Konon dapat dikatakan rajin belajar adalah ukuran moralitas dalam menimba ilmu. Ketika orang ingin maju dengan usaha terbaiknya, mereka akan berhasil meraih tujuannya. Sama seperti pepatah tua yang mengatakan: Membaca buku 100 kali, Anda akan secara alami memahami artinya. Berikut adalah dua buah cerita mengenai orang kuno yang memahami makna belajar.
Rajin dan konsisten
Selama era Dinasti Dong Jin (317-420M), ada seorang penyair terkenal bernama Tao Yuanming yang juga merupakan seorang bangsawan dan sarjana yang tahu banyak hal. Suatu kali seorang pemuda berkata kepadanya, “Saya mengagumi Anda karena begitu tahu banyak hal. Maukah Anda memberi tahu saya cara terbaik untuk belajar?”
Tao Yuanming menjawab, “Tidak ada cara terbaik. Jika kamu bekerja keras, kamu akan mendapat kemajuan, dan jika kamu bermalasan, maka kamu akan tertinggal di belakang.”
Ia membawa pemuda tersebut dan menuntunnya ke sebuah lahan. Yuanming menunjuk ke arah biji kecambah kecil dan berkata, “Lihatlah dengan cermat. Dapatkah kamu melihat apa yang tumbuh di sana?”
Pemuda itu menatapnya dalam waktu lama dan kemudian berkata, “Saya tidak dapat melihatnya tumbuh.”
Tao Yuanming bertanya, “Benarkah? Lantas bagaimanakah biji kecambah menjadi begitu tinggi di kemudian hari? Pada kenyataannya, kecambah itu tumbuh setiap saat. Bagaimanapun juga, kita tidak dapat melihatnya dengan mata kita.
“Sama seperti prinsip dalam belajar. Pengetahuan kita terakumulasi sedikit demi sedikit. Terkadang bahkan kita tidak menyadarinya, namun apabila kita belajar terus-menerus, maka akan membuat kemajuan luar biasa.”
Tao Yuanming kemudian menunjuk pada sebuah batu pengasah pisau di samping sungai dan bertanya kepada pemuda itu, “Mengapa sisi cekung pada batu menurun seperti sebuah pelana kuda?”
Pemuda itu menjawab, “Itu karena orang menggunakannya untuk mengasah pisau setiap hari.”
Yuanming kemudian bertanya, “Lalu tepatnya di hari apa berbentuk seperti ini?” Pemuda itu lalu hanya menggelengkan kepalanya. Tao Yuanming berkata, “Karena para petani telah menggunakannya setiap hari. Sama halnya dengan belajar. Dengan belajar terus setiap saat akan mengasah intelektual Anda.”
Pemuda tersebut akhirnya mengerti. Ia berterima kasih kepada Tao Yuanming, kemudian menuliskan kalimat berikut untuknya, “Belajar dengan rajin adalah seperti sebuah kecambah di musim semi. Meskipun kita tidak dapat melihat pertumbuhan sehari-harinya, pada akhirnya tumbuh jadi besar. Belajar terus-menerus adalah seperti menggunakan batu pengasah pisau. Pengetahuan Anda akan semakin tajam setiap saat, tidak hanya dalam sekejab.”
Kokoh seperti Pohon
Gu Yewang dari Dinasti Selatan dan Utara (420-589 M) adalah seorang sejarawan terkenal. Pengetahuannya luas di banyak bidang. Banyak orang datang kepadanya untuk bertanya.
Suatu hari, anak salah seorang kawannya, Hou Xuan bertanya kepadanya, “Anda telah membaca banyak naskah. Saya ingin bertanya apakah ada jalan pintas dalam belajar.”
Setelah berpikir sejenak, Gu Yewang menunjuk pada sebuah pohon rindang dan menjawab, “Jika kamu ingin mengetahui jalan pintasnya, kamu harus melihat ke pohon ini.”
Hou Xuan melihat pohon tersebut dari atas hingga bawah sebanyak tiga kali namun tetap tidak menemukan apa-apa yang tidak wajar. Kemudian Ia berkata, “Saya terlalu buta untuk melihat segala sesuatunya. Tolong bimbing saya.”
Gu Yewang berkata, “Dengan akar-akarnya, pohon dapat tumbuh tinggi dan kokoh. Hanya dengan batang pohon yang besar dan kokoh, pohon dapat tumbuh dengan dedaunan yang lebat. Hanya dengan cita-cita yang mulia dan kuat, dipercaya akan memiliki satu masa depan yang cerah. Ambil pohon sebagai contohnya, kuat dan pasti. Itulah kuncinya.”
Setelah itu, Hou Xan belajar dengan sabar dan meningkat dengan cepat. Teman-temannya menyadari Ia begitu akrab dengan buku-buku dimana ia dapat membacakan untuk mereka dari belakang ke depan. Lalu mereka bertanya kepadanya mengapa ia masih juga membacanya.
Hou Xuan menjawab, “Tidak ada jalan pintas dalam belajar. Segala sesuatu ada saatnya harus melangkah satu langkah. Saya masih belum dapat memberi penjelasan terlalu banyak prinsip dan arti yang lebih dalam dari buku-buku tersebut. Oleh karena itu, saya butuh untuk meninjau mereka kembali untuk belajar segala sesuatu yang baru setiap saat.”
Orang kuno percaya bahwa belajar adalah sebuah proses untuk memperbaiki moral seseorang dan kunci belajar terdapat pada kerja keras dan belajar terus-menerus.
Nabi bersabda, " Belajar dan selalu dilatih, tidakkah itu menyenangkan? Kawan-kawan datang dari tempat jauh, tidakkah itu membahagiakan? Sekalipun orang tidak mau tahu, tidak menyesali; bukankah ini sikap seorang Kuncu?"
(Sabda Suci I : 1)
"Memang ada hal yang tidak dipelajari, tetapi hal yang dipelajari bila belum dapat janganlah dilepaskan; ada hal yang tidak ditanyakan, tetapi hal yang ditanyakan bila belum sampai benar-benar mengerti janganlah dilepaskan; ada hal yang tidak dipikirkan, tetapi hal yang dipikirkan bila belum dapat dicapai janganlah dilepaskan; ada hal yang tidak diuraikan, tetapi hal yang diuraikan bila belum terperinci jelas janganlah dilepaskan; dan ada hal yang tidak dilakukan, tetapi hal yang dilakukan bila belum dapat dilaksanakan sepenuhnya janganlah dilepaskan. Bila orang lain dapat melakukan hal itu dalam satu kali, diri sendiri harus berani melakukan seratus kali. Bila orang lain dapat melakukan dalam sepuluh kali, diri sendiri harus berani melakukan seribu kali."
(Tengah Sempurna XIX : 20)
Rajin dan konsisten
Selama era Dinasti Dong Jin (317-420M), ada seorang penyair terkenal bernama Tao Yuanming yang juga merupakan seorang bangsawan dan sarjana yang tahu banyak hal. Suatu kali seorang pemuda berkata kepadanya, “Saya mengagumi Anda karena begitu tahu banyak hal. Maukah Anda memberi tahu saya cara terbaik untuk belajar?”
Tao Yuanming menjawab, “Tidak ada cara terbaik. Jika kamu bekerja keras, kamu akan mendapat kemajuan, dan jika kamu bermalasan, maka kamu akan tertinggal di belakang.”
Ia membawa pemuda tersebut dan menuntunnya ke sebuah lahan. Yuanming menunjuk ke arah biji kecambah kecil dan berkata, “Lihatlah dengan cermat. Dapatkah kamu melihat apa yang tumbuh di sana?”
Pemuda itu menatapnya dalam waktu lama dan kemudian berkata, “Saya tidak dapat melihatnya tumbuh.”
Tao Yuanming bertanya, “Benarkah? Lantas bagaimanakah biji kecambah menjadi begitu tinggi di kemudian hari? Pada kenyataannya, kecambah itu tumbuh setiap saat. Bagaimanapun juga, kita tidak dapat melihatnya dengan mata kita.
“Sama seperti prinsip dalam belajar. Pengetahuan kita terakumulasi sedikit demi sedikit. Terkadang bahkan kita tidak menyadarinya, namun apabila kita belajar terus-menerus, maka akan membuat kemajuan luar biasa.”
Tao Yuanming kemudian menunjuk pada sebuah batu pengasah pisau di samping sungai dan bertanya kepada pemuda itu, “Mengapa sisi cekung pada batu menurun seperti sebuah pelana kuda?”
Pemuda itu menjawab, “Itu karena orang menggunakannya untuk mengasah pisau setiap hari.”
Yuanming kemudian bertanya, “Lalu tepatnya di hari apa berbentuk seperti ini?” Pemuda itu lalu hanya menggelengkan kepalanya. Tao Yuanming berkata, “Karena para petani telah menggunakannya setiap hari. Sama halnya dengan belajar. Dengan belajar terus setiap saat akan mengasah intelektual Anda.”
Pemuda tersebut akhirnya mengerti. Ia berterima kasih kepada Tao Yuanming, kemudian menuliskan kalimat berikut untuknya, “Belajar dengan rajin adalah seperti sebuah kecambah di musim semi. Meskipun kita tidak dapat melihat pertumbuhan sehari-harinya, pada akhirnya tumbuh jadi besar. Belajar terus-menerus adalah seperti menggunakan batu pengasah pisau. Pengetahuan Anda akan semakin tajam setiap saat, tidak hanya dalam sekejab.”
Kokoh seperti Pohon
Gu Yewang dari Dinasti Selatan dan Utara (420-589 M) adalah seorang sejarawan terkenal. Pengetahuannya luas di banyak bidang. Banyak orang datang kepadanya untuk bertanya.
Suatu hari, anak salah seorang kawannya, Hou Xuan bertanya kepadanya, “Anda telah membaca banyak naskah. Saya ingin bertanya apakah ada jalan pintas dalam belajar.”
Setelah berpikir sejenak, Gu Yewang menunjuk pada sebuah pohon rindang dan menjawab, “Jika kamu ingin mengetahui jalan pintasnya, kamu harus melihat ke pohon ini.”
Hou Xuan melihat pohon tersebut dari atas hingga bawah sebanyak tiga kali namun tetap tidak menemukan apa-apa yang tidak wajar. Kemudian Ia berkata, “Saya terlalu buta untuk melihat segala sesuatunya. Tolong bimbing saya.”
Gu Yewang berkata, “Dengan akar-akarnya, pohon dapat tumbuh tinggi dan kokoh. Hanya dengan batang pohon yang besar dan kokoh, pohon dapat tumbuh dengan dedaunan yang lebat. Hanya dengan cita-cita yang mulia dan kuat, dipercaya akan memiliki satu masa depan yang cerah. Ambil pohon sebagai contohnya, kuat dan pasti. Itulah kuncinya.”
Setelah itu, Hou Xan belajar dengan sabar dan meningkat dengan cepat. Teman-temannya menyadari Ia begitu akrab dengan buku-buku dimana ia dapat membacakan untuk mereka dari belakang ke depan. Lalu mereka bertanya kepadanya mengapa ia masih juga membacanya.
Hou Xuan menjawab, “Tidak ada jalan pintas dalam belajar. Segala sesuatu ada saatnya harus melangkah satu langkah. Saya masih belum dapat memberi penjelasan terlalu banyak prinsip dan arti yang lebih dalam dari buku-buku tersebut. Oleh karena itu, saya butuh untuk meninjau mereka kembali untuk belajar segala sesuatu yang baru setiap saat.”
Orang kuno percaya bahwa belajar adalah sebuah proses untuk memperbaiki moral seseorang dan kunci belajar terdapat pada kerja keras dan belajar terus-menerus.
Nabi bersabda, " Belajar dan selalu dilatih, tidakkah itu menyenangkan? Kawan-kawan datang dari tempat jauh, tidakkah itu membahagiakan? Sekalipun orang tidak mau tahu, tidak menyesali; bukankah ini sikap seorang Kuncu?"
(Sabda Suci I : 1)
"Memang ada hal yang tidak dipelajari, tetapi hal yang dipelajari bila belum dapat janganlah dilepaskan; ada hal yang tidak ditanyakan, tetapi hal yang ditanyakan bila belum sampai benar-benar mengerti janganlah dilepaskan; ada hal yang tidak dipikirkan, tetapi hal yang dipikirkan bila belum dapat dicapai janganlah dilepaskan; ada hal yang tidak diuraikan, tetapi hal yang diuraikan bila belum terperinci jelas janganlah dilepaskan; dan ada hal yang tidak dilakukan, tetapi hal yang dilakukan bila belum dapat dilaksanakan sepenuhnya janganlah dilepaskan. Bila orang lain dapat melakukan hal itu dalam satu kali, diri sendiri harus berani melakukan seratus kali. Bila orang lain dapat melakukan dalam sepuluh kali, diri sendiri harus berani melakukan seribu kali."
(Tengah Sempurna XIX : 20)