Hio itu merupakan sebuah tradisi sebagaimana bunga di barat sana. Hio digunakan karena simbolisasi juga, karena asapnya membumbung ke atas dan disimbolkan sebagai satu macam pendekatan dengan dewa-dewi (shen ming) di atas sana.
Lalu beberapa macam hio juga wangi dan dapat bermakna sebagai penyucian batin dan lingkungan. Ada banyak orang yang bertanya-tanya, kalau pindah agama boleh gak pegang hio yah? Yah, gak masalahlah, wong hio itu gak ada kaitannya dengan agama apapun. Itu hanya tradisi tok. Bandingkan tradisi menghormati dengan bunga di barat dengan tradisi menghormati pakai hio di Tiongkok? Jangan berpikiran sempit. Saya masih sering bingung kalau masih banyak yang merasa sebuah tradisi diadopsi oleh sebuah agama, lalu jadilah tradisi itu haram untuk agama lain.
Dupa atau sering kali disebut Hsiang (Mandarin) atau Hio (Hokkian) adalah salah satu unsur yang eksis dalam kebudayaan Tionghoa selama ribuan tahun. Dupa digunakan dalam acara penghormatan kepada leluhur dan acara-acara ritual keagamaan beberapa agama yang ada di Tiongkok. Asal usul dupa pertama kali sebenarnya bukanlah langsung digunakan untuk penyembahan atau penghormatan. Dupa masuk bersamaan dengan masuknya agama Buddha ke China. Dikatakan bahwa sewaktu Buddha Sakyamuni menyebarkan ajarannya kepada para pengikut, karena cuaca yang panas, kebanyakan murid-muridnya tak dapat berkonsentrasi, merasa mengantuk dalam mendengarkan wejangan dari Buddha Sakyamuni. Maka untuk mengatasi hal ini, orang-orang kemudian membakar kayu harum dan wangi untuk mengharumkan udara dan meningkatkan konsentrasi. Kemudian tradisi ini menjadi kebiasaan dalam agama Buddha dan terbawa ke China dalam penyebarannya.
Dupa kemudian diadopsi oleh agama dan kepercayaan lain yang telah lama ada di China sebelum agama Buddha masuk. Sehingga dupa menjadi sebuah alat dalam ritual dan tradisi kebudayaan Tionghoa selama ribuan tahun, baik dalam menghormati leluhur, menghormati dewa-dewi dalam agama-agama tertentu di China dan juga tentunya oleh penganut agama Buddha sendiri.
Tradisi ini kemudian diperlambangkan sebagai sebuah alat untuk berkomunikasi dengan leluhur, dewa-dewi dalam agama tertentu ataupun sang Buddha sendiri. Ini terutama karena anggapan bahwa wewangian yang menyebar dalam udara adalah salah satu bentuk penghormatan kepada yang dipuja. Asap dari dupa yang bergerak ke atas juga sebagai perlambang bahwa niat kita untuk menghormati ataupun memuja akan sampai kepada tujuannya karena anggapan umum semua bangsa dan agama di dunia (saya kira bukan hanya dalam agama-agama tertentu) bahwa yang kita puja itu baik Tuhan (Thian), Allah, Buddha, leluhur dan lain - lainnya yang derajatnya lebih tinggi daripada manusia bertempat di atas langit. Dupa juga dipercaya digunakan dalam acara ritual untuk menghormati leluhur ataupun dewa-dewi dalam agama tertentu di China sebagai pengganti persembahan lainnya seperti kurban-kurban makhluk bernyawa.
Selain itu dari versi lain Berdasarkan kitab Zhou Li (tata krama dinasti Zhou) ditulis kalau untuk menghormati Huang Tian adalah dengan Yin. Yin adalah asap yang membumbung karena kayu (harum)yang dibakar. Pada tulisan Bunsu Sidartanto Buanadjaya, yang berjudul "Ru Jiao - Selayang Pandang Kesejarahan Wahyu dan Kitab Sucinya Sepanjang Kurun Waktu 5000 Tahun", Ong Kun salah satu menteri dari Oey Tee (Huang Di=Kaisar Kuning) adalah penemu Than Hio yang dipakai sebagai wewangian pada upacara sembahyang. Jauh lebih lama dari waktu masuknya agama Buddha ke Tiongkok (waktu Dinasti Han).
Catatan lain di Indonesia dikenal dengan Kemenyan, kemenyan adalah sejenis dupa, Sebenar pemakaian dupa dan pengenalan dupa berasal dari India pada era 7000 SM, pemakaian dupa sudah dikenal di India karena dupa pertama kali digunakan. Fungsi kemenyan sama seperti pembakaran dupa.
Cara sembahyang di kelenteng untuk orang awam pada umumnya dengan menggunakan hio. Hio digunakan karena simbolisasi juga, karena asapnya membumbung ke atas dan disimbolkan sebagai satu macam pendekatan dengan dewa-dewi di atas sana. Lalu beberapa macam hio juga wangi dan dapat bermakna sebagai penyucian batin dan lingkungan. Ada banyak orang yang bertanya2, kalau pindah agama boleh gak pegang hio yah? Yah, gak masalahlah, hio itu gak ada kaitannya dengan agama apapun. Itu hanya tradisi dan bersifat medium atau alat sembahyang saja. (Kristan)
Sumber: http://www.confucian.me/profiles/blogs/hio-dalam-tradisi-tionghoa?xg_source=activity
Dupa atau sering kali disebut Hsiang (Mandarin) atau Hio (Hokkian) adalah salah satu unsur yang eksis dalam kebudayaan Tionghoa selama ribuan tahun. Dupa digunakan dalam acara penghormatan kepada leluhur dan acara-acara ritual keagamaan beberapa agama yang ada di Tiongkok. Asal usul dupa pertama kali sebenarnya bukanlah langsung digunakan untuk penyembahan atau penghormatan. Dupa masuk bersamaan dengan masuknya agama Buddha ke China. Dikatakan bahwa sewaktu Buddha Sakyamuni menyebarkan ajarannya kepada para pengikut, karena cuaca yang panas, kebanyakan murid-muridnya tak dapat berkonsentrasi, merasa mengantuk dalam mendengarkan wejangan dari Buddha Sakyamuni. Maka untuk mengatasi hal ini, orang-orang kemudian membakar kayu harum dan wangi untuk mengharumkan udara dan meningkatkan konsentrasi. Kemudian tradisi ini menjadi kebiasaan dalam agama Buddha dan terbawa ke China dalam penyebarannya.
Dupa kemudian diadopsi oleh agama dan kepercayaan lain yang telah lama ada di China sebelum agama Buddha masuk. Sehingga dupa menjadi sebuah alat dalam ritual dan tradisi kebudayaan Tionghoa selama ribuan tahun, baik dalam menghormati leluhur, menghormati dewa-dewi dalam agama-agama tertentu di China dan juga tentunya oleh penganut agama Buddha sendiri.
Tradisi ini kemudian diperlambangkan sebagai sebuah alat untuk berkomunikasi dengan leluhur, dewa-dewi dalam agama tertentu ataupun sang Buddha sendiri. Ini terutama karena anggapan bahwa wewangian yang menyebar dalam udara adalah salah satu bentuk penghormatan kepada yang dipuja. Asap dari dupa yang bergerak ke atas juga sebagai perlambang bahwa niat kita untuk menghormati ataupun memuja akan sampai kepada tujuannya karena anggapan umum semua bangsa dan agama di dunia (saya kira bukan hanya dalam agama-agama tertentu) bahwa yang kita puja itu baik Tuhan (Thian), Allah, Buddha, leluhur dan lain - lainnya yang derajatnya lebih tinggi daripada manusia bertempat di atas langit. Dupa juga dipercaya digunakan dalam acara ritual untuk menghormati leluhur ataupun dewa-dewi dalam agama tertentu di China sebagai pengganti persembahan lainnya seperti kurban-kurban makhluk bernyawa.
Selain itu dari versi lain Berdasarkan kitab Zhou Li (tata krama dinasti Zhou) ditulis kalau untuk menghormati Huang Tian adalah dengan Yin. Yin adalah asap yang membumbung karena kayu (harum)yang dibakar. Pada tulisan Bunsu Sidartanto Buanadjaya, yang berjudul "Ru Jiao - Selayang Pandang Kesejarahan Wahyu dan Kitab Sucinya Sepanjang Kurun Waktu 5000 Tahun", Ong Kun salah satu menteri dari Oey Tee (Huang Di=Kaisar Kuning) adalah penemu Than Hio yang dipakai sebagai wewangian pada upacara sembahyang. Jauh lebih lama dari waktu masuknya agama Buddha ke Tiongkok (waktu Dinasti Han).
Catatan lain di Indonesia dikenal dengan Kemenyan, kemenyan adalah sejenis dupa, Sebenar pemakaian dupa dan pengenalan dupa berasal dari India pada era 7000 SM, pemakaian dupa sudah dikenal di India karena dupa pertama kali digunakan. Fungsi kemenyan sama seperti pembakaran dupa.
Cara sembahyang di kelenteng untuk orang awam pada umumnya dengan menggunakan hio. Hio digunakan karena simbolisasi juga, karena asapnya membumbung ke atas dan disimbolkan sebagai satu macam pendekatan dengan dewa-dewi di atas sana. Lalu beberapa macam hio juga wangi dan dapat bermakna sebagai penyucian batin dan lingkungan. Ada banyak orang yang bertanya2, kalau pindah agama boleh gak pegang hio yah? Yah, gak masalahlah, hio itu gak ada kaitannya dengan agama apapun. Itu hanya tradisi dan bersifat medium atau alat sembahyang saja. (Kristan)
Sumber: http://www.confucian.me/profiles/blogs/hio-dalam-tradisi-tionghoa?xg_source=activity