Selasa, 29 Mei 2018

Perayaan Tri Suci Waisak 2562/BE Di Vihara Amrta

JAMBI - Umat Buddha di Jambi melakukan berbagai kegiatan menyambut perayaan Hari Suci Waisak 2562/BE 2018 yang puncaknya jatuh pada hari Selasa (29/5).

Seperti di Vihara Amrta di jalan Untung Suropati, Kelurahan Jelutung, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, dan pemandian rupang Buddha. Kegiatan ritual di Vihara Amrta dimulai Sabtu pagi pukul 08.30. Walaupun kondisi vihara Amrta saat ini tengah di renovasi, namun umat buddha tetap khusyuk dalam berdoa, tahun ini umat yang ikut perayaan Waisak lebih ramai dari tahun lalu.

Liwat perayaan Tri Suci Waisak, umat Buddha memohon agar dapat diberikan berkah agar Bangsa Indonesia keluar dari berbagai kesulitan, meningkatkan rasa kebersamaan dan persaudaraan serta menghindari perbuatan yang tidak pantas, maupun melanggar hukum.

Selain itu mampu memberikan kebahagiaan dan kedamaian kepada seluruh umat manusia di dunia, khususnya masyarakat Jambi. Liwat perayaan Waisak umat Buddha menyampaikan rasa syukur dan terima kasihnya atas kehidupan yang telah dinikmati.

Menurut pengurus Vihara Amrta, Netti, “Saat ini vihara tengah kita renovasi agar bisa menampung jumlah umat yang makin banyak” untuk itu Netti menghimbao apabila ada donatur yang ingin berdana dalam pembangunan vihara Amrta dapat melalui rekening Bank BCA 8190600689 a/n Ronny Attan Sukirman Johan.

Perayaan Waisak mengandung tiga makna penting meliputi memperingati kelahiran, kejayaan dan meninggalnya sang Budha Siddartha Gautama.

Hari raya Waisak merupakan hari suci agama Buddha. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Saga Dawa di Tibet, Vesak di Malaysia, dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta. Di beberapa tempat disebut juga sebagai "hari Buddha".

Waisak dirayakan pada bulan Mei pada waktu terang bulan (purnama sidhi) untuk memperingati 3 (tiga) peristiwa penting, yaitu;
1. lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini di tahun 623 S.M.,
2. Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha di Buddha-Gaya (Bodhgaya) pada usia 35 tahun di tahun 588 S.M., dan
3. Buddha Gautama mangkat di Kusinara pada usia 80 tahun di tahun 543 S.M.

Tiga peristiwa ini dinamakan "Trisuci Waisak". Keputusan merayakan Trisuci ini dinyatakan dalam persidangan pertama Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists - WFB) di Sri Langka pada tahun 1950. Perayaan ini dilakukan pada purnama pertama di bulan Mei. Waisak sendiri adalah nama salah satu bulan dalam penanggalan India Kuna. Perayaan Hari Waisak di Indonesia mengikuti keputusan WFB. Secara tradisional dipusatkan secara nasional di komplek Candi Borobudur, Jawa Tengah.

Rangkaian perayaan Waisak nasional secara pokok adalah sebagai berikut : 
1. Pengambilan air berkat dari mata air (umbul) Jumprit di Kabupaten Temanggung dan penyalaan obor menggunakan sumber api abadi Mrapen, Kabupaten Grobogan.

2. Ritual "Pindatapa", suatu ritual pemberian bahan makanan kepada para bhiksu oleh masyarakat (umat) untuk mengingatkan bahwa para biksu mengabdikan hidupnya hanya untuk berpuja bakti tanpa melakukan mata pencaharian.

3. Semadi pada detik-detik puncak bulan purnama. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari.

Bukan guncangan bumi yang mengharukan sebuah kelahiran. Namun ketaatan dan perjuangan yang mengabadikan sebuah penerangan. Bukan tetesan air mata yang berlinang deras mengantarkan kepergian. Namun pelayanan dan kesetiaan yang menjalarkan kasih dan kebijakan. Berkelanalah ke seluruh penjuru bumi. Tanpa rintangan terbebaslah hati nurani.

Renungkanlah berkah dari 4 pilar bakti yang hakiki. Niscaya tenteram hidup jasmani dan rohani
Peringatan Tri Suci Waisak di Tanah Air tahun ini merupakan sumber inspirasi sekaligus renungan apa yang telah terjadi dan yang akan diperbuat untuk kehidupan lebih baik pada masa datang.

Renungan Waisak tahun ini bertumpu pada empat pilar bakti yang merupakan salah satu ajaran mendasar umat Buddha. Napak tilas tiga peristiwa suci Waisak memberi ideologi kuat dalam pelaksanaan empat pilar bakti: kepada orangtua, Tri Ratna, tanah air, dan semua makhluk.

Bakti kepada orangtua adalah yang pertama di antara ratusan kebajikan. Napak tilas Waisak pertama mengingat kelahiran agung Pangeran Siddharta, pewaris takhta Sakya, mengetuk hati kita untuk berterima kasih kepada orangtua yang kita sayangi. Dewi Maha Maya, ibunda Pangeran Siddharta, wafat setelah tujuh hari kelahiran Beliau dan terlahir di Surga Trayastrimsa.
Setelah mencapai penerangan sempurna menjadi Buddha, Beliau pergi ke Surga Trayastrimsa, memberi hadiah tertinggi, darma sempurna menuju pembebasan mutlak, bagi Dewi Maya.
Bagai rintik hujan yang menyejukkan hati tiap insan, purnama Waisak kedua tentang penerangan sempurna mengingatkan kita akan bakti kepada guru besar, Sakyamuni Buddha.

Beliau yang telah membabarkan ajaran yang tidak lekang oleh waktu dan membentuk persaudaraan suci dengan kasih sayang sehingga kini kita semua dapat mengecap indahnya darma. Melalui peristiwa suci kedua, pintu hati diketuk untuk membuat pilihan hidup yang membawa manfaat bagi orang banyak, seperti dilakukan Buddha dengan bekerja keras membabarkan kebenaran selama beberapa dasawarsa.

Perbuatan nyata yang bertumpu pada pelaksanaan paramita, bukan saja membawa manfaat bagi diri sendiri, tetapi juga pada kebahagiaan orang banyak, merupakan semangat penerangan sempurna Waisak yang terwujud dalam semangat Bodhisattva.

Menjelang wafatnya, dengan tubuh yang lemah, Hyang Buddha masih menunjukkan bakti negara dan semua makhluk. Beliau mencegah peperangan yang akan memusnahkan negara Kapilavastu, tanah air Beliau.

Saling menyayangi
Pengabdian lebih besar untuk kebahagiaan semua makhluk juga dilaksanakan dengan sempurna oleh Hyang Buddha. Tanpa henti, Beliau berpesan kepada para siswanya agar sungguh- sungguh berusaha dan berkelana untuk kebahagiaan orang banyak. Inilah yang dikatakan bakti kepada semua makhluk.

Mengingat semua makhluk hidup adalah calon Buddha, insan yang memiliki benih ke-Buddha-an, hendaknya memperlakukan orang lain dengan penuh hormat, saling menyayangi, dan mendukung satu sama lain. Konsep yang amat mendasar ini perlu terus dikumandangkan sehingga kita semua disadarkan akan persamaan dan bukan mencari perbedaan. Dengan persamaan, rasa hormat, dan menjauhi saling menyakiti akan menimbulkan perdamaian, mencegah peperangan, dan memajukan kualitas kehidupan secara global.

Semoga ketiga peristiwa suci Waisak yang dilandasi empat pilar bakti dapat menyentuh hati kita yang hidup dalam masyarakat majemuk. Bakti kepada orangtua, Tri Ratna, bangsa dan negara, serta semua makhluk dapat melimpahkan berkah yang mulia untuk kemajuan kehidupan spiritual yang menjadi fondasi kuat bagi individu yang akan berkarya membawa perubahan yang baik bagi negeri Indonesia. (Romy)

Senin, 28 Mei 2018

Ini Kronologi Isu Bom dalam Pesawat Lion Air di Bandara Supadio Pontianak

KOMPAS.com - Manager Operasional Bandara Supadio Pontianak Bernard Munthe mengatakan, peristiwa penumpang yang keluar dari dalam pesawat melalui pintu darurat berawal ketika salah satu petugas Avsec menerima laporan adanya gurauan atau ancaman bom, Senin (29/5/2018) sekitar pukul 18.40 WIB.

"Memang ada gurauan atau ancaman bom dari salah satu penumpang pesawat Lion Air JT 687 tujuan Pontianak-Jakarta," ujar Bernard saat ditemui di Bandara Supadio, Senin malam. Penumpang yang diketahui berinisial F tersebut diduga marah kepada pramugari yang menggeser tasnya di bagasi kabin pesawat.

"Pada saat adanya ancaman bom, pramugari sebenarnya sudah memberitahukan kepada kapten di dalam pesawat," ujar Bernard.

Bernard menambahkan, pramugari juga sempat menyampaikan kepada penumpang lainnya untuk keluar dari pesawat secara tenang dan perlahan.

Namun karena adanya kabar bom tersebut, kemudian beberapa penumpang Lion Air panik dan melompat melalui jendela darurat.

"Pintu darurat itu dibuka bukan atas instruksi pramugari, tetapi inisiatif dari penumpang," jelas Bernard.

Saat ini, pelaku berinisial F dibawa ke Polresta Pontianak untuk pemeriksaan lebih lanjut. Polisi juga memeriksa dua orang pramugari Lion Air terkait peristiwa ini.



- Source video/copyright:
https://regional.kompas.com/read/2018/05/29/00231721/ini-kronologi-isu-bom-dalam-pesawat-lion-air-di-bandara-supadio-pontianak

* https://www.facebook.com/makinjambi

Rabu, 16 Mei 2018

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1439H/2018

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Siu San Teng Gelar Sejit Hok Tek Tjen Sen “福德正神”


JAMBI – Ratusan umat Khonghucu Jambi, Senin (14/5-2018) memadati Klenteng Siu San Teng yang beralamat di Kampung Manggis, Kelurahan Sungai Asam, Kecamatan Pasar Jambi, Kota Jambi, mereka silih berganti mendatangi klenteng Siu San Teng untuk sembahyang sejet Hok Tek Tjen Sen yang jatuh pada Sa Gwee Ji Kao atau 14 Mei 2018, mereka memegang hio sambil berdoa pada hari ulang tahun “Hok Tek Tjen Sen” 福德正神 atau yang lazim dipanggil Tua Pek Kong (dalam bahasa Kokkien) yang artinya datuk tertua, “Hok Tek Chen Sen” juga dikenal sebagai “Thouw Te Kong” 土地公 atau dewa bumi.

Pada umumnya “Hok Tek Tjen Sen” dikenal sebagai dewa keberuntungan. Dewa ini sebenarnya termasuk dalam jajaran dewa tanah, sebab di setiap tanah/ daerah, merupakan kekuasaan beliau.
Menurut Tanoto Kusumah selaku ketua Klenteng Siu San Teng, perayaan sejit ada yang lakukan pada Ji Gwee Jiu Ji kongzili (penanggalan lunar) dan kita adakan pada Sa Gwee Ji Kao berdasarkan kesepakatan para pengurus yang mayolitas adalah pengusaha.
 
Menurut legenda “Hok Tek Tjen Sen” 福德正神 :
Asal muasalnya, sebelum beliau mencapai kesempurnaan menjadi sen ren (dewa), beliau adalah seorang pejabat negara bidang perpajakan yang bernama Hok Tek 福德, Ia adalah seorang pejabat yang bijaksana dan arif bagi rakyat yang hidup dari kekurangan, bahkan ia rela mengeluarkan uang pribadi untuk membantu rakyat yang kuran mampu membayar pajak bumi, kadang kala ia memberikan bantuan kekayaannya kepada rakyat miskin, sehingga ia sangat dicintai rakyatnya.

Suatu ketika beliau sakit dan wafat, jabatan beliau digantikan oleh Wei Chao. Sepak terjang Wei Chao sangat bertolak belakang dengan Hok Tek, Wei Chao sering menekan rakyat, dan tidak segan-segan menghukum mereka, hanya karena mereka terlambat atau tidak mampu membayar pajak karena gagal panen.

Sehingga salah satu petani pada pagi hari memasang gaharu (hio) di sebuah bongkahan batu dibawah pohon besar, petani tersebut sambil berdoa, petani itu menyatakan saat Hok Tek masih hidup dan bertugas sebagai petugas pajak tidaklah sekejam pejabat yang baru. Didalam doanya “Jika engkau dapat mendengar doa saya, mohon bantu agar usaha pertaniannya bisa sukses, tanahnya subur” ternyata apa yang didoakan sang petani, terkabuli, sejak saat itu setiap pagi sebelum memulai kerja disawah, si petani selalu sembahyang dibawah batang pohon, kebetulan petani lain yang liwat merasa heran, mengapa petani itu bicara dengan batu dibawah pohon, orang pada mengangkap dia sudah gila. Ternyata usaha petani tersebut semakin hari semakin maju hingga petani lain juga pada mengikutinya.

Akhirnya berita kesuksesan para petani tersebut tersebar ketelinga sang raja, maka raja mengutus seorang menteri untuk mencari tahu apa sebabnya rakyat di desa itu tiba-tiba jadi makmur, setelah mendapatkan kabar dari sang menteri, rajapun langsung mengunjungi desa itu untuk melihat langsung kehidupan rakyatnya berkat bantuan arwah Hok Tek, akhirnya raja meminta rakyat membuatkan altar yang lebih tinggi, karena sang dewa tidak mungkin diletakan ditanah dan raja juga meminta dibuatkan sebuah miao, sebagai tempat pemujaan, selain itu raja juga memberikan gelar tambahan kepada Hok Tek menjadi Hok Tek Tjen Sen 福德正神 yang artinya Hok Tek Benar-benar Dewa.

Maka para umat Khonghucu disetiap pelosok pada memuja Hok Tek Tjen Sen, dewa bumi bahwa di setiap klenteng terdapat kim sin (patung) Hok Tek Tjen Sen-lah yang paling banyak jumlahnya, bahkan banyak pihak yang memanfaatkan nama besar Hok Ten Tjen Sen untuk tujuan pribadi/ golongan. (Romy).