Ratusan PSK , tukang ojek, serta beberapa pedagang yang biasa berjualan di Pucuk berunjuk rasa agar Payo Sigadung tak jadi ditutup. “Kawan-kawan jangan menyerah, kita harus pertahankan rumah kita, kita harus pertahankan tempat kita, jangan sampai kita mau di gusur,” kata Yeyen warga RT 05 Kelurahan Rawasari ini.
Dirnya juga ikut dalam pertemuan dengan perwakilan anggota DPRD Kota Jambi bersama beberapa perwakilan warga RT Pucuk lainnya. Dalam pertemuan itu, Gengsi yang juga warga RT 05 mengatakan agar pihak DPRD mengkaji ulang Perda nomor 2 tahun 2014. “Coba lihat, Perda itu akan diberlakukan setelah setahun disahkan, ini belum ada setahun langsung main tutup bae. Mestinya dikaji dulu apa dampaknya buat kami. 1.600 warga di sana, kalau ini ditutup makan apa kami. Di sanalah tempat kami mencari makan,” kata pria ini.
Sementara, Saipul Anam yang terlihat emosi turut bersuara, pria asal Lampung ini mengatakan gara-gara statement Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Jambi, Kaspul, di media bahwa Pucuk bakal ditutup pada Oktober mendatang, membuat Pucuk sekarang ini sepi. "Gara-gara Pak Kaspul itu bicara di koran, di TVRI yang bilang Pucuk bulan sepuluh tutup, kami sepi, jadi kami mau makan apa?" ujarnya.
Unjuk rasa penghuni lokalisasi Payo Sigadung atau pucuk dan warga sekitar lokalisasi, di Kantor DPRD Kota Jambi, Jumat (12/9), dijaga ketat aparat kepolisian.
Pengunjukrasa menentang kebijakan pemerintah yang akan menutup lokalisasi terbesar di Kota Jambi itu. Mereka mengatakan kesal atas kebijakan di era pemerintahan Fasha-Sani tersebut.
Riska, satu diantara pengunjukrasa, yang mengaku sebagai penghuni lokalisasi, mengatakan tidak menyangka Fasha-Sani akan menutup lokalisasi itu. "Padahal waktu pemilihan wali kota, kami pilih Fasha," ucapnya kepada tribunjambi.com.
Dia meminta supaya pemerintah mengurungkan niatnya menutup lokalisasi itu. "Bukan cuma kami PSK aja yang makan dari sana, tapi juga warga di sekitar," terangnya.
Sumber: .tribunnews.com
* www.ayojambi.com/