JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Solok, Sumatera Barat, Syamsu Rohim menceritakan pengalamannya sewaktu mengikuti pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh DPRD. IA MENGAKU HARUS MENYETOR UANG KEPADA ANGGOTA DPRD DAN PARTAI PENGUSUNGNYA AGAR MENANG DALAM PILKada.
"SAYA SUDAH BERAPA KALI IKUT PEMILIHAN, KETIKA ANGGOTA DEWAN MEMILIH, ITU UANG. PARTAI DIBELI, ANGGOTA DEWAN DIBELI, AKHIRNYA KALAH KARENA DIHIMPIT OLEH ORANG LAIN YANG LEBIH BESAR," kata Syamsu di acara pertemuan pertemuan Apkasi dan Apeksi tolak RUU Pilkada di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (11/9/2014), seperti dikutip Tribunnews.com.
Menurut Syamsu, peristiwa anggota DPRD meminta uang terjadi pada 2003 ketika maju sebagai kepala daerah di Sawahlunto. Dirinya diminta uang sebesar Rp 250 juta untuk masing-masing anggota DPRD yang memilihnya.
"KARENA TIDAK PUNYA UANG, SAYA KALAH. ITU BELUM PARTAI, BELUM LAGI FRAKSINYA. DULUKAN PEMILIHAN ITU ADA FRAKSI TNI-POLRI, PARPOL, KETIKA SAYA BERKOALISI DENGAN YANG BUKAN PARTAI SAYA SEKARANG (GOLKAR) KITA HARUS MEMBAYAR KEPADA MEREKA," tuturnya.
Untuk itu, ia berharap pemilihan kepala daerah tetap dipilih langsung oleh rakyat guna menghindarkan peristiwa-peristiwa seperti tersebut. (baca: Bupati dari Golkar Ini Tolak Pilkada oleh DPRD)
"Kepala Daerah harus dipilih rakyat, kalau tidak mau kembali ke zaman orde baru," ucapnya.
RUU Pilkada saat ini tengah dalam pembahasan di Panitia Kerja DPR. Mekanisme pemilihan kepala daerah salah satu isu yang menjadi sorotan. Sebelum Pilpres 2014, tak ada parpol yang ingin kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Namun, kini seluruh parpol koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Amanat Nasional, ditambah Partai Demokrat berubah sikap dan menginginkan agar pilkada dipilih oleh DPRD.
http://nasional.kompas.com/read/2014/09/11/14542201/
Menurut Syamsu, peristiwa anggota DPRD meminta uang terjadi pada 2003 ketika maju sebagai kepala daerah di Sawahlunto. Dirinya diminta uang sebesar Rp 250 juta untuk masing-masing anggota DPRD yang memilihnya.
"KARENA TIDAK PUNYA UANG, SAYA KALAH. ITU BELUM PARTAI, BELUM LAGI FRAKSINYA. DULUKAN PEMILIHAN ITU ADA FRAKSI TNI-POLRI, PARPOL, KETIKA SAYA BERKOALISI DENGAN YANG BUKAN PARTAI SAYA SEKARANG (GOLKAR) KITA HARUS MEMBAYAR KEPADA MEREKA," tuturnya.
Untuk itu, ia berharap pemilihan kepala daerah tetap dipilih langsung oleh rakyat guna menghindarkan peristiwa-peristiwa seperti tersebut. (baca: Bupati dari Golkar Ini Tolak Pilkada oleh DPRD)
"Kepala Daerah harus dipilih rakyat, kalau tidak mau kembali ke zaman orde baru," ucapnya.
RUU Pilkada saat ini tengah dalam pembahasan di Panitia Kerja DPR. Mekanisme pemilihan kepala daerah salah satu isu yang menjadi sorotan. Sebelum Pilpres 2014, tak ada parpol yang ingin kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Namun, kini seluruh parpol koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Amanat Nasional, ditambah Partai Demokrat berubah sikap dan menginginkan agar pilkada dipilih oleh DPRD.
http://nasional.kompas.com/read/2014/09/11/14542201/