Ahmad, yang baru satu bulan mengadu nasib di "Pulau Dewata" ini, berasal dari keluarga petani di Desa Kesambi Rampak, Kapongan, Situbondo, Jawa Timur. Ia putra ketiga pasangan Sali dan Akmauwiyah. Sejak kecil, ia terbiasa hidup prihatin.
Orangtuanya yang hanya bekerja sebagai petani harus membiayai tujuh anak. Keterbatasan ekonomi dan kemampuan finansial pun membuat Ahmad tak bisa melanjutkan pendidikan ke SMA. Ia menamatkan pendidikan terakhirnya di MTs Nurul Hikam, Situbondo.
"SMA berhenti enggak ada biayanya," ujar Ahmad saat ditemui di tempat kerja sekaligus tempat tinggalnya, Bank Sampah Arta Ayu, Denpasar, Sabtu (6/4/2013) siang.
Setelah menamatkan pendidikan menengah pertamanya, Ahmad bekerja serabutan dengan menjadi buruh bangunan. "Apa saja dilakonin yang penting halal," ujar Ahmad.
Sekitar sebulan lalu, ia mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai pemulung di Bali oleh teman sekampungnya. Tanpa pikir panjang, Ahmad langsung menyambut tawaran itu. Gaji yang diterimanya sebesar Rp 700.000 per bulan. Ia cukup bersyukur karena dengan penghasilannya, Ahmad dapat menyisihkan untuk dikirimkan kepada orangtua di Situbondo.
Ia masih berharap dapat meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Saat ditanya cita-citanya, Ahmad dengan semangat menjawab, "Kepengen jadi wartawan. Dari SD ditanyain guru cita-citanya apa, pengen jadi wartawan, soalnya suka lihat berita," ungkapnya. (Selesai)