Sabtu, 08 Januari 2011

Warga Muaro Jambi dan Situs Harus Terus Berdampingan

Kepala Desa Muaro Jambi Ramli IM gelisah setelah mendengarkan penjelasan sejumlah pakar. Mereka membahas rencana Situs Muaro Jambi yang terletak di desanya, Muaro Jambi, akan diajukan sebagai warisan budaya dunia. Ia lalu berkata, ”Apakah nantinya kami akan tergusur dari situs ini?”
Menurut Ramli, banyak candi dan pecahan bangunan berstruktur candi (menapo) berada di permukiman warga setempat. Bahkan, seperti pada penemuan awal, Candi Gumpung dan candi tinggi yang kini berdiri megah semula ditemukan arkeolog terkubur oleh pohon durian milik salah seorang warga. Jika jadi warisan budaya dunia dan terus dikembangkan oleh pemerintah, bisa saja situs yang ada diangkat dan dipugar dengan memindahkan permukiman warga.

Saat ini juga beredar isu apabila candi menjadi warisan budaya dunia, desa setempat akan dikosongkan dari penduduk untuk pengembangan pariwisata. ”Apa betul akan seperti itu,” ujar Ramli.

Mendengar kekhawatiran itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Jambi Didy Wurjanto tersenyum. Ia lalu menjelaskan bahwa hal itu hanya isu belaka. Kenyataannya, masyarakat tidak akan diusir ataupun dipindahkan dari kompleks percandian peninggalan agama Buddha pada abad IX-XIV itu. Masyarakat justru dilibatkan dalam pengelolaan wisata agar situs ini tak menjadi obyek mati. Sektor pariwisata justru hidup jika warga setempat turut serta mengembangkan.

Harus dirawat
Programme Specialist for Culture UNESCO, Prof Masanori Nagaoka, sependapat. Bahkan, dia balik bertanya kepada Ramli bagaimana dirinya bisa berpikir bahwa warga akan tergusur dari situs. Menurut dia, warga dan situs dapat hidup berdampingan.
Situs ini malah harus terus dirawat masyarakat agar kelestariannya dapat terjaga.

Keberadaan situs juga menguntungkan warga lokal. Jika kreatif, perekonomian masyarakat terangkat oleh semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung.

Percandian Muaro Jambi dapat diusulkan masuk nomine warisan budaya dunia. Situs ini bahkan berpeluang besar lolos, melihat kondisinya yang masih sangat asli. ”Bangunan dan lingkungannya juga relatif dirawat masyarakat setempat sehingga ada kesan tercipta hubungan harmonis antara masyarakat sekitar dan situs,” ujarnya.

Ketua Paguyuban Pemuda Muaro Jambi Hadi mengatakan, pemuda setempat telah mengembangkan tarian topeng bagi orangtua dan anak-anak. Warga juga mengembangkan paket wisata mengelilingi kompleks percandian melalui jalur air.

Wisatawan diajak melintasi kanal kuno menyaksikan 8 candi yang telah dipugar dan puluhan menapo yang bertebaran di sekitarnya. Wisatawan juga diajak berburu durian, menikmati makanan khas lokal (nasi ibat, ikan gabas senggung, gangan kluwak, dan sayur pucuk rotan), serta melihat tari topeng. Satu paket seharga Rp 85.000.

Menyusuri kanal kuno Muaro Jambi sekitar waktu setengah jam serta menyaksikan aktivitas warga di tepi Sungai Senau dan Sungai Melayu yang memancing, menjaring, memasang, atau menombak ikan. Ada pula tradisi memasang tabung mini di tepi kanal yang jadi ruang tidur bagi ikan hias, seperti ikan butia, ikan elang, atau jajubang. Ketika ikan tidur, warga mengangkat tabung, lalu ikan hias berukuran kecil itu dijual.

http://arkeologi.web.id/articles/berita-arkeologi/1339-warga-muaro-jambi-dan-situs-harus-terus-berdampingan