"Kita berupaya untuk mencari jalan terbaik, agar gajah-gajah yang ada tetaplestari dan tidak terjadi konflik dengan manusia, terutama di kawasan Kabupaten Sarolangun dan Batanghari. Salah satu cara dengan memiliki habitat khusus", kata Trisiswo, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, kepada Banyurawa, belum lama ini.
Lokasi yang dipilih tersebut, yakni di dalam kawasan hutan seluas 101 ribu hektare lebih, milik PT Restorasi Ekosistem Konservasi Indonesia (REKI). "Saya sudah bicarakan itu dengan pihak PT REKI dan mereka telah menamininya", ujarnya.
Langkah ini diambil setelah adanya pengaduan dari warga Tranmigrasi Sosial Dusun III Spintun, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, mengaku sejak Januari lalu sedikitnya 200 hektare kebun karet mereka rusak akibat amukan 17 ekor gajah.
"Setelah saya menurunkan tim khusus ke lokasi kejadian, ternyata kawanan gajah tersebut jauh dari pemukiman penduduk dan kebun warga itu memang dibuat di dalam kawasan hutan prosuksi. Warga sendiri sudah melanggar ketentuan", kata Trisiswo.
Menurut Trisiswo, di perbatasan lingkup habitat gajah itu nanti ada dua kemungkinan untuk menjaga supaya gajah-gaajah tersebut tetap berada dalam haabitatnya, yakni dengan cara memasang kabel listrik aatau dengan membuat kanal di sepanjang perbatasan.
"Perlu dipikirkan itu, karena di sekeliling rencana habitat baru tersebut banyak terdapat permukiman warga dan kebun milik masyarakat desa sekitar maupun perkebunan besar. Misalnya di perbatasan itu sedang dibangun kebun hutan tanaman industri karet oleh PT Alam Lestari Nusantara", ujarnya.
Feri Irawan, Ketua LSM Perkumpulan Hijau Jambi, salah satu LSM yang mengadvokasi warga Spintun, mengakui jika warga Spintun telah merambah kawasan hutan produksi untuk dijadikan kebun. Namun menurut dia, masyarakat tidak salah, karena sebelumnya tidak mengetahui jika kawasan yang warga garap itu dalam kawasan hutan produksi.
Darman Ginting, manajer PT ALN, kepada Tempo, membantah jika dikatakan mengamuknya kawanan gajah tersebut akibat aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan pihaknya.
"Lokasi izin usaha HTI karet 10.500 hektare yang kita punya bukan merupakan habitat gajah, karena lokasi itu dataran tinggi dan berbukit-bukit, sementara gajah sendiri lebih menyukai dataran rendah. Namun, jika kawasan tersebut merupakan daerah pelintas gajah itu mungkin saja", ujarnya.
Darman mengakui, pihaknya menyambut baik atas rencana pemerintah melalui BKSDA tersebut, karena tidak hanya pihaknya yang akan terbantu, tapi juga seluruh warga masyarakat yang menggantungkan hidup di sekitar kawasan itu.(SYAIPUL BAKHORI)
Lokasi yang dipilih tersebut, yakni di dalam kawasan hutan seluas 101 ribu hektare lebih, milik PT Restorasi Ekosistem Konservasi Indonesia (REKI). "Saya sudah bicarakan itu dengan pihak PT REKI dan mereka telah menamininya", ujarnya.
Langkah ini diambil setelah adanya pengaduan dari warga Tranmigrasi Sosial Dusun III Spintun, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, mengaku sejak Januari lalu sedikitnya 200 hektare kebun karet mereka rusak akibat amukan 17 ekor gajah.
"Setelah saya menurunkan tim khusus ke lokasi kejadian, ternyata kawanan gajah tersebut jauh dari pemukiman penduduk dan kebun warga itu memang dibuat di dalam kawasan hutan prosuksi. Warga sendiri sudah melanggar ketentuan", kata Trisiswo.
Menurut Trisiswo, di perbatasan lingkup habitat gajah itu nanti ada dua kemungkinan untuk menjaga supaya gajah-gaajah tersebut tetap berada dalam haabitatnya, yakni dengan cara memasang kabel listrik aatau dengan membuat kanal di sepanjang perbatasan.
"Perlu dipikirkan itu, karena di sekeliling rencana habitat baru tersebut banyak terdapat permukiman warga dan kebun milik masyarakat desa sekitar maupun perkebunan besar. Misalnya di perbatasan itu sedang dibangun kebun hutan tanaman industri karet oleh PT Alam Lestari Nusantara", ujarnya.
Feri Irawan, Ketua LSM Perkumpulan Hijau Jambi, salah satu LSM yang mengadvokasi warga Spintun, mengakui jika warga Spintun telah merambah kawasan hutan produksi untuk dijadikan kebun. Namun menurut dia, masyarakat tidak salah, karena sebelumnya tidak mengetahui jika kawasan yang warga garap itu dalam kawasan hutan produksi.
Darman Ginting, manajer PT ALN, kepada Tempo, membantah jika dikatakan mengamuknya kawanan gajah tersebut akibat aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan pihaknya.
"Lokasi izin usaha HTI karet 10.500 hektare yang kita punya bukan merupakan habitat gajah, karena lokasi itu dataran tinggi dan berbukit-bukit, sementara gajah sendiri lebih menyukai dataran rendah. Namun, jika kawasan tersebut merupakan daerah pelintas gajah itu mungkin saja", ujarnya.
Darman mengakui, pihaknya menyambut baik atas rencana pemerintah melalui BKSDA tersebut, karena tidak hanya pihaknya yang akan terbantu, tapi juga seluruh warga masyarakat yang menggantungkan hidup di sekitar kawasan itu.(SYAIPUL BAKHORI)