Hingga pukul 16.00 ini, ketujuh petani yang ditangkap masih menjalani pemeriksaan di Kepolisian Resor Sarolangun.
Berdasarkan informasi, situasi konflik antara petani dan aparat di kawasan tersebut memanas sejak satu pekan terakhir. Petani yang memanen sawit dicegat aparat kepolisian. Buah sawit mereka kemudian disita.
Sabtu pagi tadi sekitar pukul 10.00, sejumlah petani yang tengah memanen sawit kembali dihadang aparat Brigade Mobil (Brimob ) Polda Jambi yang ditugasi mengamankan situasi. Aparat hendak menahan sawit yang dipanen petani, namun petani menolak.
Sempat terjadi negosiasi antara sejumlah perwakilan petani dan aparat. Namun belum lagi proses tersebut selesai, terjadi bentrok sekitar 100 petani di sekitar kebun dengan 30-an personil Brimob yang berjaga.
Akibat bentrok itu, dua polisi hingga mengalami luka pada bagian lengan dan punggung. Melihat itu, polisi langsung melepaskan tembakan, dan mengenai enam petani. Para korban bernama Nurdin, Fahmi, Saiful, Munawir, Suhen, dan Agus, langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Sarolangun, dan selanjutnya dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Kota Jambi.
"Kami sangat kecewa, kenapa para petani yang tengah memanen sawit di lahannya sendiri malah ditembaki aparat," tutur Rusdi Karmen, Kepala Desa Karang Mendapo.
Menurut Rusdi, selama ini petani di wilayahnya tidak pernah anarkis. Karena itu dia menolak kalau dikatakan penyerangan dilakukan terlebih dahulu oleh petani.
Sebaliknya, Kepala Kepolisian Resor Sarolangun Ajun Komisaris Besar Rosidi menyatakan, petanilah yang terlebih dahulu menyerang aparat dengan alat panen sawit. "Personil kami melakukan pengamanan dengan cara menembakkan senjata ke udara karena petani mulai rusuh," tuturnya.
Setelah bentrok aparat dan petani, menurut Rosidi, pihaknya langsung menarik pasukan dari lokasi. Aparat kini hanya berjaga di kamp milik PT KDA.
Untuk penyelidikan lebih lanjut, tujuh petani plasma dibawa ke Polres Sarolangun Mereka adalah Nawawi, Afrizal, Thamrin, Bruri, Lia Jayanti, Hasan, dan Sofiati.
Konflik antara petani plasma dengan PT KDA bermula ketika terjadi hubungan kemitraan pada tahun 2003. Petani dijanjikan memperoleh kembali lahan mereka lima tahun setelah tanaman sawit tumbuh. Namun, hingga tahun 2009 lalu, konversi lahan tidak juga diberikan perusahaan kepada petani.
Hal itu mengakibatkan munculnya aksi protes petani hingga berulang kali. Petani yang memanen sawit di lahan plasma juga kerap ditahan aparat, lalu sawitnya disita.
http://regional.kompas.com/read/2011/01/15/16130840/
Berdasarkan informasi, situasi konflik antara petani dan aparat di kawasan tersebut memanas sejak satu pekan terakhir. Petani yang memanen sawit dicegat aparat kepolisian. Buah sawit mereka kemudian disita.
Sabtu pagi tadi sekitar pukul 10.00, sejumlah petani yang tengah memanen sawit kembali dihadang aparat Brigade Mobil (Brimob ) Polda Jambi yang ditugasi mengamankan situasi. Aparat hendak menahan sawit yang dipanen petani, namun petani menolak.
Sempat terjadi negosiasi antara sejumlah perwakilan petani dan aparat. Namun belum lagi proses tersebut selesai, terjadi bentrok sekitar 100 petani di sekitar kebun dengan 30-an personil Brimob yang berjaga.
Akibat bentrok itu, dua polisi hingga mengalami luka pada bagian lengan dan punggung. Melihat itu, polisi langsung melepaskan tembakan, dan mengenai enam petani. Para korban bernama Nurdin, Fahmi, Saiful, Munawir, Suhen, dan Agus, langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Sarolangun, dan selanjutnya dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Kota Jambi.
"Kami sangat kecewa, kenapa para petani yang tengah memanen sawit di lahannya sendiri malah ditembaki aparat," tutur Rusdi Karmen, Kepala Desa Karang Mendapo.
Menurut Rusdi, selama ini petani di wilayahnya tidak pernah anarkis. Karena itu dia menolak kalau dikatakan penyerangan dilakukan terlebih dahulu oleh petani.
Sebaliknya, Kepala Kepolisian Resor Sarolangun Ajun Komisaris Besar Rosidi menyatakan, petanilah yang terlebih dahulu menyerang aparat dengan alat panen sawit. "Personil kami melakukan pengamanan dengan cara menembakkan senjata ke udara karena petani mulai rusuh," tuturnya.
Setelah bentrok aparat dan petani, menurut Rosidi, pihaknya langsung menarik pasukan dari lokasi. Aparat kini hanya berjaga di kamp milik PT KDA.
Untuk penyelidikan lebih lanjut, tujuh petani plasma dibawa ke Polres Sarolangun Mereka adalah Nawawi, Afrizal, Thamrin, Bruri, Lia Jayanti, Hasan, dan Sofiati.
Konflik antara petani plasma dengan PT KDA bermula ketika terjadi hubungan kemitraan pada tahun 2003. Petani dijanjikan memperoleh kembali lahan mereka lima tahun setelah tanaman sawit tumbuh. Namun, hingga tahun 2009 lalu, konversi lahan tidak juga diberikan perusahaan kepada petani.
Hal itu mengakibatkan munculnya aksi protes petani hingga berulang kali. Petani yang memanen sawit di lahan plasma juga kerap ditahan aparat, lalu sawitnya disita.
http://regional.kompas.com/read/2011/01/15/16130840/