DEPOK, KOMPAS.com — Pengguna nomor seluler tentu bertanya-tanya, mengapa data pribadi bisa dipakai pelaku penipuan? Melalui data pribadi itu, pelaku mengirim pesan yang sesungguhnya berisi jebakan ke pengguna nomor seluler, kemudian menangguk untung dari praktik tersebut.
Pakar digital forensik, Ruby Z Alamsyah, menduga kebocoran data tersebut dari sindikat "pedagang data". Sindikat tersebut sudah bekerja terorganisasi dengan menyiapkan sistem kejahatan mereka. Beberapa di antara mereka pernah terlibat dalam kerja sama dengan pihak perbankan yang dilibatkan sebagai pihak ketiga, misalnya, dalam urusan pembuatan kartu kredit.
"Ini bukan salah pihak bank, melainkan pihak ketiga yang memanfaatkan data tersebut untuk kejahatan," kata Ruby, Selasa (4/10/2011).
Mereka secara terbuka bertransaksi di internet menawarkan pihak lain yang berminat dengan data. Hanya dengan Rp 150.000, seseorang dapat membeli database yang berisi ribuan data valid, seperti nama, alamat, dan nomor telepon.
Dari data itu, pelaku penipuan mengirim instruksi palsu yang biasanya dengan *xxx*yyy# ke pengguna nomor telepon seluler. Instruksi ini sebenarnya adalah cara untuk mendaftarkan pengguna nomor telepon seluler menjadi pelanggan pesan pendek (SMS) premium dengan tarif tertentu.
Modus yang berkembang sejauh ini, pelaku memberi iming-iming promosi atau hadiah. Maka, untuk mendapatkannya, pelanggan dipersilakan menekan *xxx*yyy#. Menurut Ruby, konsumen harus mengambil langkah hukum agar masalah ini terurai jelas. Berdasarkan laporan konsumen, polisi dapat membongkar jaringan yang selama ini meresahkan masyarakat pengguna nomor seluler.