ada sebuah poster besar dengan gambar Candi Gedong. Poster itu benar-benar membangkitkan kembali keinginan penulis yang sudah lama terpendam.
Sabtu pagi, mobil kijang biru meluncur mulus meninggalkan kota Jambi yang dipenuhi poster pemilihan Calon Gubernur 2010-2015, hampir dimana-mana poster besar dari para kandidat yang mencalonkan diri. Kota Jambi mirip sekilas seperti Palembang, tetapi di beberapa tempat wilayah berbukit, sehingga jalan raya naik dan turun, mirip Balikpapan.
Setelah menempuh jarak berjalan 30 km di jalan yang beraspal mulus, kami tiba di lokasi. Sebelum masuk ke lokasi, sebentar kami mampir di tepi Sungai Batanghari di sebuah dermaga penyeberangan sungai. Di lokasi ini Sungai Batanghari yang sedang pasang tampak sangat lebar, mungkin lebih dari 200 meter. Kami parkir di tepi sungai dan perumahan di tepi sungai tampak digenangi air cukup tinggi. Sebuah jalan kampung yang berada tepat di tepi sungai, terendam sampai lebih dari 25 cm.
Sebuah kapal penyeberangan rakyat sedang merapat, baru saja menyeberang dari tepi depan sebelah sana, ke sisi tepi penulis berdiri. Biaya menyeberang per orang Rp. 10 ribu, di atapnya tertulis Asset milik Desa. Seorang ibu setengah baya menjual sayur-mayur di sebuah dermaga pendaratan kapal. Dan di kejauhan di tepi seberang sungai sebuah kapal sedang sandar, memuat crude palm oil yang dihasilkan oleh sebuah pabrik didepannya. Ditepi sungai yang arusnya tampak cukup deras, seorang ibu setengah baya bersama anaknya tampak santai mendayung sampan kecil melaju menyusuri aliran sungai. Sungguh sebuah pagi yang indah dan cerah.
Sebentar kami menikmati keindahan Sungai Batanghari yang sedang meluap. Airnya coklat, dalamnya berkisar 20-30 meter. Ditengahnya tampaknya tenang, hanya saja arus ditepinya tampak cukup kuat. Sungai yang menjadi urat nadi perhubungan dan jalur aktivitas perekonomian jambi sejak jaman dahulu kala.
Kemudian kami meluncur menuju lokasi candi. Di pintu masuk membayar restribusi parkir Rp. 2.000.- per orang. Kami parkir di dekat pos Satpam, dan seorang anak muda mendekati kami memperkenalkan dirinya, Mochtar Hadi panggilan kerennya Borju, seorang pemandu wisata di lokasi ini. Borju kemudian mengantarkan kami mengelilingi kompleks candi dan berceritera panjang lebar.
Kompleks candi ini terletak pada tanggul alam kuno Sungai batanghari sepanjang 7,5 km seluas + 12 Km2 merupakan situs terluas di Indonesia. Ditemukan pertama kalinya pada tahun 1823 oleh seorang Letnan Inggris S.C. Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer.
Situs Purbakala Muarao Jambi berisi 61 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan tanah (menapo). Situs ini diduga dulunya merupakan kompleks percandian agama Hindhu - Budha Mahayana. Kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.
Ada 9 candi yang sudah berhasil direkonstruksi antara lain : Candi Kuto Mahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Telago Rajo, Candi Kembar Batu, dan Candi Astomo. Selain candi besar, juga terdapat beberapa candi kecil yang bertebaran di sepanjang lokasi tersebut.
Candi pertama yang kami datangi adalah Candi Gumpung. Tidak seperti candi di jawa yang terbuat dari batu, candi di kompleks Situs Muaro Jambi semuanya terbuat dari batu bata merah. Berarti pada waktu itu masyarakatnya sudah menguasai teknologi pembuatan batu bata merah yang tampak kuat dan diluarnya mirip seperti keramik. Selain itu tidak ada ruangan dari candi. Mungkin hanya sebuah tempat persembahan karena dari pintu masuknya hanya ada sebuah tangga yang dibatasi dua dinding dan ada sebuah lantai yang datar. Barangkali disinilah semua persembahan diletakkan.
Borju mengatakan batu-batu bata merah eks candi Purba ditemukan pada sebuah gundukan tanah yang disebut menapo. Menapo adalah tumpukan batu mata merah yang sudah tertimbun lumpur dan tanah. Para ahli arkeologi membongkar menapo ini dan merekonstruksi ulang bangunan candi berdasarkan temuan batu bata merah tsb. Menapo dinamakan dari sebuah kejadian, ketika sungai Batanghari meluap, maka binatang sejenis kancil yang bernama Napu selalu berusaha mencari tumpukan batu merah ini dan bertahan diatasnya dari banjir sungai Batanghari. Pada waktu banjir, tumpukan-tumpukan batu itu selalu dihuni oleh napu, oleh sebab itu kemudian dinamakan Menapo.
Bangunan terbesar adalah Candi Gumpung. Gumpung artinya terputus atau tidak utuh. Bangunan yang terbentuk dari tumpukan bata merah ini tampak rata dan rapih berbentuk empat persegi. Didepannya pintu masuknya ada sebuah patung Makara. Konon seharusnya patung Makara ini ada 2 buah di kanan dan kiri pintu masuk candi, tetapi satu buah patung Makara diamankan dan disimpan di Museum di Palembang.
Candi seluas kurang lebih 150 x 150 M2 ini memiliki pagar keliling yang berupa dinding setinggi hanya setengah meter. Borju mengatakan sementara para arkeolog menemukan bahwa pagar candi hanya setinggi itu, dan tidak memberi alternatif kemungkinan bahwa pagar itu barangkali lebih tinggi dari yang sekarang tampak di lokasi. Pintu masuknya sedikit menjorok keluar dan ada sebuah tangga naik yang dibatasi oleh tembok bata di kanan-kirinya. Sampai di atasnya ada sebuah ruangan terbuka 2X3 meter. Dan diatasnya hanya sebuah lantai datar yang cukup luas.
Disebelah kiri depan dari Candi Gumpung ini ada sebuah Menapo yang dilindungi bangunan dengan atap sederhana, tanpa dinding. Dengan memperhatikan Menapo ini, pengunjung dapat membayangkan bagaimana para arkeolog merekonstruksi bangunan candi, hanya dari tumpukan bata yang tadinya tampaknya tidak berarti ini. Sungguh suatu kerja keras yang luar biasa dan layak untuk dihargai tinggi.
Candi yang lain yang terpisah dengan jarak sekitar 500an meter adalah Candi Tanah Tinggi 2, di depannya Candi Tanah Tinggi 1, dan sedikit terpisah agak jauh Candi Kembar Batu seluas kurang lebih 80X80 M2 .
Candi Tanah Tinggi 2 mungkin adalah candi yang paling cantik dan artistik. Candi dengan luas lebih kurang 125X200 M ini masih dalam renovasi. Sebuah stupa dibuat dari batu merah tergeletak dibawah tanah, terletak disebelah kanan Candi. Disebelah kirinya tidak ada, barangkali sudah hancur dimakan jaman. Di candi ini penulis sempat naik Sampai ke puncaknya, mencoba melihat kompleks candi ini secara menyeluruh.
Candi Tanah Tinggi 1 terletak di depan Candi Tanah Tinggi 2, lebih kecil, sangat sederhana, dan tidak terbangun utuh. Barangkali “bahan” untuk merekonstruksi tidak cukup banyak ditemukan. Demikian juga Candi kembar Batu yang sedikit terpisah dan terlindung oleh semak belukar, sehingga seakan-akan terpisah, karena tidak terlihat dari 3 kompeks candi sebelumnya.
Setelah selesai berkeliling di 4 candi ini, kami diantar Borju ke Talago Rajo. Sebuah danau kecil yang diperkirakan dibuat untuk mengatur sirkulasi air di sekitar kompleks candi. Dengan adanya Talago Rajo ini, air dapat dikendalikan sepenuhnya dan tidak melimpah membanjiri kompleks candi. Talago Rajo tampak cukup indah, duduk ditepinya memberi kesan dan suasana teduh, sejuk dan menenteramkan hati.
Akhirnya kami masuk ke ruangan display Situs Muaro jambi di ruangan yang sedang direnovasi ini ada beberapa foto dan dokumentasi penjelasan mengenai situs Muaro Jambi dan beberapa sisa peninggalan benda purbakala yang dipamerkan untuk mendukung penjelasan mengenai situs ini.
Beberapa benda perbekalan didalamnya antara lain : Arca Dwarapala (arca penjaga bangunan suci) dari abad ke-13, yang ditemukan April 2002 di Candi Gedong II, sebuah Belanga dari perunggu ditemukan di Candi Kedaton tahun 1994, Padmasana (tempat duduk arca), tiga patung Gajah dari batu, puluhan batu bata kuno, rata-rata berukuran 18×32 cm dengan tebal 6 sentimeter.
Himbau Kepada Pemda
Sayang renovasi ini belum juga diselesaikan. Seharusnya papan penjelasan di setiap candi segera dituliskan tentang data lengkap tentang candi tersebut. Barangkali karena sedang dalam renovasi, papan tersebut masih dalam keadaan dicat hijau dan kosong, tanpa tulisan apa pun! Meskipun demikian seyogyanya masih dapat ditempelkan tulisan atau uraian ringkas tentang situs yang ada didepannya, sementara menunggu renovasi selesai.
Mengingat begitu pentingnya situs ini seyogyanya situs ini dijaga dan disosialisasikan dengan baik ke dunia luar. Di buku daftar tamu tercatat ada 2 orang pengunjung dari Rusia ini menunjukkan bahwa keberadaan situs ini sudah cukup dikenal di luar Indonesia. Perlu penanganan yang lebih serius dalam mengelola situs ini.
Stupa di Candi Tanah Tinggi2
Borju mengatakan pernah ada upaya memadukan antara wisata agro dengan wisata purbakala. Pengunjung dapat membeli durian dan duku yang banyak terdapat di lokasi sambil mengunjungi situs candi ini. Tetapi kesan umum Kompleks Situs Purbakala Candi Muaro Jambi ini sepi dari pengunjung. Barangkali kurang diperkenalkan ke dunia luar? Padahal katanya Situs Purbakala ini sudah dimasukkan sebagai warisan budaya internasional; seperti tertulis di poster di dalam ruang pameran :
Seribu tahun di rimba bukanlah waktu yang lama, meski ratusan tahun sempat terlantar dan merana 1820, saat S.C. Crooke jelajah sumatera sang perwira inggris itu terangi sekitar rimba berangsur tetapi pasti, kejayaan kuno pun mulai terbaca peradaban nan dahsyat untuk Indonesia tercermin dari warisan yang luar biasa dan kini saatnya, Muaro Jambi menuju dunia
http://herulegowo.wordpress.com/2010/03/30/candi-purba-muaro-jambi/
Sabtu pagi, mobil kijang biru meluncur mulus meninggalkan kota Jambi yang dipenuhi poster pemilihan Calon Gubernur 2010-2015, hampir dimana-mana poster besar dari para kandidat yang mencalonkan diri. Kota Jambi mirip sekilas seperti Palembang, tetapi di beberapa tempat wilayah berbukit, sehingga jalan raya naik dan turun, mirip Balikpapan.
Setelah menempuh jarak berjalan 30 km di jalan yang beraspal mulus, kami tiba di lokasi. Sebelum masuk ke lokasi, sebentar kami mampir di tepi Sungai Batanghari di sebuah dermaga penyeberangan sungai. Di lokasi ini Sungai Batanghari yang sedang pasang tampak sangat lebar, mungkin lebih dari 200 meter. Kami parkir di tepi sungai dan perumahan di tepi sungai tampak digenangi air cukup tinggi. Sebuah jalan kampung yang berada tepat di tepi sungai, terendam sampai lebih dari 25 cm.
Sebuah kapal penyeberangan rakyat sedang merapat, baru saja menyeberang dari tepi depan sebelah sana, ke sisi tepi penulis berdiri. Biaya menyeberang per orang Rp. 10 ribu, di atapnya tertulis Asset milik Desa. Seorang ibu setengah baya menjual sayur-mayur di sebuah dermaga pendaratan kapal. Dan di kejauhan di tepi seberang sungai sebuah kapal sedang sandar, memuat crude palm oil yang dihasilkan oleh sebuah pabrik didepannya. Ditepi sungai yang arusnya tampak cukup deras, seorang ibu setengah baya bersama anaknya tampak santai mendayung sampan kecil melaju menyusuri aliran sungai. Sungguh sebuah pagi yang indah dan cerah.
Sebentar kami menikmati keindahan Sungai Batanghari yang sedang meluap. Airnya coklat, dalamnya berkisar 20-30 meter. Ditengahnya tampaknya tenang, hanya saja arus ditepinya tampak cukup kuat. Sungai yang menjadi urat nadi perhubungan dan jalur aktivitas perekonomian jambi sejak jaman dahulu kala.
Kemudian kami meluncur menuju lokasi candi. Di pintu masuk membayar restribusi parkir Rp. 2.000.- per orang. Kami parkir di dekat pos Satpam, dan seorang anak muda mendekati kami memperkenalkan dirinya, Mochtar Hadi panggilan kerennya Borju, seorang pemandu wisata di lokasi ini. Borju kemudian mengantarkan kami mengelilingi kompleks candi dan berceritera panjang lebar.
Kompleks candi ini terletak pada tanggul alam kuno Sungai batanghari sepanjang 7,5 km seluas + 12 Km2 merupakan situs terluas di Indonesia. Ditemukan pertama kalinya pada tahun 1823 oleh seorang Letnan Inggris S.C. Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer.
Situs Purbakala Muarao Jambi berisi 61 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan tanah (menapo). Situs ini diduga dulunya merupakan kompleks percandian agama Hindhu - Budha Mahayana. Kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.
Ada 9 candi yang sudah berhasil direkonstruksi antara lain : Candi Kuto Mahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Telago Rajo, Candi Kembar Batu, dan Candi Astomo. Selain candi besar, juga terdapat beberapa candi kecil yang bertebaran di sepanjang lokasi tersebut.
Candi pertama yang kami datangi adalah Candi Gumpung. Tidak seperti candi di jawa yang terbuat dari batu, candi di kompleks Situs Muaro Jambi semuanya terbuat dari batu bata merah. Berarti pada waktu itu masyarakatnya sudah menguasai teknologi pembuatan batu bata merah yang tampak kuat dan diluarnya mirip seperti keramik. Selain itu tidak ada ruangan dari candi. Mungkin hanya sebuah tempat persembahan karena dari pintu masuknya hanya ada sebuah tangga yang dibatasi dua dinding dan ada sebuah lantai yang datar. Barangkali disinilah semua persembahan diletakkan.
Borju mengatakan batu-batu bata merah eks candi Purba ditemukan pada sebuah gundukan tanah yang disebut menapo. Menapo adalah tumpukan batu mata merah yang sudah tertimbun lumpur dan tanah. Para ahli arkeologi membongkar menapo ini dan merekonstruksi ulang bangunan candi berdasarkan temuan batu bata merah tsb. Menapo dinamakan dari sebuah kejadian, ketika sungai Batanghari meluap, maka binatang sejenis kancil yang bernama Napu selalu berusaha mencari tumpukan batu merah ini dan bertahan diatasnya dari banjir sungai Batanghari. Pada waktu banjir, tumpukan-tumpukan batu itu selalu dihuni oleh napu, oleh sebab itu kemudian dinamakan Menapo.
Bangunan terbesar adalah Candi Gumpung. Gumpung artinya terputus atau tidak utuh. Bangunan yang terbentuk dari tumpukan bata merah ini tampak rata dan rapih berbentuk empat persegi. Didepannya pintu masuknya ada sebuah patung Makara. Konon seharusnya patung Makara ini ada 2 buah di kanan dan kiri pintu masuk candi, tetapi satu buah patung Makara diamankan dan disimpan di Museum di Palembang.
Candi seluas kurang lebih 150 x 150 M2 ini memiliki pagar keliling yang berupa dinding setinggi hanya setengah meter. Borju mengatakan sementara para arkeolog menemukan bahwa pagar candi hanya setinggi itu, dan tidak memberi alternatif kemungkinan bahwa pagar itu barangkali lebih tinggi dari yang sekarang tampak di lokasi. Pintu masuknya sedikit menjorok keluar dan ada sebuah tangga naik yang dibatasi oleh tembok bata di kanan-kirinya. Sampai di atasnya ada sebuah ruangan terbuka 2X3 meter. Dan diatasnya hanya sebuah lantai datar yang cukup luas.
Disebelah kiri depan dari Candi Gumpung ini ada sebuah Menapo yang dilindungi bangunan dengan atap sederhana, tanpa dinding. Dengan memperhatikan Menapo ini, pengunjung dapat membayangkan bagaimana para arkeolog merekonstruksi bangunan candi, hanya dari tumpukan bata yang tadinya tampaknya tidak berarti ini. Sungguh suatu kerja keras yang luar biasa dan layak untuk dihargai tinggi.
Candi yang lain yang terpisah dengan jarak sekitar 500an meter adalah Candi Tanah Tinggi 2, di depannya Candi Tanah Tinggi 1, dan sedikit terpisah agak jauh Candi Kembar Batu seluas kurang lebih 80X80 M2 .
Candi Tanah Tinggi 2 mungkin adalah candi yang paling cantik dan artistik. Candi dengan luas lebih kurang 125X200 M ini masih dalam renovasi. Sebuah stupa dibuat dari batu merah tergeletak dibawah tanah, terletak disebelah kanan Candi. Disebelah kirinya tidak ada, barangkali sudah hancur dimakan jaman. Di candi ini penulis sempat naik Sampai ke puncaknya, mencoba melihat kompleks candi ini secara menyeluruh.
Candi Tanah Tinggi 1 terletak di depan Candi Tanah Tinggi 2, lebih kecil, sangat sederhana, dan tidak terbangun utuh. Barangkali “bahan” untuk merekonstruksi tidak cukup banyak ditemukan. Demikian juga Candi kembar Batu yang sedikit terpisah dan terlindung oleh semak belukar, sehingga seakan-akan terpisah, karena tidak terlihat dari 3 kompeks candi sebelumnya.
Setelah selesai berkeliling di 4 candi ini, kami diantar Borju ke Talago Rajo. Sebuah danau kecil yang diperkirakan dibuat untuk mengatur sirkulasi air di sekitar kompleks candi. Dengan adanya Talago Rajo ini, air dapat dikendalikan sepenuhnya dan tidak melimpah membanjiri kompleks candi. Talago Rajo tampak cukup indah, duduk ditepinya memberi kesan dan suasana teduh, sejuk dan menenteramkan hati.
Akhirnya kami masuk ke ruangan display Situs Muaro jambi di ruangan yang sedang direnovasi ini ada beberapa foto dan dokumentasi penjelasan mengenai situs Muaro Jambi dan beberapa sisa peninggalan benda purbakala yang dipamerkan untuk mendukung penjelasan mengenai situs ini.
Beberapa benda perbekalan didalamnya antara lain : Arca Dwarapala (arca penjaga bangunan suci) dari abad ke-13, yang ditemukan April 2002 di Candi Gedong II, sebuah Belanga dari perunggu ditemukan di Candi Kedaton tahun 1994, Padmasana (tempat duduk arca), tiga patung Gajah dari batu, puluhan batu bata kuno, rata-rata berukuran 18×32 cm dengan tebal 6 sentimeter.
Himbau Kepada Pemda
Sayang renovasi ini belum juga diselesaikan. Seharusnya papan penjelasan di setiap candi segera dituliskan tentang data lengkap tentang candi tersebut. Barangkali karena sedang dalam renovasi, papan tersebut masih dalam keadaan dicat hijau dan kosong, tanpa tulisan apa pun! Meskipun demikian seyogyanya masih dapat ditempelkan tulisan atau uraian ringkas tentang situs yang ada didepannya, sementara menunggu renovasi selesai.
Mengingat begitu pentingnya situs ini seyogyanya situs ini dijaga dan disosialisasikan dengan baik ke dunia luar. Di buku daftar tamu tercatat ada 2 orang pengunjung dari Rusia ini menunjukkan bahwa keberadaan situs ini sudah cukup dikenal di luar Indonesia. Perlu penanganan yang lebih serius dalam mengelola situs ini.
Stupa di Candi Tanah Tinggi2
Borju mengatakan pernah ada upaya memadukan antara wisata agro dengan wisata purbakala. Pengunjung dapat membeli durian dan duku yang banyak terdapat di lokasi sambil mengunjungi situs candi ini. Tetapi kesan umum Kompleks Situs Purbakala Candi Muaro Jambi ini sepi dari pengunjung. Barangkali kurang diperkenalkan ke dunia luar? Padahal katanya Situs Purbakala ini sudah dimasukkan sebagai warisan budaya internasional; seperti tertulis di poster di dalam ruang pameran :
Seribu tahun di rimba bukanlah waktu yang lama, meski ratusan tahun sempat terlantar dan merana 1820, saat S.C. Crooke jelajah sumatera sang perwira inggris itu terangi sekitar rimba berangsur tetapi pasti, kejayaan kuno pun mulai terbaca peradaban nan dahsyat untuk Indonesia tercermin dari warisan yang luar biasa dan kini saatnya, Muaro Jambi menuju dunia
http://herulegowo.wordpress.com/2010/03/30/candi-purba-muaro-jambi/