Jumat, 10 Juni 2011

177 Penipu Ini Sikat Triliunan Rupiah

JAKARTA, KOMPAS.com — Polisi Republik Rakyat China mengungkapkan, selama tiga tahun beroperasi, 177 tersangka penipu warga negara China dan Taiwan yang melakukan aksinya lewat internet di Jakarta dan sekitarnya telah mencuri uang para pengusaha dan elite China lainnya senilai miliaran yuan atau setara triliunan rupiah.
Demikian laporan Departemen Investigasi Kejahatan Kementerian Keamanan Publik Republik Rakyat China yang disampaikan Kedutaan Besar China di Jakarta kepada Mabes Polri tanggal 19 Mei 2011.

Dalam catatan disebutkan, ada 300.000 kasus penipuan lewat internet yang dilakukan sindikat penipu Taiwan-China. Jumlah uang panas yang mereka kumpulkan dalam ke-300.000 kasus penipuan tersebut mencapai 6 miliar yuan (setara Rp 7 triliun).

Kamis (9/6/2011), tim gabungan dari Mabes Polri dan Polda Metro Jaya menangkap 177 tersangka di 15 lokasi di Jakarta dan sekitarnya.

Dari 177 tersangka, sebanyak 101 orang adalah warga negara Taiwan, sedangkan 76 orang lainnya adalah warga negara China. Mereka ditangkap di Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Bekasi, dan Tangerang.

Aksi sindikat penipu ini telah mengganggu stabilitas sosial Negeri Tirai Bambu. Menurut Kementerian Keamanan Publik Republik Rakyat China, sindikat ini terdiri dari tiga kelompok.

Tiap-tiap kelompok bekerja sesuai fungsinya. Kelompok pertama adalah orang-orang yang menyiapkan fasilitas dan jaringan internet serta lokasi, kelompok kedua adalah para operator penipu, dan kelompok ketiga adalah orang-orang yang mengurus transfer dana dan rekening.

Di Indonesia sejak tahun lalu

Anggota sindikat mulai mengembangkan sayap di sejumlah negara di Asia Tenggara sejak tahun lalu. Mereka beroperasi di Jakarta dan sekitarnya sejak Desember 2010. Di Asia Tenggara, mereka tinggal di Kamboja, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Sasaran mereka adalah para pengusaha dan pejabat China. Para penipu ini memeras para pengusaha dan pejabat China dengan menuduh mereka terlibat perdagangan narkoba dan atau pencucian uang.

Dalam aksinya, mereka memanfaatkan perangkat lunak komputer VOS2009. Saat menjalankan aksinya, para penipu ini mengaku sebagai para penegak hukum atau pejabat China yang sedang menyelidiki kasus.

Beberapa warga negara China di China yang menjadi korban antara lain Yang Xingya, warga Chongqing. Ia ditipu 4 juta yuan (setara Rp 5,2 miliar). Ai Kenian, warga Yulin di Shanxi ditipu 2,56 juta yuan (setara 3,3 miliar). Li Dongyan dan Wangping, warga Xianmen, Fujian, ditipu 3,07 juta yuan (setara Rp 4 miliar).

Sejak Maret 2011, Pemerintah China membentuk tim gabungan yang menyelidiki 310 kasus penipuan lewat dunia maya ini. Tim melacak sinyal telepon dan rekening-rekening mencurigakan.

Salah satu di antaranya adalah milik Yang Heng, warga negara Taiwan yang memasang server internet di Hongkong. "Catatan polisi China antara lain menunjukkan, ada dana sebanyak 35 juta yuan yang berasal dari ratusan warga di 31 provinsi di China," tulis Kementerian Keamanan Publik Republik Rakyat China.

Menurut Kementerian Keamanan Publik Republik Rakyat China, Indonesia dan Kamboja dijadikan "markas utama" para penipu. "Di Indonesia, kami menemukan 106 kasus dengan nilai kerugian 7 juta yuan, sedangkan di Kamboja terdapat 84 kasus dengan nilai kerugian 14,4 juta yuan," lanjut Kementerian.

Para tersangka yang ditangkap di Indonesia, antara lain Anin Xiao Wang, Xiao Gaui, Yuan Qiang Ba, Yuan Hailu, Yuan Aga, Yuan Zhu Xi, Yuan Hainu, Yuan Teqin, Yuan Wianpi, Yuan Lie Ren, Yuan Aniu, Fusi, Shi Yi Ge, Zhao Cai Shu, Da Chuan, Ke Jia Ben Se, Heima, Txiqo Yang, dan Jin Ji.

Surat lain yang dilayangkan anggota Kepolisian Taiwan, Thomas Ying Tsung Yueh, kepada Kabareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi Djuni Sanyoto menunjukkan, para penipu menyewa IP dan sistem internet. Mereka menggunakan VoIP group gateway.

Sistem ini mampu melakukan panggilan telepon ke banyak tempat. Saat berkomunikasi dengan korban lewat internet, mereka memanfaatkan rekaman telepon. Para penipu mengaku dari perusahaan telepon, bank, kantor polisi, atau pengadilan.

Jika menurut polisi China, markas utama para penipu berada di Indonesia dan Kamboja, maka menurut polisi Taiwan, markas utama mereka berada di Indonesia dan Malaysia.

Di Indonesia terungkap sebanyak 15 lokasi yang dimanfaatkan sebagai pusat panggilan. Setiap lokasi menggunakan internet berkapasitas bandwidth terbesar dan mengonsumsi listrik sangat besar.

http://megapolitan.kompas.com/read/2011/06/10/19573071/