JAMBI – Sebanyak 3 Bhiksu asal negara Gajah Putih (Thailand), Minggu melakukan Pindapatta start mulai dari Maha Cetiya Oenang Hermawan di Jalan Makalam, Rt. 10 Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi (03/6-2018) pagi pukul 08.30, mereka iring-iringan tanpa menggunakan alas kaki, ketiga bhikku dan Samanera yang memakai jubah warna cokelat, diikuti puluhan pemuda-pemudi berjalan menyusuri jalan-jalan di Kota Jambi.
Pindapatta merupakan tradisi umat Buddha di mana Bhiku Sangha Agung berkeliling untuk memperoleh persembahan dari umat berupa uang atau makanan. Mereka ini harus berjalan kaki di bawah terik matahari tanpa alas kaki. Mereka membawa patta (mangkok) sambil terus berjalan dengan kepala tertunduk.
Kehadiran Bhiku Sangha ini telah dinanti-nantikan puluhan warga di lingkungan Cetiya Maha Oenang Hermawan, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi. Umat Buddha yang menanti bhiku bersujud sambil memberikan uang yang dimasukan kedalam amplop merah (angpau), ada yang mempersembahkan mi instan, biskuit, sabun, dan obat-obatan kepada para bhiku tersebut.
Kata ”Pindapatta” sendiri berarti menerima persembahan makanan. ”Patta” atau ”Patra” adalah mangkok makanan yang dibawa para bhiku/bhikuni. Pada masa lalu, patta terbuat dari sejenis buah labu yang disayat bagian atasnya, lalu dikerok bagian tengah atau isinya. Bagian kulitnya kemudian dikeringkan sehingga berbentuk mangkok yang cukup besar. Mangkok inilah yang digunakan para bhiku menerima persembahan dari para umat secara sukarela. Namun, karena patta jenis ini rapuh dan mudah rusak, maka diganti mangkuk dari logam, seperti tembaga, kuningan, dan aluminium.
Hasan menjelaskan, Pindapatta merupakan tradisi yang telah berlangsung selama ribuan tahun silam. Pada hari-harii tertentu, para bhiku melatih diri untuk menjalani kehidupan sehari-hari secara sederhana, belajar menghargai pemberian orang lain, menyadari bahwa hidup ini adalah bergantung satu sama lain. Mereka juga melatih kesadaran serta merenungkan fungsi utama makan adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani, bukan mencari kenikmatan duniawi. (Romy)
* https://www.facebook.com/makinjambi
Pindapatta merupakan tradisi umat Buddha di mana Bhiku Sangha Agung berkeliling untuk memperoleh persembahan dari umat berupa uang atau makanan. Mereka ini harus berjalan kaki di bawah terik matahari tanpa alas kaki. Mereka membawa patta (mangkok) sambil terus berjalan dengan kepala tertunduk.
Kehadiran Bhiku Sangha ini telah dinanti-nantikan puluhan warga di lingkungan Cetiya Maha Oenang Hermawan, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi. Umat Buddha yang menanti bhiku bersujud sambil memberikan uang yang dimasukan kedalam amplop merah (angpau), ada yang mempersembahkan mi instan, biskuit, sabun, dan obat-obatan kepada para bhiku tersebut.
Kata ”Pindapatta” sendiri berarti menerima persembahan makanan. ”Patta” atau ”Patra” adalah mangkok makanan yang dibawa para bhiku/bhikuni. Pada masa lalu, patta terbuat dari sejenis buah labu yang disayat bagian atasnya, lalu dikerok bagian tengah atau isinya. Bagian kulitnya kemudian dikeringkan sehingga berbentuk mangkok yang cukup besar. Mangkok inilah yang digunakan para bhiku menerima persembahan dari para umat secara sukarela. Namun, karena patta jenis ini rapuh dan mudah rusak, maka diganti mangkuk dari logam, seperti tembaga, kuningan, dan aluminium.
Hasan menjelaskan, Pindapatta merupakan tradisi yang telah berlangsung selama ribuan tahun silam. Pada hari-harii tertentu, para bhiku melatih diri untuk menjalani kehidupan sehari-hari secara sederhana, belajar menghargai pemberian orang lain, menyadari bahwa hidup ini adalah bergantung satu sama lain. Mereka juga melatih kesadaran serta merenungkan fungsi utama makan adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani, bukan mencari kenikmatan duniawi. (Romy)
* https://www.facebook.com/makinjambi