Minggu, 06 Februari 2011

Jenazah Korban Harimau Sumatera Dimakamkan Tanpa Kepala

PACITAN, TRIBUNJAMBI.COM - Nasib Tumardi (26), warga Desa Jatigunung, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan yang menjadi salah satu korban terkaman harimau Sumatera di kawasan hutan wilayah Kabupaten Bayung Lincir, Sumatera Selatan, Rabu (2/2) lalu benar-benar mengenaskan. Meski jenazah korban akhirnya tiba di Pacitan, Sabtu (5/2) sekitar pukul 16.15 atau mundur satu hari, namun tubuhnya tidak utuh lagi.
Almarhum dimakamkan di tempat pemakaman umum desa setempat tanpa kepala. “Awalnya, kami mendapat informasi kalau jenazahnya akan datang Jumat sekitar pukul 16.00. Ternyata, dari PT Pratama Orbit Centuri Raya (POC) masih mencari bagian kepalanya. Setelah dicari tidak ketemu, akhirnya jenazahnya hari ini dikirim dan sore tadi (kemarin) sampai,” ungkap Mat Rukan, Kepala Desa Jatigunung, yang juga tetangga korban.

Diungkapkan, pihak keluarga sangat syok melihat kejadian itu. Sang ibu, bahkan pingsan berkali-kali dan tidak mau makan. Sementara sang istri tampak lebih tabah. Ia bahkan ikut mengantar pemakaman Tumardi.

Mat Rukan menjelaskan, Tumardi bekerja di bawah perusahaan yang sama dengan Kateni (52), warga Dusun Kasihan, Desa Ketepung, Kecamatan Kebonagung. Hanya saja, keduanya berangkat dengan rombongan yang berbeda.

“Saat mengantar jenazah tadi, PT POC juga memberikan santunan yang ditiipkan ke saya. Besarnya Rp 5 juta. Untuk sementara, perusahaan berhenti karena ada tiga orang yang tewas dalam kejadian ini. Selain Pak Kateni dan Tumardi, ada satu lagi, operator mesin tebang asal Medan,” papar Mat Rukan tanpa menyebut identitas nama korban ketiga tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kateni dan Tumardi yang baru sebulan bekerja sebagai karyawan PT Pratama Orbit Centuri Raya diterkam harimau hingga kepala dan badannya terpisah. Peristiwa itu terjadi Rabu (2/2) sekitar pukul 18.30, saat korban berada di hutan Bayung Lincir, lahan yang dikelola PT POC.

Menurut adik Kateni, Suyatni, waktu ditemukan, Kateni telah tewas bersimbah darah. Kepala dan badannya terpisah sekitar 300 meter. Kateni kemudian dibawa ke RSUD Raden Mattaher, Jambi sebelum akhirnya di bawa ke Pacitan.

Sedangkan Tumardi, mengalami nasib lebih parah. Selain kepalanya terpisah dari badan, isi perut korban kedua ini juga terburai akibat cakaran harimau tersebut.

Mat Rukan menambahkan, sebagai aparat pemerintah di tingkat paling rendah, pihaknya tidak bisa membatasi aktivitas para warganya. Apalagi, apa yang dilakukan Kateni dan Tumardi adalah legal. Mereka berangkat dengan penyalur resmi.

“Namanya orang mencari makan, masak dilarang. Kita hanya bisa mengimbau agar warga bekerja secara legal agar kalau ada kejadian seperti ini, minimal ada santunan dari perusahaan maupun Jamsostek,” tandasnya.

Secara terpisah, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pacitan akan menyelidiki keberadaan perusahaan pengelola perkebunan yang mempekerjakan Kateni dan Tumardi. Ini untuk mengetahui sejauhmana perjanjian kerja sama yang dibuat, sekaligus tanggungjawab perusahaan pengelola atas kejadian tersebut.

“Kami akan menghubungi pihak penyalur, termasuk perwakilan dari PT Pratama Orbit Centuri Raya yang mempekerjakannya. Kami ingin tahu, perjanjiannya dulu seperti apa, dan bagaimana tanggungjawab mereka atas kejadian itu. Kami tidak bisa buru-buru mengambil kebijakan melarang tenaga kerja merantau ke sana,” kata Marwan, Kepala Dinas Tenaga Kerja setempat kepada Surya.

Dikatakan, selama ini Dinas Tenaga Kerja selalu menekankan pentingnya keselamatan kerja kepada setiap rombongan pekerja dari Pacitan yang mengadu nasib di luar pulau. Ini karena jumlah pekerja antar daerah seperti Kateni dan Tumardi jumlahnya sangat banyak.

“Mereka itu tidak hanya bekerja ke Sumatera, tapi juga ke Kalimantan. Para angkatan kerja antardaerah ini juga dibekali, mestinya sudah tahu resiko pekerjannya, saat membuat perjanjian kerja di awal,” imbuhnya.

Apa yang terjadi pada Kateni dan Tumardi bukanlah kasus pertama yang terjadi. Apalagi, Indonesia adalah rumah bagi sekitar 400 harimau Sumatera, yang terancam punah akibat deforestasi, perburuan, dan konflik dengan manusia.

Organisasi World Wildlife Fund (WWF) mengestimasi, jumlah spesies langka ini tinggal 400. Lalu, mengapa harimau menyerang manusia? Perusakan hutan adalah akar dari permasalahan tersebut. Harimau yang terganggu habitatnya mengalami krisis dan marah. Akibatnya, harimau mulai menyerang manusia. Padahal, dalam keadaan normal, harimau Sumatera menjauhi manusia.

Sementara itu, dari Jambi dilaporkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat telah menurunkan tim untuk menyelidiki kasus ini. Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui asal harimau, apakah dari Taman Nasional Berbak, Jambi, Taman Nasional Sembilang, atau Taman Nasional Dangku, yang keduanya di wilayah Sumatera Selatan. Berbagai spekulasi menyebut, kejadian itu akibat aksi penebangan hutan yang mengakibatkan harimau marah dan memangsa para pekerja di lokasi setempat.(surya)

http://jambi.tribunnews.com/2011/02/06/jenazah-korban-harimau-sumatera-dimakamkan-tanpa-kepala