Selasa, 20 September 2011

Rumah Peninggalan Pangeran Wiro Kusuma

JAMBI - Jurnalis dari CCTV (China), Taiwan Macroview TV (Taipeh), Metro TV (Ind), dan tidak ketinggalan wartawan cetak diantaranya dari Harian China News Service (bahasa mandarin), Harian Indonesia Shang Bao (bahasa mandarin), Sebelum meninggalkan Kota Jambi, menyempatkan diri bertandang ke rumah batu peninggalan Pangeran Wiro Kusuma di Jalan KH Ibrahim, Sekoja.
Ternyata di Kota Jambi masih memiliki peninggalan sejarah berupa cagar budaya rumah asli penduduk lokal di Olakemang, dibangun sekitar tahun 1905 silam, rumah tersebut kini mendapat pengakuan sebagai cagar budaya pemerintah.

Rumah batu yang berada di Jalan KH Ibrahim RT 02, Kelurahan Olak Kemang, Kecamatan Danau Teluk, Seberang Kota, ini merupakan peninggalan seorang penyebar agama Islam di Kota Seberang pada abad ke 18 yaitu Sayyid Idrus Hasan Al-Jufri atau yang dijuluki Pangeran Wiro Kusumo. Sayangnya, rumah bersejarah ini, terkesan tidak terawat.

Untuk membuktikan, Salah satu generasi keturunan dari Pangeran Wiro Kusuma bernama Sarifa Ulia mengambil foto usang dari rumahnya, foto hitam-putih itu diabadikan pada tahun 1905, dadalam terlihat seorang lelaki memegang tongkat, sedang duduk dikelilingi beberapa orang lelaki lainnya. “Itu pengikut-pengikutnya,” jelas Sarifa Ulia.

Menurut Sarifa, Pangeran Wiro Kusuma, ketika akan membangun rumah, Sayid mendapat banyak saran dari rekannya. Termasuk dari Tuk Sintai, seorang pedagang dari negeri Cina. Liwat tangan Tuk Sintai itu lah rumah yang kini jadi cagar budaya kebanggaan Jambi itu berdiri. “Yang bangun orang Cina, makanya ada relief Naga di dinding,” beber Satifa.

Setelah dicermati di depan, terlihat relief naga di dinding bercat putih, disisi kanan terdapat sebuah batu berukiran singa dan bunga. Di pilar bagian dalam, tampak relief bertuliskan huruf-huruf Arab. Paduan Cina-Arab, terkesan kental pada bangunan tua itu. “Banyak yang bingung, kenapa ada gambar naga di rumah raja Islam. Harusnya kan relif Arab. Ya karena itu, yang bangun orang Cina,” tuturnya.

Bangunan berlantai dua itu, sebagian besar sudah rusak dimakan usia. Di sana-sini keropos, lantai dua malah tinggal beberapa keping papan saja. Belum lagi lantai dan pintu jendela, semuanya sudah terbongkar. Yang masih utuh hanyalah lantai di halaman depan dan sisa gapura pagar.

Bangunan itu menghadap ke Sungai Batanghari. Pasalnya, pada jaman dahulu kala, akses jalan terbesar berada di pinggiran Sungai Batanghari, bukan di jalan protokol Kecamatan Danau Teluk saat ini. “Dulu tepi sungai sangat dekat. Jalan di sekitar sini sempit,” tambah Sarifa, menunjuk hamparan kebun jagung di hadapannya, yang persis berada di depan rumah tua itu. (Romy)