Armida pun berandai-andai. Candai Muaro Jambi itu dikelilingi kanal-kanal. Alangkah asyiknya jika datang ke objek wisata itu dengan menumpang perahu. Ini seperti di Thailand, China dan India. Lebih terasa wisatanya, karena menuju ke lokasi yang dituju melalui jalur sungai.
Tanpa disadari oleh pejabat pengambil kebijakan, untuk ke candi itu sebenarnya memang bisa ditempuh melalui jalur sungai. Bahkan ada sejumlah ketek atau perahu kecil bermesin yang bisa mengantar dari kawasan wisata Tanggo Rajo.
Akan tetapi, perjalanan melalui jalur air ke kawasan situs yang kini tengah didaftarkan sebagai world heritage di UNESCO itu bisa dibilang biasa-biasa saja. Selayaknya dibangun tempat peristirahatan di pinggiran Sungai Batanghari yang dijadikan jalur menuju candi.
Keberadaan tempat-tempat persinggahan itu otomatis mampu memberdayakan masyarakat untuk menyediakan layanan jasa dan barang. Dan kesempatan ini harus diberikan kepada warga yang tinggal daerah itu. Tentu dengan modal bantuan pemerintah, sehingga perekonomian warga pun menggeliat.
Sebenarnya Provinsi Jambi ini memiliki sejarah panjang akan pesona air. Sungai Batanghari adalah khasanah budaya yang menjadi catatan sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Melayu sebelum dan sesudah abad Masehi. Sungai ini menjadi lintasan perdagangan dunia, terutama para saudagar Arab dan China.
Pedagang Arab menjadikan sejumlah kawasan di pinggiran Sungai Batanghari sebagai tempat peristirahatan. Mereka sambil berdagang menyebarkan agama Islam waktu itu. Begitu juga pedagang China, Hong Kong, dan India, itu terbukti dari penggalian sejarah banyak ditemukan keramik kuno di sepanjang sungai.
Pinggiran Sungai Batangari juga menjadi tempat persembahan orang-orang beragama Budha dan Hindu. Masa kerajaan Sriwijaya kawasan Candi Muaro Jambi konon menjadi tempat persembahan dan benteng pertahanan Kerajaan Sriwijaya.
Namun sayangnya, sejarah panjang itu belum dieksploitasi dengan baik. Lihatlah di pinggiran Sungai Batanghari, tepatnya di Tanjung Johor. Kapal wisata roda lambung mewah teronggok di sana. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Andai saja kapal itu diperbaiki dan difungsikan, tak terhitung orang yang ingin menumpang. Selain merasakan naik kapal kuno roda lambung, tentu karena ingin berwisata menikmati Sungai Batanghari. Dan ini bisa mengintegrasikan antara kawasan wisata Tanggo Rajo dan Candi Muaro Jambi.
Belum lagi kehadiran jembatan gantung yang menghubungan kawasan wisata Tanggo Rajo dengan Pelayangan, kawasan Seberang Kota Jambi. Jelas ini menambah daya tarik bagi Kota Jambi, sebagai kawasan wisata nan indah. Ini bisa menambah daftar panjang indahnya provinsi ini, selain Kabupaten Kerinci.
Semoga pemerintah selaku pembuat kebijakan, pengusaha selaku investor dan amsyarakat luas bersama-sama membangun dan menghidupkan kembali wisata air ini. Sebab, Jambi itu indah. Jambi itu penuh daya tarik dan pesona.
http://jambi.tribunnews.com/2011/01/10/jambi-itu-indah-penuh-pesona
Tanpa disadari oleh pejabat pengambil kebijakan, untuk ke candi itu sebenarnya memang bisa ditempuh melalui jalur sungai. Bahkan ada sejumlah ketek atau perahu kecil bermesin yang bisa mengantar dari kawasan wisata Tanggo Rajo.
Akan tetapi, perjalanan melalui jalur air ke kawasan situs yang kini tengah didaftarkan sebagai world heritage di UNESCO itu bisa dibilang biasa-biasa saja. Selayaknya dibangun tempat peristirahatan di pinggiran Sungai Batanghari yang dijadikan jalur menuju candi.
Keberadaan tempat-tempat persinggahan itu otomatis mampu memberdayakan masyarakat untuk menyediakan layanan jasa dan barang. Dan kesempatan ini harus diberikan kepada warga yang tinggal daerah itu. Tentu dengan modal bantuan pemerintah, sehingga perekonomian warga pun menggeliat.
Sebenarnya Provinsi Jambi ini memiliki sejarah panjang akan pesona air. Sungai Batanghari adalah khasanah budaya yang menjadi catatan sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Melayu sebelum dan sesudah abad Masehi. Sungai ini menjadi lintasan perdagangan dunia, terutama para saudagar Arab dan China.
Pedagang Arab menjadikan sejumlah kawasan di pinggiran Sungai Batanghari sebagai tempat peristirahatan. Mereka sambil berdagang menyebarkan agama Islam waktu itu. Begitu juga pedagang China, Hong Kong, dan India, itu terbukti dari penggalian sejarah banyak ditemukan keramik kuno di sepanjang sungai.
Pinggiran Sungai Batangari juga menjadi tempat persembahan orang-orang beragama Budha dan Hindu. Masa kerajaan Sriwijaya kawasan Candi Muaro Jambi konon menjadi tempat persembahan dan benteng pertahanan Kerajaan Sriwijaya.
Namun sayangnya, sejarah panjang itu belum dieksploitasi dengan baik. Lihatlah di pinggiran Sungai Batanghari, tepatnya di Tanjung Johor. Kapal wisata roda lambung mewah teronggok di sana. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Andai saja kapal itu diperbaiki dan difungsikan, tak terhitung orang yang ingin menumpang. Selain merasakan naik kapal kuno roda lambung, tentu karena ingin berwisata menikmati Sungai Batanghari. Dan ini bisa mengintegrasikan antara kawasan wisata Tanggo Rajo dan Candi Muaro Jambi.
Belum lagi kehadiran jembatan gantung yang menghubungan kawasan wisata Tanggo Rajo dengan Pelayangan, kawasan Seberang Kota Jambi. Jelas ini menambah daya tarik bagi Kota Jambi, sebagai kawasan wisata nan indah. Ini bisa menambah daftar panjang indahnya provinsi ini, selain Kabupaten Kerinci.
Semoga pemerintah selaku pembuat kebijakan, pengusaha selaku investor dan amsyarakat luas bersama-sama membangun dan menghidupkan kembali wisata air ini. Sebab, Jambi itu indah. Jambi itu penuh daya tarik dan pesona.
http://jambi.tribunnews.com/2011/01/10/jambi-itu-indah-penuh-pesona