Sabtu, 20 November 2010

Berpindapatta Kepada Bhikku Sangha

JAMBI – Sebanyak sembilan bhikku dari Thailand memakai jubah warna cokelat, Minggu (21/11) pagi menghampiri umat yang berbaris di halaman Maha Cetiya Oenang Hermawa di Jalan Makalan No. 10, Kelurahan Cempaka Putih,
Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, mereka telah berdatangan sejak pukul 07.00 di Maha Cetiya Oenang Hermawan untuk berdana kepada bhikkhu sangha agung.

Dalam pindapatta di Kota Jambi kali ini, para bhikku membawa patta yang dalam bahasa Pali (India,red) berarti mangkuk, menyusuri halaman cetiya untuk mendapat dharma berupa makanan, minuman, kebutuhan sehari-hari dari umat. Di sepanjang halaman, puluhan umat memberikan beraneka ragam keperluan makan ke pada bhikku yang telah melepas 'hidup' nya karena melayani umat.

Para bhikkhu agung terdiri dari Bhikkhu Phra Boonsuk Sukhapunyo, Phra Kamsai Pomsiri, Phra Hut Pantikto, Phra Rat Soon Sopin, Phra Suksanonwan, Phra Aus Sadanut Srisatittum, Phra Saksakol, Phra Maha Keattikun Chotirat, Phra Prapan Lukmun.

Pindapatta/ Pindapattra merupakan tradisi dikalangan umat Buddha di mana para bhikkhu Sangha Agung Indonesia berkeliling demi memperoleh persembahan dari umat berupa uang atau makanan. Para bhikkhu wajib berjalan kaki di bawah teriknya matahari tanpa alas kaki. Mereka membawa Patta (mangkok) sambil terus berjalan dengan kepala tertunduk.

Pindapatta, yaitu sebuah tradisi umat Buddha untuk melakukan dharma atau kebaikan kepada para bhikku yang merupakan pemimpin ibadat umat Buddha, dengan memberikan makanan atau obat-obatan dalam patta yang berada di tangan mereka.

Di Jambi ini masih belum banyak yang tahu mengenai hal itu. salah seorang pengurus cetiya, Darma Pawarta Oenang yang biasa disapa Hasan, mengatakan, sebenarnya di Thailand tradisi Buddhis semacam ini dilakukan setiap hari oleh penduduk setempat. "Ini adalah kewajiban harian, di Thailand setiap pagi umat melakukannya," kata Hasan.

Di negara Anchor Watt itu terdapat ribuan umat Budha yang melakukan tradisi itu sejak lama. Di sana bhikku hidup dari dharma umat.

Seusai berpindapatta, para bhikkhu melepaskan ratusan burung (fang shen) ke alam bebas diiringi pembacaan doa dan pemercikan air suci (bressing).

Tujuan pelepasan satwa kehabit asli tersebut, adalah untuk melestarikan serta mengembang biakan satwa-satwa dari kepunahan, hingga mereka (satwa) itu dapat hidup bebas dan berkembang biak.

“Jadi pengertian Fang Shen yang sebenarnya adalah membantu mahluk hidup melepaskan dari penderitaan/ keterikatan.”

Maka dari itu sikap mahluk hidup tak pernah lepas dari rasa tolong menolong termasuk tumbuh-tumbuhan. Seandainya mereka bisa berbicara, tentu mereka akan tolong, agar kita jangan menyiksa mereka.