TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai NasDem beberapa hari silam sepakat untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas dugaan kecurangan pemilu legislatif nasional dan adanya laporan pidana Partai NasDem Jawa Barat terhadap KPU Jawa Barat.
Langkah itu ditanggapi positif oleh politisi muda PDIP, Fahmi Habsyi. Menurut Fahmi, Pemilu Legislatif 2014 merupakan yang paling memalukan dan menjijikkan dalam sejarah pemilu pascareformasi.
"Publik terbelalalak matanya atas apa yang disampaikan Ahmad Yani PPP dan artis Anwar Fuadi di acara dialog TV nasional. Betapa kecurangan dan transaksi politik oleh caleg dengan penyelenggara pemilu daerah Sumsel bagaikan transaksi 'rumah bordil' antara 'bromocorah politik' dengan 'pelacur' demokrasi,” ujar Fahmi dalam perbincangan dengan Tribunnews di Jakarta, Jumat (2/5) pagi.
Fahmi menjelaskan wajar saja PDIP menggugat ke MK karena sikap politik Megawati tidak berubah sebagaimana pidato Megawati Soekarnoputri dalam Deklarasi Pemilu Damai 2009 di Bidakara yang masih relevan dengan pemilu 2014 ini.
Pada kesempatan 5 tahun lalu itu Megawati mengungkapkan rekayasa apapun yang dilakukan siapapun adalah perbuatan kriminal politik yang mencederai hak rakyat. Tidak boleh ada politik uang, tidak boleh ada praktik penyuapan.
"Suksesnya pemilu tidak ditentukan siapa yang menang ataupun yang kalah, tapi apakah pemilu digelar dengan fair oleh insitusi penyelenggara yang netral dan tidak diintervensi," tutur salah satu deklarator jaringan pemantau Pemilu UNFREL 1999 ini.
“Jangankan di Sumsel, di kota Depok yang dekat dengan Jakarta saja bertaburan kecurangan Pemilu antar caleg dan partai. Info yang saya terima dari panwas kota Depok sekarang "meledak" di Tapos, Sukmajaya, Pancoran Mas, Cilangkap, Bojongsari, Cipayung," terang Fahmi.
Menurut Fahmi, Depok merupakan ”kotak pandora” kecurangan pemilu nasional dan jual beli suara sistematis. "Jika memang Hadar Gumay dkk serta Bawaslu serius menginvestigasi kecurangan pileg ini, wacana penundaan pelaksanaan Pilpres 2014 yang sekarang merebak tidak perlu ada. Gimana mau pilpres lha wong pileg aja kedodoran, “ ujar Fahmi.
Fahmi menyarankan sebagai wujud nyata reformasi di tubuh Polri agar Kapolri dan Kapolda Metro Jaya memberikan apresiasi positif dan atensi khusus kepada Kapolres Depok yang baru dilantik serta jajaran Intelkamnya.
"Mereka telah menunaikan langkah cepat menyidik tindak pidana Pemilu di Depok yang masif dan tersistematis yang melibatkan caleg dan pengurus partai serta oknum PPK dan PPS, walau belum terlihat tanda-tanda progres positif sebagaimana telah berhasil ditindaklanjuti oleh jajaran kepolisian lainnya di Jawa Barat," tutur Fahmi.
“Saya berani yakin 1000 persen tidak ada satupun anggota DPR terpilih dari Depok yang berani bersumpah di atas kitab suci Injil atau Al Quran di depan jutaan pemirsa TV sebagaimana dilakukan Anwar Fuadi pada acara tiga hari lalu. Jika ada yang berani lakukan itu, berarti KPK dan Kejaksaan tidak perlu lagi mengawasi anggota dewan dalam tindak pidana korupsi di periode mendatang,“ tutupnya.
https://id.berita.yahoo.com/politisi-muda-pdip-sebut-pileg-2014-paling-memalukan-034903029.html
"Publik terbelalalak matanya atas apa yang disampaikan Ahmad Yani PPP dan artis Anwar Fuadi di acara dialog TV nasional. Betapa kecurangan dan transaksi politik oleh caleg dengan penyelenggara pemilu daerah Sumsel bagaikan transaksi 'rumah bordil' antara 'bromocorah politik' dengan 'pelacur' demokrasi,” ujar Fahmi dalam perbincangan dengan Tribunnews di Jakarta, Jumat (2/5) pagi.
Fahmi menjelaskan wajar saja PDIP menggugat ke MK karena sikap politik Megawati tidak berubah sebagaimana pidato Megawati Soekarnoputri dalam Deklarasi Pemilu Damai 2009 di Bidakara yang masih relevan dengan pemilu 2014 ini.
Pada kesempatan 5 tahun lalu itu Megawati mengungkapkan rekayasa apapun yang dilakukan siapapun adalah perbuatan kriminal politik yang mencederai hak rakyat. Tidak boleh ada politik uang, tidak boleh ada praktik penyuapan.
"Suksesnya pemilu tidak ditentukan siapa yang menang ataupun yang kalah, tapi apakah pemilu digelar dengan fair oleh insitusi penyelenggara yang netral dan tidak diintervensi," tutur salah satu deklarator jaringan pemantau Pemilu UNFREL 1999 ini.
“Jangankan di Sumsel, di kota Depok yang dekat dengan Jakarta saja bertaburan kecurangan Pemilu antar caleg dan partai. Info yang saya terima dari panwas kota Depok sekarang "meledak" di Tapos, Sukmajaya, Pancoran Mas, Cilangkap, Bojongsari, Cipayung," terang Fahmi.
Menurut Fahmi, Depok merupakan ”kotak pandora” kecurangan pemilu nasional dan jual beli suara sistematis. "Jika memang Hadar Gumay dkk serta Bawaslu serius menginvestigasi kecurangan pileg ini, wacana penundaan pelaksanaan Pilpres 2014 yang sekarang merebak tidak perlu ada. Gimana mau pilpres lha wong pileg aja kedodoran, “ ujar Fahmi.
Fahmi menyarankan sebagai wujud nyata reformasi di tubuh Polri agar Kapolri dan Kapolda Metro Jaya memberikan apresiasi positif dan atensi khusus kepada Kapolres Depok yang baru dilantik serta jajaran Intelkamnya.
"Mereka telah menunaikan langkah cepat menyidik tindak pidana Pemilu di Depok yang masif dan tersistematis yang melibatkan caleg dan pengurus partai serta oknum PPK dan PPS, walau belum terlihat tanda-tanda progres positif sebagaimana telah berhasil ditindaklanjuti oleh jajaran kepolisian lainnya di Jawa Barat," tutur Fahmi.
“Saya berani yakin 1000 persen tidak ada satupun anggota DPR terpilih dari Depok yang berani bersumpah di atas kitab suci Injil atau Al Quran di depan jutaan pemirsa TV sebagaimana dilakukan Anwar Fuadi pada acara tiga hari lalu. Jika ada yang berani lakukan itu, berarti KPK dan Kejaksaan tidak perlu lagi mengawasi anggota dewan dalam tindak pidana korupsi di periode mendatang,“ tutupnya.
https://id.berita.yahoo.com/politisi-muda-pdip-sebut-pileg-2014-paling-memalukan-034903029.html
* www.ayojambi.com/