Melalui nomor telepon 0812 2167 5675, Anda bisa menginformasikan laman atau alamat website atau situs yang menawarkan penjualan tembakau jahat tersebut.
Demikian disampaikan Kabag Humas BNN, Kombes Pol Slamet Pribadi, Jakarta, Jumat (6/1/2017).
"Jika menemukan alamat website/l atau situs penjualan tembakau Gorila atau sejenisnya atau narkotika ilegal lainnya, dimohon kiranya dapat menginformasikan alamat web tersebut melalui SMS center atau WhatsApp (WA) BNN pada nomor 081221675675."
Diberitakan, masyarakat kembali dihebohkan dengan masih beredarnya zat narkotika jenis baru, Gorila, menyusul dugaan mantan pilot Citilink, Kapten Tekad Purna, mabuk saat hendak memerbangkan pesawat Jakarta-Surabaya pada 28 Desember 2016.
BNN melansir tembakau Gorila yang masuk klasifikasi new psychoactive substances atau AB-CHMINACA ini telah dirilisnya sejak 25 Mei 2016. Dan zat AB-CHMINACA merupakan salah satu jenis synthetic cannabinoid (SC).
Hingga saat ini, zat tersebut belum masuk daftar lampiran UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Namun, sejauh ini telah masuk dalam tahap finalisasi draft di Kemenkes untuk masuk dalam Narkotika Golongan I.
Berdasarkan World Drugs Report tahun 2014, UNODC mencatat peningkatan tren Synthetic Cannabinoid (SC) adalah 50% dari zat-zat baru yang terdeteksi. Dari jumlah tersebut beberapa jenis SC yang telah berhasil terdeteksi oleh BNN adalah JWH-018, XLR-11, 5-fluoro AKB 48, MAM 2201, FUB-144, AB-CHMINACA, AB-FUBINACA, dan CB-13.
Kebanyakan dari SC yang beredar dikonsumsi dengan cara dirokok atau dihisap dan selanjutnya diabsorbsi oleh paru-paru hingga disebarkan ke organ lain, terutama otak.
Oleh karena itu, salah satu efek seseorang mengkonsumsi zat tersebut adalah akan terlihat "ndomblong" dan akan mengikuti halusinasi yang dirasakan. Efek halusinogen akan membuat si pengguna merasakan halusinasinya itu terasa seperti nyata.
"Misalnya, saat di ketinggian dia merasa jadi Superman, ya dia merasa jadi terbang benaran. Habis itu, selesai (jatuh). Semisal dia menginjak gas mobil, maka dia diinjak tanpa lihat atau tahu di depannya padat atau nggak," ujar Slamet di kantor BNN, Rabu (4/1/2017).
Sedangkan efek samping penggunaan SC, yaitu dimulai dari gangguan psikiatri seperti psikosis, agitasi, agresi, cemas, ide-ide bunuh diri, gejala-gejala putus zat, bahkan sindrom ketergantungan.
Selain itu, dalam beberapa kasua juga ditemukan efek samping lainnya seperti, stroke iskemik akibat SC, hipertensi, takikardi, perubahan segmen ST, nyeri dada, gagal ginjal akut hingga infark miokardium.
Salah satu ciri pengguna tembakau jahat tersebut yakni tubuhnya lemas dan limbung atau sempoyongan jika berjalan. Hal itu dikarenakan tembakau Gorila merupakan campuran dari tembakau rokok dan ganja sintetis.
Slamet Pribadi menambahkan, peredaran tembakau Gorila di Indonesia beberapa tahun terakhir masih berasal dari impor dan diperjualbelikan secara online. "Sejauh ini, kebanyakan pesannya dari lua. Home industry belum ditemukan. Penjualannya dari bisik-bisik dan online," ujarnya.
http://jambi.tribunnews.com/2017/01/07/temukan-situs-jual-ganja-gorila-laporkan-ke-sini
"Jika menemukan alamat website/l atau situs penjualan tembakau Gorila atau sejenisnya atau narkotika ilegal lainnya, dimohon kiranya dapat menginformasikan alamat web tersebut melalui SMS center atau WhatsApp (WA) BNN pada nomor 081221675675."
Diberitakan, masyarakat kembali dihebohkan dengan masih beredarnya zat narkotika jenis baru, Gorila, menyusul dugaan mantan pilot Citilink, Kapten Tekad Purna, mabuk saat hendak memerbangkan pesawat Jakarta-Surabaya pada 28 Desember 2016.
BNN melansir tembakau Gorila yang masuk klasifikasi new psychoactive substances atau AB-CHMINACA ini telah dirilisnya sejak 25 Mei 2016. Dan zat AB-CHMINACA merupakan salah satu jenis synthetic cannabinoid (SC).
Hingga saat ini, zat tersebut belum masuk daftar lampiran UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Namun, sejauh ini telah masuk dalam tahap finalisasi draft di Kemenkes untuk masuk dalam Narkotika Golongan I.
Berdasarkan World Drugs Report tahun 2014, UNODC mencatat peningkatan tren Synthetic Cannabinoid (SC) adalah 50% dari zat-zat baru yang terdeteksi. Dari jumlah tersebut beberapa jenis SC yang telah berhasil terdeteksi oleh BNN adalah JWH-018, XLR-11, 5-fluoro AKB 48, MAM 2201, FUB-144, AB-CHMINACA, AB-FUBINACA, dan CB-13.
Kebanyakan dari SC yang beredar dikonsumsi dengan cara dirokok atau dihisap dan selanjutnya diabsorbsi oleh paru-paru hingga disebarkan ke organ lain, terutama otak.
Oleh karena itu, salah satu efek seseorang mengkonsumsi zat tersebut adalah akan terlihat "ndomblong" dan akan mengikuti halusinasi yang dirasakan. Efek halusinogen akan membuat si pengguna merasakan halusinasinya itu terasa seperti nyata.
"Misalnya, saat di ketinggian dia merasa jadi Superman, ya dia merasa jadi terbang benaran. Habis itu, selesai (jatuh). Semisal dia menginjak gas mobil, maka dia diinjak tanpa lihat atau tahu di depannya padat atau nggak," ujar Slamet di kantor BNN, Rabu (4/1/2017).
Sedangkan efek samping penggunaan SC, yaitu dimulai dari gangguan psikiatri seperti psikosis, agitasi, agresi, cemas, ide-ide bunuh diri, gejala-gejala putus zat, bahkan sindrom ketergantungan.
Selain itu, dalam beberapa kasua juga ditemukan efek samping lainnya seperti, stroke iskemik akibat SC, hipertensi, takikardi, perubahan segmen ST, nyeri dada, gagal ginjal akut hingga infark miokardium.
Salah satu ciri pengguna tembakau jahat tersebut yakni tubuhnya lemas dan limbung atau sempoyongan jika berjalan. Hal itu dikarenakan tembakau Gorila merupakan campuran dari tembakau rokok dan ganja sintetis.
Slamet Pribadi menambahkan, peredaran tembakau Gorila di Indonesia beberapa tahun terakhir masih berasal dari impor dan diperjualbelikan secara online. "Sejauh ini, kebanyakan pesannya dari lua. Home industry belum ditemukan. Penjualannya dari bisik-bisik dan online," ujarnya.
http://jambi.tribunnews.com/2017/01/07/temukan-situs-jual-ganja-gorila-laporkan-ke-sini