JAMBI - Sebagaimana disetiap awal tahun baru, bagi masyarakat Tionghoa yang khusus pemeluk agama Khonghucu mengunjungi tempat ibadah klenteng untuk melakukan sembahyang, tua muda dengan kusuk berdoa dihadapan altar Tie Kong (baca Tuhan red) selain itu mereka juga menyampaikan ucapan rasa syukur dan terima kasih kepada Sang Pencipta Alam Semesta serta kepada para sin beng.
Sehari sebelum upacara pelaksanaan Sia Kang dilakukan, tampak Pengurus Klenteng Siu San Teng yang terletak di Kampung Manggis Jalan Kirana II Rt. 10 Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi beserta Lo Cu sibuk mempersiapkan berbagai keperluan upacara ritual Sia Kang. Siu San Teng merupakan klenteng terbesar di Kota Jambi.
Maka tidak heran apabila sejak pagi hari berduyun umat Khonghucu terdiri dari yang tua sampai anak-anak berdatangan ke Klenteng Siu San Teng, untuk sembahyang kepada Hok TeK Cen Se (Tua Pek Kong) selain itu salah satu tradisi adalah Sia Kang.
Sia Kang merupakan salah satu tradisi yang diperingati masyarakat yang beragama Khunghucu di awal tahun, sekaligus menyampaikan ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas segala berkah yang diberikan kepada mereka, prosesi upacara dipimpin oleh rohaniwan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (Makin) Sai Che Tien, The Lien Teng diawali pembacaan So Bun/Cie Bun (baca sejenis surat pemberitahuan red) yang dituju kepada Tie Kong/ Tuhan serta mengundang para sin beng.
Selang satu jam kemudian, rohaniawan kembali melakukan prosesi sembahyang di depan altar Hok Tek Chen Sen juga dengan cara yang sama yakni membacakan So Bun/ Cie Bun.
Inti dari pembacaan So Bun dan Cie Bun adalah memohon izin dari Tuhan Yang Maha Esa untuk melakukan prosesi upacara Sia Kang, dan memohon perlindungan dari sang pencipta alam semesta, selain itu mengundang kehadiran dewa-dewi seperti Sam Kwan Tai Te yang terdiri dari dewa Siong Gwan Tien Kwan (dewa penguasa langit), Yiong Kwan Tue Kwa (dewa penguasa bumi) dan Ha Huan Cui Kwa (dewa penguasa air/laut) serta memohon agar dewa-dewi melindungi bangsa dan negara berikut segala isinya, serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, murah rejeki, jauhkan segala malapetaka dan lain sebagainya.
Sedangkan, diatas altar terdapat berbagai sesajian inti seperti 10 jenis ceng cai (sayuran kering), buah-buahan, cien up (permen), tie kue/kue kerancang, ang kue/kue merah isi kacang hujau, mie basah, bihun, ikan, ayam/bebek, selain itu terdapat sesajen lainnya seperti hasil bumi diantaranya kopi, teh, gula pasir dan lain sebagainya juga terdapat sesajen dari hasil air seperi limun, air mineral, arakputih, bir putih terus kim cua (kertas sembahyang), lilin merah dan hio (garu).
Seusai pembacaan So Bun/ Cie Bun panitia membakarkan kim cua (kertas sembahyang) adapun makna dari Sia Kang.
Menurut penuturan Thee Lien Teng, dimana ratusan tahun yang lalu, bahwa leluhur masyarakat Tionghoa yang hijrah dari daratan Tiongkok ke Indonesia (khususnya ke Jambi) dengan mengunakan perahu layar melintasi laut dan Sungai Batanghari, sepanjang perjalanan mereka mendoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan para dewa-dewi serta leluhur.
Semoga tiba di Jambi dengan selamat tanpa kekurangan apapun, umumnya leluhur masyarakat Tionghoa waktu itu pekerjaannya adalah petani juga pedagang, maka mereka mendirikan klenteng yang kini sebagai cagar budaya di Simpang Mangga, klenteng tersebut dibangun pada zaman Belanda kira-kira tahun 1905.
Maka sejak itu, setiap awal tahun masyarakat Tionghoa senantiasa melakukan Sia Kang sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tie Kong dan para dewa-dewi serta para arwah leluhur.
Menurut ketua Bidang Ritual Klenteng Siu San Teng, Djonni Attan kepada makinjambi.com, Sabtu (01/01) Ritual Sia kang merupakan agenda tahun baru masehi yang mana pada umumnya toko-toko pada libur, maka yang datang sembahyang lebih banyak dari pada hari biasa, hal tersebut dapat dilihat dengan kehadiran para pengusaha maupun tokoh masyarakat, diantaranya sesepuh “Hok Kheng Tong”, Lie Tiong Lam, Ketua Makin “Sai Che Tien”, Darmadi Tekun (The Kien Peng), Ketua Makin “Leng Chun Keng”, Sukardi (Lim Han Mong).
Ujar Djonni Attan, seusai sembahyang semua sesajen yang dipersembahyang masyarakat dimasak lalu dimakan bersama. Menurut kepercayaan masyarakat Jambi, jika dimakan hasil sembahyang akan mendapatkan perlindungan dari para sin beng (Rom).
Maka tidak heran apabila sejak pagi hari berduyun umat Khonghucu terdiri dari yang tua sampai anak-anak berdatangan ke Klenteng Siu San Teng, untuk sembahyang kepada Hok TeK Cen Se (Tua Pek Kong) selain itu salah satu tradisi adalah Sia Kang.
Sia Kang merupakan salah satu tradisi yang diperingati masyarakat yang beragama Khunghucu di awal tahun, sekaligus menyampaikan ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas segala berkah yang diberikan kepada mereka, prosesi upacara dipimpin oleh rohaniwan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (Makin) Sai Che Tien, The Lien Teng diawali pembacaan So Bun/Cie Bun (baca sejenis surat pemberitahuan red) yang dituju kepada Tie Kong/ Tuhan serta mengundang para sin beng.
Selang satu jam kemudian, rohaniawan kembali melakukan prosesi sembahyang di depan altar Hok Tek Chen Sen juga dengan cara yang sama yakni membacakan So Bun/ Cie Bun.
Inti dari pembacaan So Bun dan Cie Bun adalah memohon izin dari Tuhan Yang Maha Esa untuk melakukan prosesi upacara Sia Kang, dan memohon perlindungan dari sang pencipta alam semesta, selain itu mengundang kehadiran dewa-dewi seperti Sam Kwan Tai Te yang terdiri dari dewa Siong Gwan Tien Kwan (dewa penguasa langit), Yiong Kwan Tue Kwa (dewa penguasa bumi) dan Ha Huan Cui Kwa (dewa penguasa air/laut) serta memohon agar dewa-dewi melindungi bangsa dan negara berikut segala isinya, serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, murah rejeki, jauhkan segala malapetaka dan lain sebagainya.
Sedangkan, diatas altar terdapat berbagai sesajian inti seperti 10 jenis ceng cai (sayuran kering), buah-buahan, cien up (permen), tie kue/kue kerancang, ang kue/kue merah isi kacang hujau, mie basah, bihun, ikan, ayam/bebek, selain itu terdapat sesajen lainnya seperti hasil bumi diantaranya kopi, teh, gula pasir dan lain sebagainya juga terdapat sesajen dari hasil air seperi limun, air mineral, arakputih, bir putih terus kim cua (kertas sembahyang), lilin merah dan hio (garu).
Seusai pembacaan So Bun/ Cie Bun panitia membakarkan kim cua (kertas sembahyang) adapun makna dari Sia Kang.
Menurut penuturan Thee Lien Teng, dimana ratusan tahun yang lalu, bahwa leluhur masyarakat Tionghoa yang hijrah dari daratan Tiongkok ke Indonesia (khususnya ke Jambi) dengan mengunakan perahu layar melintasi laut dan Sungai Batanghari, sepanjang perjalanan mereka mendoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan para dewa-dewi serta leluhur.
Semoga tiba di Jambi dengan selamat tanpa kekurangan apapun, umumnya leluhur masyarakat Tionghoa waktu itu pekerjaannya adalah petani juga pedagang, maka mereka mendirikan klenteng yang kini sebagai cagar budaya di Simpang Mangga, klenteng tersebut dibangun pada zaman Belanda kira-kira tahun 1905.
Maka sejak itu, setiap awal tahun masyarakat Tionghoa senantiasa melakukan Sia Kang sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tie Kong dan para dewa-dewi serta para arwah leluhur.
Menurut ketua Bidang Ritual Klenteng Siu San Teng, Djonni Attan kepada makinjambi.com, Sabtu (01/01) Ritual Sia kang merupakan agenda tahun baru masehi yang mana pada umumnya toko-toko pada libur, maka yang datang sembahyang lebih banyak dari pada hari biasa, hal tersebut dapat dilihat dengan kehadiran para pengusaha maupun tokoh masyarakat, diantaranya sesepuh “Hok Kheng Tong”, Lie Tiong Lam, Ketua Makin “Sai Che Tien”, Darmadi Tekun (The Kien Peng), Ketua Makin “Leng Chun Keng”, Sukardi (Lim Han Mong).
Ujar Djonni Attan, seusai sembahyang semua sesajen yang dipersembahyang masyarakat dimasak lalu dimakan bersama. Menurut kepercayaan masyarakat Jambi, jika dimakan hasil sembahyang akan mendapatkan perlindungan dari para sin beng (Rom).