Banyak warga tionghoa di tanah air yang tidak tahu agama apa yang mereka peluk, mereka dapat kita temui di setiap kelenteng maupun vihara yang sedang mengadakan kegiatan, penulis pernah menemui beberapa warga yang ditanya tentang agamanya, mereka pada mengatakan beragama Buddha, namun mereka tidak menyadari bahwa mereka sedangkan mengikuti sembahyang ulang tahun para suci (shenming) di kelenteng-kelenteng, yang tak kalah hebat adalah para pemberi ceramah, menyatakan bahwa umat Buddha boleh sembahyang di kelenteng, demikian juga sebaliknya umat Khonghucu juga boleh sembahyang ke Vihara (istilah agama tridarma).
Menurut Aggie, akibat kecelakaan ini hingga sekarang masih banyak orang beranggapan bahwa tiga agama tadi adalah sama. Padahal, lanjutnya, ketiganya tidak pernah bersatu kecuali menyoal falsafahnya.
“Umat ketiga agama ini sebenarnya beragama China. Tapi karena kesalahpahaman akhirnya muncul trend orang-orang ke Buddha ayo, ke Khonghucu ayo, dan ke yang lainnya juga ayo. Padahal tidak pernah ada gabungan tiga agama itu. Semuanya muncul 2500 tahun lalu, sementara orang China sudah beragama sejak 7000 tahun lalu,“ paparnya.
Oleh karena itu, para petinggi dari agama Buddha maupun Khonghucu meminta pemerintah memperjelaskan status agama Tridarma, sehingga masyarakat keturunan tionghoa bisa memilih agama yang diyakininya, diantaranya agama Buddah maupun agama Khonghucu sebagai pegangan keyakinannya.
Selain itu, berdampak terhadap rekan-rekan wartawan yang membuat berita, salah satunya dalam penulisan kelenteng alias vihara, bahkan sering juga kita temukan tempat ibadah kelenteng terdapat tiga para suci digabungkan dalam satu altar.
Semua agama baik untuk pegangan hidup, namun agama dilarang untuk digabungan-gabungkan, (Romy)