JAMBI - Umat Buddha di Jambi melakukan berbagai kegiatan menyambut perayaan Hari Suci Waisak 2562/BE 2018 yang puncaknya jatuh pada hari Selasa (29/5).
Seperti di Vihara Amrta di jalan Untung Suropati, Kelurahan Jelutung, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, dan pemandian rupang Buddha. Kegiatan ritual di Vihara Amrta dimulai Sabtu pagi pukul 08.30. Walaupun kondisi vihara Amrta saat ini tengah di renovasi, namun umat buddha tetap khusyuk dalam berdoa, tahun ini umat yang ikut perayaan Waisak lebih ramai dari tahun lalu.
Liwat perayaan Tri Suci Waisak, umat Buddha memohon agar dapat diberikan berkah agar Bangsa Indonesia keluar dari berbagai kesulitan, meningkatkan rasa kebersamaan dan persaudaraan serta menghindari perbuatan yang tidak pantas, maupun melanggar hukum.
Selain itu mampu memberikan kebahagiaan dan kedamaian kepada seluruh umat manusia di dunia, khususnya masyarakat Jambi. Liwat perayaan Waisak umat Buddha menyampaikan rasa syukur dan terima kasihnya atas kehidupan yang telah dinikmati.
Menurut pengurus Vihara Amrta, Netti, “Saat ini vihara tengah kita renovasi agar bisa menampung jumlah umat yang makin banyak” untuk itu Netti menghimbao apabila ada donatur yang ingin berdana dalam pembangunan vihara Amrta dapat melalui rekening Bank BCA 8190600689 a/n Ronny Attan Sukirman Johan.
Perayaan Waisak mengandung tiga makna penting meliputi memperingati kelahiran, kejayaan dan meninggalnya sang Budha Siddartha Gautama.
Hari raya Waisak merupakan hari suci agama Buddha. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Saga Dawa di Tibet, Vesak di Malaysia, dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta. Di beberapa tempat disebut juga sebagai "hari Buddha".
Waisak dirayakan pada bulan Mei pada waktu terang bulan (purnama sidhi) untuk memperingati 3 (tiga) peristiwa penting, yaitu;
1. lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini di tahun 623 S.M.,
2. Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha di Buddha-Gaya (Bodhgaya) pada usia 35 tahun di tahun 588 S.M., dan
3. Buddha Gautama mangkat di Kusinara pada usia 80 tahun di tahun 543 S.M.
Tiga peristiwa ini dinamakan "Trisuci Waisak". Keputusan merayakan Trisuci ini dinyatakan dalam persidangan pertama Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists - WFB) di Sri Langka pada tahun 1950. Perayaan ini dilakukan pada purnama pertama di bulan Mei. Waisak sendiri adalah nama salah satu bulan dalam penanggalan India Kuna. Perayaan Hari Waisak di Indonesia mengikuti keputusan WFB. Secara tradisional dipusatkan secara nasional di komplek Candi Borobudur, Jawa Tengah.
Rangkaian perayaan Waisak nasional secara pokok adalah sebagai berikut :
1. Pengambilan air berkat dari mata air (umbul) Jumprit di Kabupaten Temanggung dan penyalaan obor menggunakan sumber api abadi Mrapen, Kabupaten Grobogan.
2. Ritual "Pindatapa", suatu ritual pemberian bahan makanan kepada para bhiksu oleh masyarakat (umat) untuk mengingatkan bahwa para biksu mengabdikan hidupnya hanya untuk berpuja bakti tanpa melakukan mata pencaharian.
3. Semadi pada detik-detik puncak bulan purnama. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari.
Bukan guncangan bumi yang mengharukan sebuah kelahiran. Namun ketaatan dan perjuangan yang mengabadikan sebuah penerangan. Bukan tetesan air mata yang berlinang deras mengantarkan kepergian. Namun pelayanan dan kesetiaan yang menjalarkan kasih dan kebijakan. Berkelanalah ke seluruh penjuru bumi. Tanpa rintangan terbebaslah hati nurani.
Renungkanlah berkah dari 4 pilar bakti yang hakiki. Niscaya tenteram hidup jasmani dan rohani
Peringatan Tri Suci Waisak di Tanah Air tahun ini merupakan sumber inspirasi sekaligus renungan apa yang telah terjadi dan yang akan diperbuat untuk kehidupan lebih baik pada masa datang.
Renungan Waisak tahun ini bertumpu pada empat pilar bakti yang merupakan salah satu ajaran mendasar umat Buddha. Napak tilas tiga peristiwa suci Waisak memberi ideologi kuat dalam pelaksanaan empat pilar bakti: kepada orangtua, Tri Ratna, tanah air, dan semua makhluk.
Bakti kepada orangtua adalah yang pertama di antara ratusan kebajikan. Napak tilas Waisak pertama mengingat kelahiran agung Pangeran Siddharta, pewaris takhta Sakya, mengetuk hati kita untuk berterima kasih kepada orangtua yang kita sayangi. Dewi Maha Maya, ibunda Pangeran Siddharta, wafat setelah tujuh hari kelahiran Beliau dan terlahir di Surga Trayastrimsa.
Setelah mencapai penerangan sempurna menjadi Buddha, Beliau pergi ke Surga Trayastrimsa, memberi hadiah tertinggi, darma sempurna menuju pembebasan mutlak, bagi Dewi Maya.
Bagai rintik hujan yang menyejukkan hati tiap insan, purnama Waisak kedua tentang penerangan sempurna mengingatkan kita akan bakti kepada guru besar, Sakyamuni Buddha.
Beliau yang telah membabarkan ajaran yang tidak lekang oleh waktu dan membentuk persaudaraan suci dengan kasih sayang sehingga kini kita semua dapat mengecap indahnya darma. Melalui peristiwa suci kedua, pintu hati diketuk untuk membuat pilihan hidup yang membawa manfaat bagi orang banyak, seperti dilakukan Buddha dengan bekerja keras membabarkan kebenaran selama beberapa dasawarsa.
Perbuatan nyata yang bertumpu pada pelaksanaan paramita, bukan saja membawa manfaat bagi diri sendiri, tetapi juga pada kebahagiaan orang banyak, merupakan semangat penerangan sempurna Waisak yang terwujud dalam semangat Bodhisattva.
Menjelang wafatnya, dengan tubuh yang lemah, Hyang Buddha masih menunjukkan bakti negara dan semua makhluk. Beliau mencegah peperangan yang akan memusnahkan negara Kapilavastu, tanah air Beliau.
Saling menyayangi
Pengabdian lebih besar untuk kebahagiaan semua makhluk juga dilaksanakan dengan sempurna oleh Hyang Buddha. Tanpa henti, Beliau berpesan kepada para siswanya agar sungguh- sungguh berusaha dan berkelana untuk kebahagiaan orang banyak. Inilah yang dikatakan bakti kepada semua makhluk.
Mengingat semua makhluk hidup adalah calon Buddha, insan yang memiliki benih ke-Buddha-an, hendaknya memperlakukan orang lain dengan penuh hormat, saling menyayangi, dan mendukung satu sama lain. Konsep yang amat mendasar ini perlu terus dikumandangkan sehingga kita semua disadarkan akan persamaan dan bukan mencari perbedaan. Dengan persamaan, rasa hormat, dan menjauhi saling menyakiti akan menimbulkan perdamaian, mencegah peperangan, dan memajukan kualitas kehidupan secara global.
Semoga ketiga peristiwa suci Waisak yang dilandasi empat pilar bakti dapat menyentuh hati kita yang hidup dalam masyarakat majemuk. Bakti kepada orangtua, Tri Ratna, bangsa dan negara, serta semua makhluk dapat melimpahkan berkah yang mulia untuk kemajuan kehidupan spiritual yang menjadi fondasi kuat bagi individu yang akan berkarya membawa perubahan yang baik bagi negeri Indonesia. (Romy)