Juru kampanye organisasi lingkungan Greenpeace, Rusmadia Maharudin, menyatakan hal itu kepada pers di Jambi, Jumat (7/10/2011). Greenpeace bersama aktivis Walhi dan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menelusuri habitat harimau sumatera dalam tur Mata Harimau di wilayah Riau dan Jambi.
Dalam penelusuran tersebut, tim menyaksikan pembukaan hutan alam secara masif untuk kepentingan industri tanaman. Di wilayah Rokan Hilir hingga Pelalawan, Riau, pengangkutan kayu bulat berdiameter lebih dari 50 sentimeter marak terjadi, khususya pada malam hari. Dalam kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Pelalawan, tim sebelumnya mendapati harimau sumatera terperangkap jerat dan akhirnya mati sepekan kemudian.
Di wilayah Jambi, tim menyaksikan pembukaan hutan alam bertutupan di atas 60 persen di Kabupaten Tebo.
Rusmadi menyayangkan tidak adanya upaya dari pemerintah untuk menyelamatkan hutan alam yang berada dalam konsesi HTI. Pemerintah hanya melakukan moratorium atas izin HTI baru.
Dari sekitar 80 juta hektar hutan alam yang tersisa di Indonesia, 30 persen di antaranya hampir tidak mungkin lagi bisa diselamatkan. "Kepentingan industri tanaman akan menghabisi hutan alam tersebut berikut dengan habitat satwa liar di dalamnya," ujar Rusmadi. Jika ini dibiarkan terus, lanjutnya, harimau sumatera akan kehilangan sumber makanan dan masuk ke wilayah permukiman. Konflik dengan manusia semakin tinggi dan menimbulkan korban di kedua belah pihak.
Greenpeace mencatat dua warga tewas dan dua lainnya luka-luka di Desa Jumbroh, Kabupaten Rokan Hilir, dalam konflik dengan harimau sumatera. " Harimau mulai masuk kampung setelah hutan alam di sekitar desa dibuka untuk HTI," ujarnya.
Aktivis KKI Warsi Diki Kurniawan menyesalkan pembukaan hutan alam didukung pemerintah daerah setempat. Pemegang konsesi tidak hanya mengambil kayu namun juga membuka tambang batubara di dalam kawasan hutan.
Juru bicara Sinar Mas Grup Kurniawan menyatakan, pemanfaatan kayu dari hutan alam untuk kepentingan industri belakangan ini menurun drastis. " Sekarang tinggal delapan persen penggunaan kayu dari hutan alam. Kami selebihnya mengambil dari hutan tanaman," ujar dia.
Kurniawan menilai, kalangan aktivis lingkungan berlebihan menganggap industri sebagai perusak hutan alam. Terkait pembukaan hutan alam, pihaknya hanya melakukannya untuk keperluan penanaman tanaman monokultur. " Bagaimana kami dapat menanam monokultur sesuai kebutuhan jika kawasannya masih penuh dengan tanaman jenis lain," tambahnya.
http://sains.kompas.com/read/2011/10/07/10205135/
Dalam penelusuran tersebut, tim menyaksikan pembukaan hutan alam secara masif untuk kepentingan industri tanaman. Di wilayah Rokan Hilir hingga Pelalawan, Riau, pengangkutan kayu bulat berdiameter lebih dari 50 sentimeter marak terjadi, khususya pada malam hari. Dalam kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Pelalawan, tim sebelumnya mendapati harimau sumatera terperangkap jerat dan akhirnya mati sepekan kemudian.
Di wilayah Jambi, tim menyaksikan pembukaan hutan alam bertutupan di atas 60 persen di Kabupaten Tebo.
Rusmadi menyayangkan tidak adanya upaya dari pemerintah untuk menyelamatkan hutan alam yang berada dalam konsesi HTI. Pemerintah hanya melakukan moratorium atas izin HTI baru.
Dari sekitar 80 juta hektar hutan alam yang tersisa di Indonesia, 30 persen di antaranya hampir tidak mungkin lagi bisa diselamatkan. "Kepentingan industri tanaman akan menghabisi hutan alam tersebut berikut dengan habitat satwa liar di dalamnya," ujar Rusmadi. Jika ini dibiarkan terus, lanjutnya, harimau sumatera akan kehilangan sumber makanan dan masuk ke wilayah permukiman. Konflik dengan manusia semakin tinggi dan menimbulkan korban di kedua belah pihak.
Greenpeace mencatat dua warga tewas dan dua lainnya luka-luka di Desa Jumbroh, Kabupaten Rokan Hilir, dalam konflik dengan harimau sumatera. " Harimau mulai masuk kampung setelah hutan alam di sekitar desa dibuka untuk HTI," ujarnya.
Aktivis KKI Warsi Diki Kurniawan menyesalkan pembukaan hutan alam didukung pemerintah daerah setempat. Pemegang konsesi tidak hanya mengambil kayu namun juga membuka tambang batubara di dalam kawasan hutan.
Juru bicara Sinar Mas Grup Kurniawan menyatakan, pemanfaatan kayu dari hutan alam untuk kepentingan industri belakangan ini menurun drastis. " Sekarang tinggal delapan persen penggunaan kayu dari hutan alam. Kami selebihnya mengambil dari hutan tanaman," ujar dia.
Kurniawan menilai, kalangan aktivis lingkungan berlebihan menganggap industri sebagai perusak hutan alam. Terkait pembukaan hutan alam, pihaknya hanya melakukannya untuk keperluan penanaman tanaman monokultur. " Bagaimana kami dapat menanam monokultur sesuai kebutuhan jika kawasannya masih penuh dengan tanaman jenis lain," tambahnya.
http://sains.kompas.com/read/2011/10/07/10205135/