapa menyangka, usaha Baki ini sudah ditekuni Alan sejak tahun 1970, tergolong sederhana, bahkan tempat usahanya bukan dipusat kota, di gedung/ ruko yang lazim digunakan orang berdagang melainkan usaha Baki Alan terletak di sebuah lapangan terbuka dengan dinding terbuat dari bilahan bambu, sedangkan bubungan atap dari daun nipah, warung Baki milik Alan jauh dari jalan besar, jika kita tidak diantar oleh kenalan, maka kita tidak bakal bisa ketemu lokasinya.

Saat kita memasuki warung, kita akan disambut dengan senyuman khas dari sipemiliki warung Baki, yaitu Alan, dengan senyuman dan sapaan ramah tamah tersebut, membuat langganan tetap setia mendatangi warung Alan untuk menikmati sajian makanan Baki, dan ada juga makanan khas Palembang, yaitu Tekwan, Pempek dan Lomie.

Ingin tahu apa rasanya Baki, silahkan datang ke warung Baki Alan di Talang Buruk, Palembang (sumsel). (Romy)

Kamis, 25 Oktober 2012

Sun An: Kami Ditelanjangi dan Dijepit Bangku...

MEDAN, KOMPAS.com — Sun An alias Anlan alias Ayong (51), pengusaha kapal penangkapan ikan,  dan keponakannya, Ang Ho (34), pengusaha barang antik, menjadi penghuni Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Tanjung Gusta Medan setelah dituduh melakukan pembunuhan berencana. Korbannya adalah Kho Wie To (34), pemilik gudang penitipan kapal/ PT Putra Berombang Perkasa dan istrinya Lim Chi Chi alias Dora Halim (30). Peristiwa itu terjadi pada 29 Maret 2011 silam.
Saat ini keduanya melakukan upaya hukum kasasi karena tetap bertahan bahwa mereka bukan pelaku pembunuhan tersebut. Tak berhenti sampai di situ, kasus ini sarat dengan dugaan penganiayaan. Sepanjang proses penyidikan, penahanan, hingga berita acara pemeriksaan (BAP), kedua terpidana terindikasi kuat mengalami pelecehan seksual, penyiksaan fisik yang tak manusiawi dan merendahkan harga dirinya.

Bekas luka-luka yang ditunjukkan Sun An dan Ang Ho menjadi saksi bisu penganiayaan itu. Sun An dan Ang Ho yang ditemui Kompas.com di Rutan Tanjung Gusta pada Kamis pekan lalu bercerita soal harapan mendapatkan keadilan hukum dan kerinduannya terhadap keluarga, anak, dan cucu yang harus berpisah darinya.

Berikut petikannya:

Tanya (T): Apakah Anda Mengenal Kho Wie To?
Sun An (S) : Saya kenal, dia orang baik. Saya tidak ada masalah dengannya.

T : Lalu bagaimana bisa Anda dituduh sebagai pembunuhnya?
S : Saya tidak tau, mungkin polisi bertanya kepada ayahnya, lalu mengaitkannya dengan saya. Dulu saya memang pernah punya utang dengan ayahnya. Akan tetapi, itu urusan saya dengan ayahnya, tidak ada urusan dengan anaknya. Kalau gara-gara utang Rp 100 juta itu saya dituduh membunuh, lucu sekali. Saya menghabiskan uang untuk ongkos pesawat dan keperluan lain selama sebulan habis Rp 100  juta. Untuk apa aku membunuh?

T : Anda tidak menerangkan ini di persidangan?
S : Sudah, bahkan kami mencabut BAP.

T : Kenapa mencabut BAP?
S : Karena kami tidak pernah membacanya, kami disiksa, dan dipaksa menandatangani dengan alasan BAP tidak menjadi acuan di persidangan.

T : Anda tidak didampingi penasihat hukum selama proses BAP?
S : Di dampingi, polisi yang memberikan kami pengacara, tetapi tidak ada fungsinya. Hanya diam, bahkan menyuruh kami menandatangani tanpa membacanya.

T : Di persidangan didampingi juga, kan?
S : Ya, penasihat hukum pilihan istri saya, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Dia tidak bisa mengklarifikasi semua tudingan, khususnya media.

T : Anda kenal dekat dengan Acui? (orang yang menelepon Sun An untuk menjemput empat orang yang belakangan dicurigai sebagai eksekutor pembunuhan- red)
S : Kenal sekali, rekan bisnis yang sudah lama saya kenal.

T : Itu yang membuat Anda rela kembali mundur untuk menjemput "titipan" Acui?
S : Ya

T : Anda kenal empat orang titipan Achui itu?
S : Tidak, saya tidak banyak bicara kepada mereka. Lebih banyak tidur selama perjalanan. Saya liat mereka tidak sebaya dengan saya, masih anak-anak, jadi saya tidak terlalu peduli.

T : Menurut Anda, mungkinkah mereka yang melakukan pembunuhan itu?
S : Kalau dilihat dari postur tubuhnya, tak mungkin mereka melakukan pembunuhan, mereka kecil-kecil.

T : Soal empat helm milik para penumpang itu, kenapa bisa berada di mobil Ang Ho?
S : Saya yang menyuruhnya karena di pulau, ojek sudah menyediakan helm. Lagian, kalau mereka yang melakukan pembunuhan, kenapa lebih penting helm daripada senjata atau motornya?

T : Lalu, setelah Anda ditetapkan menjadi pelaku pembunuhan, apakah Anda pernah bertemu dengan Achui?
S : Putus kontak, tidak bisa dihubungi lagi dia. Entah di mana dia sekarang, mungkin sudah mati, atau kabur.

T : Soal penyiksaan oleh penyidik, benar Anda mengalaminya?
S : Benar (sambil berdiri mengangkat bajunya dan menunjukkan punggung yang masih terdapat bekas luka dan terlihat membengkak) Sampai sekarang, saya merasakan sakit. Dia juga (menunjuk Ang Ho) sempat mau disodomi. Kami ditelanjangi, mata ditutup, dijepit bangku, dan dipukuli. Saya sempat minta agar dibunuh saja.

T : Apa yang dikatakan penyidik saat Anda meminta dibunuh saja?
S : Itu baru dua jurus, dari 65 jurus yang ada. Kalian mafia Hongkong, kami mafia polisi.

T : Saya dengar ATM Anda dikuasai seorang penyidik?
S : Ya, ATM Bank Mandiri Nomor Rekening 1160005655387 atas nama saya dipegang Bahruddin. Dia juga meminta PIN saya dengan alasan akan mengambil uang kalau ada keperluan. Uang di ambilnya tanpa sepengetahuan saya dan baru dikembalikan ketika saya dipindahkan menjadi tahanan jaksa.

T : Berapa uang yang diambilnya?
S : Sekitar Rp 50 juta. Ada surat Bahruddin yang mengucapkan terima kasih kepada saya.

T : Apa harapan Anda terhadap kasus ini?
S : Saya mau polisi bersikap fair. Tangkap eksekutor, tidak ada satu saksi pun yang menyatakan saya menyuruh membunuh. Semoga MA mempertimbangkan penyiksaan dan rekayasa ini.

T : Keluarga sering menjenguk?
S : Tidak sering, Ang Ho malah tidak pernah dijenguk istrinya (menunduk). Saya rindu cucu saya...

http://regional.kompas.com/read/2012/10/25/13415043/

Rabu, 24 Oktober 2012

Sun An dan Ang Ho, Disiksa Polisi Diperas Jaksa

JAKARTA, KOMPAS.com — "Suami saya sosok yang baik. Dia enggak mungkin melakukan pembunuhan. Anak saya masih kecil. Kita minta keadilan," kata Sumiyati, istri Ang Ho (34).
"Saya minta suami saya dibebaskan. Suami saya tidak berbuat salah. Sampai sekarang otak pelaku enggak tertangkap," timpal Sia Kim Tui, istri Sun An (51).

Hal itu dikatakan keduanya seusai bertemu dengan Albert Hasibuan, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), di Jakarta, Selasa (23/10/2012), untuk mengadukan kasus yang dialami suami mereka. Keduanya datang didampingi oleh aktivis Kontras Usman Hamid dan pengacara keduanya, Edwin Partogi.

Sun An dan Ang Ho telah divonis seumur hidup oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan dengan sangkaan sebagai auktor intelektualis pembunuhan pengusaha Kho Wie To (34) dan istrinya, Lim Chi Chi alias Dora Halim (30), di Kelurahan Durian, Medan Timur, Medan, pada 29 Maret 2011. Kho Wie To dan Dora Halim ditembak mati di rumahnya oleh kawanan pembunuh.

Putusan itu lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni penjara selama 20 tahun. Putusan keduanya lalu dikuatkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan. Keduanya lalu ditahan di Rutan Klas I Medan.

Disiksa

Edwin mengungkapkan, berdasarkan pengakuan Sun An dan Ang Ho, keduanya disiksa selama pemeriksaan polisi agar mau mengaku sebagai otak pelaku. Siksaan itu antara lain tangan dan kaki diikat, mata ditutup dengan plakban, muka ditutup dengan karung, dan tubuh ditelentangkan di lantai. Setelah itu, wajah terus disiram air.

"Selama menjadi tahanan di Polresta Medan, hampir setiap hari selama kurang lebih dua minggu, Sun An mengalami penyiksaan fisik maupun psikis. Setiap tengah malam Sun An dibawa ke suatu ruangan. Di sana dia menjadi bulan-bulanan kepolisian, mulai dari pemukulan, penendangan, sundutan rokok," terangnya.

Setelah disiksa, lanjut Edwin, keduanya dipaksa menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) yang sudah disusun kepolisian. BAP itu yang menjadi dasar majelis hakim untuk menjatuhkan vonis. Padahal, di persidangan keduanya mencabut BAP lantaran tidak sesuai dengan yang dijelaskan ketika pemeriksaan.

Hingga kini, lanjut Edwin, polisi belum berhasil menangkap eksekutor pembunuhan tersebut. Menurut pembantu korban, eksekutor berjumlah empat orang.

Diperas

Menurut Sia Kim, suaminya sempat dimintai uang oleh jaksa senilai Rp 1 miliar agar kasusnya tidak jalan. Ketika itu, berkas perkara telah tiga kali dikembalikan jaksa peneliti ke kepolisian untuk dilengkapi.

"Suami saya enggak mau kasih. Jaksa terus nyatakan berkas P21 (berkas perkara lengkap)," kata Sia Kim dengan kesal. Selama penanganan di kepolisian, Sun An juga telah mengeluarkan uang hingga Rp 80 juta.

http://nasional.kompas.com/read/2012/10/24/06394996/

Lian Bo Rinpoche dari Tibet Mengelilingi Candi Muarojambi


JAMBI – Situs percandian Muarojambi yang terletak di Desa Muara Jambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, tidak hanya dikenal oleh masyarakat di lingkungan Provinsi Jambi, kini situs yang luasnya dua puluh kali lebih luas dari Candi Borobudur di Jawa Tengah dan dua kali lebih luas dari Kompleks Candi Angkor Wat di Kamboja, maka tak heran apabila kompleks percandian Candi Muarojambi pun disebut sebagai kawasan candi terluas di Asia Tenggara.
Kini peninggalan sejarah bagi umat Buddha di masa Kerajaan Melayu abad VII hingga XIV ini masih menumbuhkan getaran yang dirasakan di Tibet (Cina) hingga kini.

Tersebarnya Candi Muarojambi melalui situs internet dikawasan Tibet, telah menjadikan lawatan para Bhiksu untuk berkunjungi ke Provinsi Jambi, khususnya ke Candi Muarojambi, seperti Lian Bo Rinpoche yang sengaja datang ke Jambi melalui Singapure, kedatangan Lain Bo Rinpoche bersama beberapa warga Singapore dari tanggal 22 hingga 24 Oktober 2012.

Kedatangan rombongan Lian Bo Rinpoche disambut oleh tokoh pendiri “Masyarakat Peduli Candi Muarojambi”, Hidayat, hari pertama mereka mengunjungi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi, hari kedua rombongan mengunjungi candi Muarojambi, di antaranya Bukit Sengalo (Bukit Perak), Candi Gumpung, Candi Tinggi I dan Candi Tinggi II, lalu istirahat makan siang, setelah itu dilanjutkan dengan mengunakan sepeda motor rombongan ke Candi Koto Mahligai yang jaraknya sekitar 4 kilometer, pulang dari Candi Koto Mahligai rombongan Lian Bo Rimpoche mampir ke Candi Gedong I dan II, Candi Kedaton dan Candi Astano.

Pada kesempatan tersebut Lian Bo Rinpoche menyempatkan diri melepaskan ratusan burung ke alam bebas di dua lokasi, yaitu di Bukit Sengalo dan dekat Candi Tinggi I. selain itu disetiap situs yang dianggap suci Lian Bo Rinpoche melakukan meditasi dan membaca kitab sutra. Rabu pagi rombongan Lian Bo Rinpoche kembali mengunjungi Museum Negeri Jambi yang terletak di Jalan Urip Sumoharjo No. 1, Jambi.

Lian Bo Rinpoche juga menyampaikan rasa kagum dan puas dapat melihat langsung serta keliling candi Muarojambi selama sehari di dampingi Hidayat selaku tokoh pendiri Masyarakat Peduli Candi Muarojambi, “Saya merasa sangat puas dapat mengunjungi candi Muarojambi secara langsung dan sangat berterima kasih atas keramah tamahan masyarakay setempat”. (ungkapan dalam bahasa mandarin). (Romy)

Jumat, 19 Oktober 2012

Pencatur Wanita Jambi, Memperkuat Tim Xiangqi Indonesia Ke Pilipina

JAMBI – Satu-satunya pemain Xiangqi/catur gajah wanita dari Persatuan Xiangqi Indonesia (PEXI) Provinsi Jambi, memperkuat tim Indonesia belaga di Kejuaraan Asia ke-17 di Pilipina (manila), Cynthia Novera Sari (16) salah satu dari lima utusan PB PEXI yang akan diturunkan di kategori wanita, Cynthia (panggilan sehari) adalah pemain nasional Xiangqi (catur gajah) peringkat keempat Kejurnas di Sumut (medan) tahun 2011.
Kali ini Cynthia berangkat dari Jambi di dampingi Darman Wijaya selaku Ketua Pengprov PEXI Jambi dengan pesawat Garuda, selanjutnya Cynthia bergabung dengan tim Indonesia di bandara internasional Soekarno Hatta.

Menjelang keberangkatan, Cynthia menjalani pelatihan khusus dari pemain senior, selain itu Cynthia juga mendapatkan dukungan moral dari pihak Sekolahnya SMK Unggul Sakti.

Menurut ketua harian Pexi Jambi, Mulyadi, yang penting Cynthia dapat menjaga nama baik Indonesia dan memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari pengalaman, “Ini adalah kali pertama Cynthia mengikuti event tingkat Asia,” tambah Mulyadi tahun lalu Pexi Jambi juga mengikutkan Tri Nurdiyanti ke tingkat Asian di Macao.”

Namun sangat disayangi oleh sekretaris Pexi Jambi, bahwa PB-Pexi kurang memperhatikan kegiatan-kegiatan di tanah air, pasalnya dari tahun 2009-2013 Kejuaraan Xiangqi Tingkat Nasional hanya dilakukan dua kali, berdasarkan AD/ ATR Kejurnas  harus dilakukan setiap tahun bulan Agustus, tujuan adalah untuk mencari bibit-bibit baru.

“Kita sangat menyayangi selama kepengurus PB Pexi tahun 2009-2013 hanya dilaksanakan Kejurnas dua kali, yaitu di Jakarta tahun 2010 dan di Sumut (medan) 2011.”

Xiangqi (Catur Gajah) kini telah berkembang pesat disekolah-sekolahan sebagai salah satu mata pelajaran extra kurikuler, tidak saja dari dikalangan anak-anak Tionghoa melainkan juga digemari warga non Tionghoa.

Banyak yang beranggapan bahwa olahraga catur adalah olahraga bagi orang yang malas tapi memeras otak. Kenapa demikian? Karena orang yang bermain catur hanya duduk berjam-jam memandangi bidaknya. Dan jika kita membicarakan catur, sebenarnya olahraga ini ada beberapa macam. Mungkin selama ini kita hanya mengenal catur seperti itu. Tapi sesungguhnya ada lagi yang lain seperti misalnya Catur Gajah atau bahasa Mandarinnya Xiangqi.

Berbicara mengenai Xiangqi, ternyata catur ini mempunyai kemiripan dengan olahraga catur biasa. Ada buah bidaknya, papannya dan peralatan yang digunakan pun sama. Mungkin yang membedakan hanya bidak, warna anak dan papan catur. Kalau catur biasa warna anak catur (Qizi) hanya putih dan hitam, sementara Xiangqi terdiri dari biru dan merah. Sementara papan catur biasa terdiri dari kotak-kotak yang berwarna putih hitam, Xiangqi putih polos. Di Xiangqi, papan caturnya dibagi dua bagian dimana dibatasi oleh sungai yang diberi nama Zhu He Han Cie.

Kalau di catur biasa kita mengenal pembukaan Cicilia atau yang lainnya, sementara Xiangqi tidak ada. Dalam menjalankan buah bidaknya, di Xiangqi tidak boleh sembarangan karena sudah ada aturannya. Yang terpenting adalah adanya meriam yang bisa membom buah bidak lawan asalkan di depannya ada bidak yang menghalangi. Demikian sedikit gambaran Xiangqi. (Romy)

Kamis, 18 Oktober 2012

Mimi Menghilang Dibawa Teman Facebook-nya?

JAKARTA, KOMPAS.com - Perasaan duka masih bergelayut di hati pasangan suami istri Suparsih (28) dan Sarifudin (30). Supadmi (25), atau yang akrab disapa Mimi, adik kandung Suparsih, tak juga hadir di antara keluarga kecil tersebut. Sepuluh hari sudah Supadmi menghilang, padahal ia akan melangsungkan pernikahannya.
Kamis (18/10/2012) petang, pasangan suami istru itu melapor ke Mapolsek Jatinegara untuk kedua kalinya. Sehari sebelumnya, Rabu, mereka mendapat titik terang keberadaan Mimi karena adik tetangga mereka yang melihat Mimi di Stasiun Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Pikiran keduanya pun melayang jauh ke periode beberapa waktu lalu, saat Mimi sempat menyebut Kota Bekasi dari mulutnya.

"Sebelum puasa Lebaran, Mimi pernah bilang mau pindah kontrakan sekaligus pindah kerjaan di pabrik di Bekasi. Dia ditawarin kerja di sana sama teman Facebook-nya. Dia tinggal di Bekasi juga. Ingat begitu kok saya langsung berpikir ke arah sana," ujar Sarifudin, kakak ipar Mimi.

Saksi melihat seorang wanita lugu dengan sweter cokelat, rambut panjang, dan kulit sawo matang, persis dengan ciri-ciri Mimi setelah menghilang, tengah menangis di tepi jalan sambil dikerubuti orang. Sayangnya, peristiwa itu terjadi Senin siang dan secara berantai disampaikan ke Suparsih pada Rabu.

Mendapat titik terang, keduanya langsung bergerak ke tempat Mimi terakhir terlihat. Betul saja, beberapa pedagang yang berada di dekat tempat Mimi terakhir terlihat membenarkan foto yang dibawa Suparsih dan suaminya adalah wanita menangis pada Senin lalu di tempat itu. Kecurigaan keluarga bertambah luas ketika saksi pedagang menuturkan, di tengah-tengah kondisi menangis, seorang pria bertubuh tinggi dengan rambut gondrong menghampirinya. Tak beberapa lama, pria gondrong itu membawa Mimi pergi dari lokasi itu, tak tahu ke mana. Titik terang itu seakan redup kembali.

"Setelah puasa itu, saya sempat lihat juga beberapa kali teman Facebook-nya nganterin Mimi ke rumah. Terus main di warnet-nya Mimi. Kecurigaan saya makin kuat karena dia juga orangnya gondrong dan tinggi. Susah saya buat enggak mikir negatif," lanjut Sarifudin.

Bukan masalah pernikahan

Hilangnya Mimi sejak Senin (8/10/2012) lalu memang membuat keluarga asal Boyolali, Jawa Tengah, itu begitu terpukul. Sejumlah tanya muncul di benak keluarga, mengapa wanita yang dikenal bertanggung jawab tersebut menghilang tanpa alasan jelas. Rencana pernikahan dengan pemilik warnet, tempat Mimi bekerja, terancam gagal karena musibah tersebut.

"Tapi keluarga yakin, dia kabur bukan karena mau dijodohin atau apa sama si Syahriul (calon pengantin pria). Orang sudah pacaran tiga tahun, terus nikah juga si Mimi yang minta. Ini bukan masalah pernikahan," ujar Sarifudin.

Keberadaan pria yang dikenal Mimi melalui Facebook tersebut juga diketahui oleh sang calon pengantin pria. Mimi yang dikenal terbuka pernah menceritakan dirinya memiliki teman pria di dunia maya. Namun, Mimi kemudian menjauh dari pria itu karena pria tersebut menyatakan jatuh cinta kepada Mimil, sementara Mimi harus melangsungkan pernikahan dengan Syahriul kurang dari sepekan kemudian.

"Saya sudah bilang latar belakang ini ke polisi. Katanya, kita bisa saja curiga, tapi harus punya bukti. Kita diarahkan koordinasi ke Mapolres Bekasi Kabupaten, apa saja lah kita lakukan biar Mimi kembali," ujar Sarifudin.

http://megapolitan.kompas.com/read/2012/10/19/10574183/

Selasa, 16 Oktober 2012

Jurnalis di Jambi Gelar Demo di Tugu Pers

JAMBI - Puluhan jurnalis Jambi yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Jambi Anti Kekerasan (AJJAK), berunjuk rasa di di  tugu pers di Jalan Sultan Agung, Rabu (17/10-2012) pagi. Para jurnalis turun kejalan sebagai bentuk protes kekerasan terhadap sejumlah jurnalis saat meliput pesawat Hawk 200 yang jatuh di Pekanbaru, Riau Selasa kemarin.
Dengan membawa berbagai porter foto anggota TNI AU tengah memukuli fotografer Riau Post. Solidaritas Jurnalis Jambi meminta kepada aparat khususnya TNI AU untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis yang tengah melakukan kerja jurnalistiknya dan memecat oknuk TNI AU memberikan informasi kepada masyarakat.

Nugroho Kusumawan dari Trans 7 menyesalkan tindak pidana yang dilakukan oleh oknum TNI AU terhadap wartawan. Menurutnya, tugas seorang wartawan dilindungi oleh Undang-undang. “Kita sangat menyayangi tindakan oknum Letkol Robert Simanjuntak terhadap jurnalis yang sedang melakukan tugas peliputan jatuhnya pesawat tempur taktis jenis Hawk 200 dari Skadron Udara 12 Lanud Rusmin Nurjadin Pekanbaru pagi kemarin.”

Peristiwa pemukulan itu disaksikan oleh anak-anak. Berdasarkan foto dan video yang beredar, aksi kekerasan oknum TNI itu turut disaksikan oleh beberapa anak berpakaian seragam sekolah dasar (SD) maupun yang berada dilokasi muasibah jatuhnya pesawat. (Romy)

Jumat, 05 Oktober 2012

Banyak Warga Tionghoa Yang Agama Ganda

Banyak warga tionghoa di tanah air yang tidak tahu agama apa yang mereka peluk, mereka dapat kita temui di setiap kelenteng maupun vihara yang sedang mengadakan kegiatan, penulis pernah menemui beberapa warga yang ditanya tentang agamanya, mereka pada mengatakan beragama Buddha, namun mereka tidak menyadari bahwa mereka sedangkan mengikuti sembahyang ulang tahun para suci (shenming) di kelenteng-kelenteng, yang tak kalah hebat adalah para pemberi ceramah, menyatakan bahwa umat Buddha boleh sembahyang di kelenteng, demikian juga sebaliknya umat Khonghucu juga boleh sembahyang ke Vihara (istilah agama tridarma).
Secara jujur kedua agama berbeda sangat jauh, Khonghucu berasal dari Tiongkok, sedangkan Buddha berasal dari India, bagaimana mau dikatakan sama.! Penulis mengutip beberapa pernyataan dari ANGGIE  Tjetje tentang kerancuan nama Tridharma di Indonesia. Menurutnya, tidak pernah ada sebenarnya penyebutan dan pengakuan untuk agama Tridharma. Pemahaman masyarakat Indonesia perihal agama Tridharma ini, menurut Aggie Tjeje adalah sebuah kecelakaan”.

Menurut Aggie, akibat kecelakaan ini hingga sekarang masih banyak orang beranggapan bahwa tiga agama tadi adalah sama. Padahal, lanjutnya, ketiganya tidak pernah bersatu kecuali menyoal falsafahnya.

“Umat ketiga agama ini sebenarnya beragama China. Tapi karena kesalahpahaman akhirnya muncul trend orang-orang ke Buddha ayo, ke Khonghucu ayo, dan ke yang lainnya juga ayo. Padahal tidak pernah ada gabungan tiga agama itu. Semuanya muncul 2500 tahun lalu, sementara orang China sudah beragama sejak 7000 tahun lalu,“ paparnya.

Untuk di Indonesia sendiri, kata Aggie, karena waktu itu hanya Buddha yang diakui, maka orang Tionghoa kebanyakan akhirnya memakai topeng Buddha di KTP, meskipun agama yang dianutnya adalah Khonghucu.

Oleh karena itu, para petinggi dari agama Buddha maupun Khonghucu meminta pemerintah memperjelaskan status agama Tridarma, sehingga masyarakat keturunan tionghoa bisa memilih agama yang diyakininya, diantaranya agama Buddah maupun agama Khonghucu sebagai pegangan keyakinannya.

Selain itu, berdampak terhadap rekan-rekan wartawan yang membuat berita, salah satunya dalam penulisan kelenteng alias vihara, bahkan sering juga kita temukan tempat ibadah kelenteng terdapat tiga para suci digabungkan dalam satu altar.

Semua agama baik untuk pegangan hidup, namun agama dilarang untuk digabungan-gabungkan, (Romy)

Kamis, 04 Oktober 2012

Shejit Kun Ce Tua Lang Kong Di Hadiri Staf Bimas Agama Khonghucu Kemenag RI

JAMBI – Kamis pagi, 4 Oktober 2012 (imlek pwe gwe cap kao) ratusan umat Khonghucu hari ini menghadiri Kelenteng Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Lam Po Tong yang beralamat di Jalan Perdana Raya (belakang kantor DPRD Kota Jambi) Rt. 33, No. 19, Kelurahan Paal V, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi. Ratusan umat Khonghucu mengikuti prosesi perayaan Shejit “Kun Che Tua Lang Kong.” mereka datang untuk memberikan hormat atas sejitnya sin beng.
Umat Khonghucu Jambi, memperingati shejit (ulang tahun) sebagai penghormatan kepada leluhur mereka, ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap umat Khonghucu. Berbagai cara dan jenis ritual yang digelar, tetapi tetap memiliki satu tujuan yaitu untuk menghormati para suci shinming dan leluhur.

Seperti ritual Shejit “Kun Che Tua Lang Kong” dan Kho Kun yang digelar oleh kelenteng MAKIN Lam Po Tong kali ini dihadiri utusan Bimas Agama Khonghucu Kementerian Agama RI, Surahman dan Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Darman Wijaya, Wakil ketua Matakin, Alex Sujanto, Wakil ketua Matakin Kota Jambi, Huwanda Desswandhy, selain itu tampak hadir para pengurus Makin Kota Jambi dan Makin Kabupaten Tanjab Barat beserta ketua Perempuan Khonghucu (perkhin).

Menurut ketua Makin Lam Po Tong, Chu Harto, bahwa pihaknya memang sengaja menggelar dua acara sekaligus, agar momen tersebut benar-benar dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk umat untuk berdoa dan memohon keselamatan dan perlindungan dari sin beng maupun para leluhur. “Kepada shinming, kita memohon keselamatan dari berbagai bencana sedangkan kepada leluhur merupakan tanda penghormatan kita,” ujarnya.

Kelenteng Makin Nam Po Tong, yang dibangun pada tahun 2005 ini, belum 100% selesai, “Masih ada yang mesti kita selesainya, diantaranya bagian bubungan dan kim tan (tempat bakar kertas sembahyang).” Kata Chu Harto. (Romy)