JAMBI – Walaupun suasana perayaan Waisak 2555/ BE 2011 telah berlalu, namun Minggu pagi (12/6) para penganut Buddha memadati lantai 5, Yayasan Buddha Amitabha di Jalan Halim Perdana Kusuma, pusat Kota Jambi.
Tempat peribadatan tersebut tampak ramai, sehingga kendaraan pengunjung hampir tak tertampung di lahan parkir, dan beberapa kendaraan menjejali badan jalan.
Sebelum prosesi pemandian dilaksana, para umat terlebih dahulu membaca sakra pendek (doa) yang dipimpin bhikkhu Le Ching sefu, setelah itu baru dilangsungkan pemandikan rupang yang diawali oleh bhikkhu, ketua Yayasan Amitabha, Wang Lie Kui dan umat. “Semua kegiatan ini dilakukan secara bergantian,” beber Asiang.
Sebelum prosesi pemandian ruang Bhudda dimulai, terlebih dahulu rupang (patung) Buddha diletakkan diatas rangkaian bunga telatai dan diletakkan di atas sebuah altar. Sedangkan di hadapan rupang terdapat air untuk memandikan rupang yang dicampur dengan bunga-bunga.
Mandi rupang adalah memperingati hari kelahiran Pengeran Sidharta di Taman Lumbini pada hari purnama bulan Waisak, 623 SM, maka para dewa menyirami Bodhisatva dengan air surgawi dan selanjutnya Bodhisatva berjalan tujuh langkah kedepan terus Bunga-bunga Teratai bermunculan dari tanah di bawah setiap jejaknya yang artinya terpenuhi harapannya.
Selain itu agar kita selalu mengingatkan ajaran sang Buddha serta membersihkan diri kita seperti Pangeran Sidharta Gotama. Selain itu menurut sejarahnya, ketika dilahirkan ke atas dunia ini, makna pemandian rupang adalah agar diri kita senantiasa bisa mengikuti ajaran-ajaran Sang Buddha. Selain itu jangan jadi orang yang egois, angkuh dan menjadi orang yang sombong maupun mementingkan diri sendiri dengan cara mengorbankan orang lain, karena apa yang kita nikmati diatas dunia ini merupakan titipan dari Sang Pencipta Alam Semesta. (rom)