Kesibukan itu mulai tampak sejak pukul 10.00. Umat mengawalinya dengan bersembahyang mengantar Dewa Dapur ke kahyangan. Mereka membakar dupa, lalu menyajikan sejumlah persembahan buah-buahan, seperti apel, jeruk, dan pir. Seusai sembahyang, kesibukan bersih-bersih klenteng pun dimulai. Semua patung dewa yang berada di depan altar diturunkan, seperti Dewa Sam Ong Hu Tua Lang, Lam Hai Kwan Im, Hian Thien Siong Tee, Go Hu Tua Lang, dan Kwan Seng Tai Tee.
Hanya Dewa Hook Hi Tee Sien yang tidak dipindahkan. Menurut rohaniwan setempat, The Lien Teng, Dewa Hook yang patungnya setinggi 1 meter itu merupakan dewa utama di klenteng. Untuk membersihkannya, umat tidak menurunkan patungnya karena terlalu berat. Mereka membersihkan debu di sekelilingnya dengan kuas dan mengelapnya dengan kain halus.
Sejak Kamis pekan lalu, lampion-lampion berwarna merah juga mulai dipasang di langit-langit bangunan klenteng. Begitu juga sejumlah kaligrafi bertuliskan aksara Tionghoa yang menceritakan tugas Dewa Hook di masa silam dicat kembali dengan warna emas.
Lien Teng mengatakan, gotong royong membersihkan klenteng merupakan tradisi menjelang Imlek. Selama seharian itu, umat mencurahkan seluruh waktunya untuk tempat ibadah mereka karena pada hari berikutnya umat mulai membersihkan rumahnya masing-masing dan menyiapkan berbagai jenis makanan untuk menyambut tahun baru.
Perayaan Imlek di kawasan pecinan Kota Jambi selalu marak setiap tahun. Selain ratusan ribu warga yang berkumpul, termasuk anggota keluarga yang mudik ke Jambi, atraksi barongsai juga ikut menyemarakkan perayaan ini. Pada 3 Februari, barongsai keliling akan memulai tradisinya mengelilingi kampung-kampung warga Tionghoa, mulai dari Jelutung, Cempaka Putih, Talang Jauh, Talang Banjar, hingga Tanjung Pinang. Begitu banyak umat berdiri di depan rumah, menunggu atraksi barongsai lewat, dan tak sedikit pula yang mengikuti rombongan ini hingga selesai.
Selain itu, panitia juga akan menggelar ritual Po Un, yaitu mengelilingi dapur klenteng hingga 12 kali. Ritual ini sebagai bagian dari penghormatan atas 12 shio. Melalui ritual ini pula, umat berharap akan memperoleh keberuntungan di tahun yang baru.
Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia (Makin) Jambi Dharmadi Tekun mengatakan, walaupun hanya sekitar 2.000 penganut Konghucu di Kota Jambi, warga yang merayakan Imlek jauh lebih besar. ”Kita semua saling berkunjung dari satu rumah ke rumah lain,” tuturnya.
Tidak hanya berkunjung ke rumah keluarganya, umat juga mengunjungi semua klenteng di Kota Jambi yang berjumlah 26 klenteng. Menurut Dharmadi, semua klenteng dikunjungi satu per satu untuk bersembahyang karena dewa yang ada di tiap klenteng berbeda-beda. ”Umat memberikan penghormatan dan bersembahyang kepada semua dewa di tiap-tiap klenteng,” lanjutnya. (Irma Tambunan)
http://regional.kompas.com/read/2011/02/01/11035078/
Hanya Dewa Hook Hi Tee Sien yang tidak dipindahkan. Menurut rohaniwan setempat, The Lien Teng, Dewa Hook yang patungnya setinggi 1 meter itu merupakan dewa utama di klenteng. Untuk membersihkannya, umat tidak menurunkan patungnya karena terlalu berat. Mereka membersihkan debu di sekelilingnya dengan kuas dan mengelapnya dengan kain halus.
Sejak Kamis pekan lalu, lampion-lampion berwarna merah juga mulai dipasang di langit-langit bangunan klenteng. Begitu juga sejumlah kaligrafi bertuliskan aksara Tionghoa yang menceritakan tugas Dewa Hook di masa silam dicat kembali dengan warna emas.
Lien Teng mengatakan, gotong royong membersihkan klenteng merupakan tradisi menjelang Imlek. Selama seharian itu, umat mencurahkan seluruh waktunya untuk tempat ibadah mereka karena pada hari berikutnya umat mulai membersihkan rumahnya masing-masing dan menyiapkan berbagai jenis makanan untuk menyambut tahun baru.
Perayaan Imlek di kawasan pecinan Kota Jambi selalu marak setiap tahun. Selain ratusan ribu warga yang berkumpul, termasuk anggota keluarga yang mudik ke Jambi, atraksi barongsai juga ikut menyemarakkan perayaan ini. Pada 3 Februari, barongsai keliling akan memulai tradisinya mengelilingi kampung-kampung warga Tionghoa, mulai dari Jelutung, Cempaka Putih, Talang Jauh, Talang Banjar, hingga Tanjung Pinang. Begitu banyak umat berdiri di depan rumah, menunggu atraksi barongsai lewat, dan tak sedikit pula yang mengikuti rombongan ini hingga selesai.
Selain itu, panitia juga akan menggelar ritual Po Un, yaitu mengelilingi dapur klenteng hingga 12 kali. Ritual ini sebagai bagian dari penghormatan atas 12 shio. Melalui ritual ini pula, umat berharap akan memperoleh keberuntungan di tahun yang baru.
Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia (Makin) Jambi Dharmadi Tekun mengatakan, walaupun hanya sekitar 2.000 penganut Konghucu di Kota Jambi, warga yang merayakan Imlek jauh lebih besar. ”Kita semua saling berkunjung dari satu rumah ke rumah lain,” tuturnya.
Tidak hanya berkunjung ke rumah keluarganya, umat juga mengunjungi semua klenteng di Kota Jambi yang berjumlah 26 klenteng. Menurut Dharmadi, semua klenteng dikunjungi satu per satu untuk bersembahyang karena dewa yang ada di tiap klenteng berbeda-beda. ”Umat memberikan penghormatan dan bersembahyang kepada semua dewa di tiap-tiap klenteng,” lanjutnya. (Irma Tambunan)
http://regional.kompas.com/read/2011/02/01/11035078/