JAMBI,ayojambi.com - Suasana pemilihan Walikota Jambi semakin hangat, pertarungan melalui reklame, spanduk maupun melalui berbagai media semakin semarak. Segala janji perubahan untuk merubah nasib masyarakat Jambi lima tahun kedepanpun dilontarkan.
Meski cawako telah memiliki dukungan dari beberapa partai politik (Parpol), mereka masih terus menjalin komunikasi dengan berbagai lapisan masyarakat untuk menduduki posisi Walikota Jambi pada Pilwako Jambi yang dilaksanakan pada 29 Juni 2013.
Para kandidatpun mulai menebarkan pesona, sembari mengumbar janji-janji yang sangat indah. Isu berobat murah, pendidikan gratis, anti korupsi, mewujudkan supremasi hukum dan setumpuk janji manis, semanis madu yang diuraikan para tim sukses, bahkan segala cara mendatangkan tokoh-tokoh masyarakat maupun alim ulama dengan cara jebakan.
Yang jadi pertanyaannya, benarkah dalam pilwako secara langsung dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat,?
Bukan rahasia umum lagi, untuk bisa bertarung, para kandidat harus memiliki dukungan dari partai politik (parpol), atau biasa disebut dengan istilah perahu. Untuk mendapatkan perahu ini saja, kandidat harus mengeluarkan uang hingga miliaran rupiah. Para kandidat diperkirakan harus menyiapkan dana minimal Rp 30 miliar. Lalu jika mereka menang, apakah benar-benar akan menepati janji-janjinya.? Atau berusaha untuk mengembalikan modal yang telah dihabiskan selama masa mensosialisasikan diri sampai hari pemungutan suara.
Maka para kandidat dan tim suksesnya melakukan upaya untuk mengalang suara melalui berbagai tempat, seperti tempat-tempat ibadah, pada hal kita mengetahui, tempat ibadah dilarang untuk melakukan kegiatan yang bersifat politik praktis. Keputusan itu tertuang dalam keputusan KPU Kota Jambi Nomor : 07/076/KPU-Kota-005.435384/2013. http://kpu-jambikota.go.id/node/128
Sedangkan menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) Pusat, Ws, Wawan Wiratma, Khonghucu yang dibawah naungan Matakin dilarang untuk ikut berpolitik dan Matakin harus bersifat Independen. Ini untuk menghindari persepsi negatif, bahwa Matakin mendukung kandidat tertentu. Berdasarkan Anggaran Dasar (AD) Matakin Pusat BAB XIV, Pasal 21, tentang Hubungan Dengan Organisasi Lain, ayat 21.2 Majelis bersifat independen dan tidak berafiliasi dengan/ atau kepada organisasi sosial politik manapun, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam peraturan AD/ART Matakin tentang sudah ada ketentuan larangan terlibat dalam politik praktis, jika umat Khonghucu secara pribadi ingin mendukung itu urusan mereka, namun tidak melibatkan nama Khonghucu/ Matakin didalamnya. Ujar Wawan Wiratma (RM/sumber net)
Para kandidatpun mulai menebarkan pesona, sembari mengumbar janji-janji yang sangat indah. Isu berobat murah, pendidikan gratis, anti korupsi, mewujudkan supremasi hukum dan setumpuk janji manis, semanis madu yang diuraikan para tim sukses, bahkan segala cara mendatangkan tokoh-tokoh masyarakat maupun alim ulama dengan cara jebakan.
Yang jadi pertanyaannya, benarkah dalam pilwako secara langsung dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat,?
Bukan rahasia umum lagi, untuk bisa bertarung, para kandidat harus memiliki dukungan dari partai politik (parpol), atau biasa disebut dengan istilah perahu. Untuk mendapatkan perahu ini saja, kandidat harus mengeluarkan uang hingga miliaran rupiah. Para kandidat diperkirakan harus menyiapkan dana minimal Rp 30 miliar. Lalu jika mereka menang, apakah benar-benar akan menepati janji-janjinya.? Atau berusaha untuk mengembalikan modal yang telah dihabiskan selama masa mensosialisasikan diri sampai hari pemungutan suara.
Maka para kandidat dan tim suksesnya melakukan upaya untuk mengalang suara melalui berbagai tempat, seperti tempat-tempat ibadah, pada hal kita mengetahui, tempat ibadah dilarang untuk melakukan kegiatan yang bersifat politik praktis. Keputusan itu tertuang dalam keputusan KPU Kota Jambi Nomor : 07/076/KPU-Kota-005.435384/2013. http://kpu-jambikota.go.id/node/128
Sedangkan menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) Pusat, Ws, Wawan Wiratma, Khonghucu yang dibawah naungan Matakin dilarang untuk ikut berpolitik dan Matakin harus bersifat Independen. Ini untuk menghindari persepsi negatif, bahwa Matakin mendukung kandidat tertentu. Berdasarkan Anggaran Dasar (AD) Matakin Pusat BAB XIV, Pasal 21, tentang Hubungan Dengan Organisasi Lain, ayat 21.2 Majelis bersifat independen dan tidak berafiliasi dengan/ atau kepada organisasi sosial politik manapun, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam peraturan AD/ART Matakin tentang sudah ada ketentuan larangan terlibat dalam politik praktis, jika umat Khonghucu secara pribadi ingin mendukung itu urusan mereka, namun tidak melibatkan nama Khonghucu/ Matakin didalamnya. Ujar Wawan Wiratma (RM/sumber net)
Link:
http://informasi-mediakita.blogspot.com/
http://tradisi-jambi.blogspot.com/
http://media-fotografers.blogspot.com/
http://www.youtube.com/my_videos
http://informasi-mediakita.blogspot.com/
http://tradisi-jambi.blogspot.com/
http://media-fotografers.blogspot.com/
http://www.youtube.com/my_videos