Selasa, 26 Desember 2017

Mengenai Tradisi Membakar Rumah Arwah Untuk Leluhur

Mengenai pengiriman "rumah-rumahan" untuk almarhum merupakan sebuah tradisi sejak jaman pemerintahan Kaisar Lie Sie Bien (Lie She Min). Konon tradisi "Bakar Rumah-rumahan dan uang Kertas" ini baru dimulai pada zaman pemerintahan Kaisar Lie Sie Bien (Lie She Min) dari Kerajaan Tang di Tiongkok. Lie Sie Bien adalah seorang kaisar yang adil dan yang taat sehingga beliau dicintai oleh rakyatnya.

Ada upacara pengiriman rumah-rumah tersebut berisi daftar barang yang dikirimkan, nama keluarga yang ikut mengirim untuk almarhum serta surat-surat bergaya ekspedisi ditujukan kepada siapa dan dari siapa, dan lain-lain. Semua ini ditempelkan ke rumah-rumahan beserta perlengkapan dan pernak-pernik aksesorisnya.

Ada upacara pengiriman yang mempergunakan Taoshe atau dari rohaniawan yang memimpin upacara ritual tersebut dengan membaca mantera mengundang arwah leluhur serta mengirim rumah dengan cara di bakar.!!!

Bahwa pengiriman rumah untuk arwah keluarganya tidak sampai alias gagal karena orang yang memimpin tidak memiliki kemampuan apapun, maka untuk melakukan pengiriman rumah mesti dengan pertolongan Taoshe atau Rohaniawan yang memiliki keahlian.

Kirimkan rumah-rumahan agar leluhur tidak gentayangan dan memiliki tempat tinggal yang nyaman. Tapi belikan rumah-rumahan yang sederhana saja, jangan yang mewah dan mahal. Tapi orang yang akan memimpin upacara pengiriman / pembakaran rumah-rumahan tersebut? Sebab kalau dia tidak memiliki kemampuan, rumah yang dikirimkan tidak akan sampai ke almarhum.

Untuk keperluan pengiriman rumah ini cari Taoshe atau Rohaniawan dari klenteng (jangan sembarang orang) agar pengiriman rumah tersebut tidak mubasir/sia-sia. (Sumber Net)
* https://www.facebook.com/makinjambi

Minggu, 24 Desember 2017

Perayaan Tang Cuek (冬節) Di Makin Sai Che Tien Jambi

Siswa-Siswi Sekolah Minggu Khonghucu Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Sai Che Tien Jambi adakan perayaan Tang Cuek (冬節) pada hari Minggu, 24 Desember 2017.

Setiap bulan Desember pada sekitar tanggal 21 atau 22, masyarakat Tionghoa secara tradisi merayakan hari festival Dongzhi (冬至) / Tang Cuek (冬節) yang berarti Musim Dingin Yang Ekstrem. Dan pada perayaan tersebut mereka memakan makanan yang di masyarakat keturunan etnis Tionghoa di Indonesia. Sebuah jenis makanan yang terbuat dari tepung ketan dibentuk bulat besar atau kecil yang disajikan di dalam kuah yang terbuat dari air dan gula. Makanan Onde.

Secara tradisi, perayaan Dongzhi atau Tang Cuek (bahasa hokkien) merupakan sebuah perayaan untuk berkumpul bersama keluarga di musim dingin di Tiongkok. Kembali berkumpulnya anggota keluarga atau reuni dengan makan onde bersama dengan menggunakan mangkuk di meja bundar menjadi tradisi perayaan tersebut. Reuni dan kebersamaan inilah yang disimbolkan oleh bentuk bulat. (Romy)

Hari Ibu Diwarnai Banjir Air Mata Oma-Oma😭😭😭😭

Untuk kali kedua Kelenteng Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Sai Che Tien Jambi 占碑獅仔殿孔教會 Jalan Pangeran Diponegoro, Lorong KONI IV, Rt. 02, Kelurahan Talangjauh, Kecamatan Jalutung, Kota Jambi mengadakan perayaan Hari Ibu “母親節”. Untuk menyambut dan memeriahkan hari ibu yang jatuh pada tanggl 22 Desember, maka MAKIN Sai Che Tien adakan pada hari Minggu (24/12-2017) pagi, acara Hari Ibu kali ini diawali Lagu Indonesia Raya, selanjutnya Lagu Mars Khonghucu dan Lagu Mars Perkhin, terus pambacaan Puisi oleh Siswa Sekolah Minggu Khonghucu, Pemberian Bunga kepada sang ibu tercinta, dilanjukan dengan mencuci kaki sang ibu dan memohon ampun kepada kedua orang tua. Sedangkan sang ibu memberikan angpao kepada sang anak dengan harapan agar anak tersebut pandai mencari uang dikemudian hari, acara ditutup dengan aneka hiburan dan santap siang bersama.

Tahun ini merupakan Hari Ibu yang luar biasa, pasalnya para oma-oma menuangkan air mata ditengah keramaian penonton sambil memeluki putra-putri tercinta mereka mereka, bahkan adminpun ikut bersedih😭😭😭😭.

Namun sangat disayangi acara yang begitu spektakuler, hanya ada dua perwakilan MAKIN yang hadir, sepertinya MAKIN yang ada tidak mendukung acara tersebut, utusan MAKIN yang hadir terdiri dari MAKIN Hok Sin Tong (占碑福神堂孔教會黄汉雄) Hasan Andi Ng, Perwakilan MAKIN Leng Chun Kheng (占碑龍春宮孔教會), Rinto Halim.

Hari ini (22 Desember) adalah hari yang sangat special, karena hari ini merupakan hari dimana insan di seluruh dunia sedang mengenang atau menikmati kebersamaan dengan orang yang melahirkannya di atas dunia. “Pengorbanan Seorang Ibu Yang Tulus Seringkali Kita Lupakan”, Kita jarang sekali melihat atau memperhatikan ibunda kita yang jalannya sudah tertatih-tatih, karena usianya sudah tua, namun mereka tidak pernah mengeluh dan mengemis minta belas kasih dari sang anak-anaknya, apalagi mereka diajak jalan-jalan. Jasa-jasa ibu pada kita sungguh tak terhingga, kita tak akan bahkan tak mungkin kita bisa membalasnya, dan seberapa besar pun kita mencintai ibu kita, jika dibandingkan dengan cinta ibu kepada diri kita, maka kita akan menemukan bahwa cinta kita sebenarnya bukanlah apa-apa dibanding cinta dan kasih sayang ibu pada diri kita.! (Romy)* https://www.facebook.com/makinjambi

Sabtu, 23 Desember 2017

Kata Tokoh Papua, Harga BBM Hanya Turun Saat Jokowi Blusukan ke Papua

KOMPAS.com — Tokoh agama di Papua, Pastor John Djonga, menyebutkan, kebijakan bahan bakar minyak satu harga di Papua belum berjalan dengan baik.

Ia mengatakan, harga BBM hanya turun seperti di Jawa, saat Presiden Joko Widodo melakukan blusukan di Papua.

Akan tetapi, tak lama setelah Jokowi meninggalkan Papua, harga BBM kembali melonjak.

"Beliau pulang, satu-dua minggu, harga kembali 'normal'," kata John saat berbicara dalam Seminar Nasional "Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Papua" di Auditorium LIPI, Jakarta, Senin (18/12/2017).

John mengatakan, ia memantau langsung kondisi ini di Yahukimo, Papua.

Saat Jokowi baru mencanangkan program BBM satu harga di kabupaten itu pada Oktober 2016, John mengakui bahwa harganya sama seperti di Jawa, yakni Rp 6.450 per liter untuk premium dan Rp 5.150 per liter untuk solar.

"Sekarang sudah Rp 30.000 lagi. Bahkan dalam rangka Tahun Baru dan Natal, tahun lalu kami sampai Rp 100.000," ucap John.

John mengatakan, program BBM satu harga ini sebenarnya sangat baik bagi masyarakat Papua. Sayangnya, program ini belum bisa berjalan jika tak ada pengawasan.

"Lalu siapa yang harus monitoring dan harus menangani? Sementara pejabat di Tanah itu, bupatinya banyak di Jayapura atau di Jakarta," kata John.

BBM satu harga

Pencanangan BBM satu harga dilakukan Jokowi di Bandara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Selasa (18/10/2016).

Baca: Jumlah Wilayah BBM Satu Harga Tembus 38 Titik

Dalam sambutannya, Jokowi menegaskan bahwa harga BBM di seluruh wilayah Papua dan Papua Barat harus sama dengan wilayah lain, yakni Rp 6.450 per liter untuk premium.

Jokowi menilai, ada ketidakadilan selama bertahun-tahun karena harga premium di wilayah terpencil di Papua bisa mencapai Rp 100.000 rupiah per liter.

Saat itu, Jokowi mengatakan, Pertamina sudah melakukan sejumlah langkah untuk menurunkan harga BBM di Papua. Pertama adalah dengan mengembangkan sembilan lembaga penyalur BBM.

Kapasitas penyimpanan BBM di penyalur juga diperbesar. Selain itu, Pertamina juga sudah membeli dua pesawat Air Tractor AT-802 yang bisa mengangkut 4.000 liter BBM untuk didistribusikan ke daerah yang sulit dijangkau lewat jalur darat.

Jokowi berharap praktik penyaluran BBM di lapangan berjalan sesuai harapan. Ia mengingatkan jangan sampai BBM yang sudah dijual murah hanya dikuasai kelompok tertentu dan kembali dijual dengan harga yang mahal kepada masyarakat.

http://nasional.kompas.com/read/2017/12/18/17481141/kata-tokoh-papua-harga-bbm-hanya-turun-saat-jokowi-blusukan-ke-papua?utm_term=Autofeed&utm_campaign=Echobox&utm_medium=Social&utm_source=Facebook#link_time=1514006720

Senin, 18 Desember 2017

Kisah Nyata 'Temui saya di jembatan dalam 10 atau 20 tahun': Anak yang 'dibuang' itu akhirnya bertemu orangtuanya

Ketika usianya masih tiga hari, Kati Pohler ditinggalkan oleh orang tuanya di sebuah sudut pasar di Hangzhou, Cina.

Tonton Video:

Orang tuanya, Lida dan Fenxiang, hanya meninggalkan catatan pada selembar kertas tentang harapan untuk bertemu kembali dengan sang anak di sebuah jembatan terkenal di kota itu dalam 10 atau 20 tahun kemudian.

Setahun kemudian, bayi itu diadopsi oleh keluarga Ken Pohler dari Michigan, Amerika Serikat, dari sebuah panti asuhan di Suzhou, Cina. Mereka membawa serta catatan tersebut [Lihat Album: KisahNyata, Anak Yang Dibuang Akhirnya Bertemu Orangtuanya].

Selama puluhan tahun, Cina memberlakukan kebijakan satu anak. Tidak main-main, bagi keluarga yang memiliki lebih dari satu anak, hukumannya denda uang yang mencekik, aborsi paksa atau disteril.

Dan pada tahun 1994, di luar kehendak, Fenxiang hamil anak kedua. Berusaha merahasiakannya, tetapi Lida dan Fenxiang bingung ketika dihadapkan jalan keluarnya.

"Saya berdosa apabila kami membunuh janinnya," Lida belakangan bersaksi.

Di hadapkan ketakutan dan kebingungan, Lida dan Fenxiang akhirnya berusaha meyakinkan diri sendiri. "Apabila kita tidak mampu membesarkannya, lebih baik kita melepaskannya." Lida mencoba mengingat lagi ucapan yang tidak akan dia lupakan sepanjang hidupnya.

Di sebuah pagi, hari ketiga setelah bayi itu lahir, keluarga miskin ini akhirnya memilih jalan untuk "melepaskan" sang bayi.

"Saya menyiapkan susunya, memeluknya, dan memeluknya. Lalu saya menuju ke pasar," sang ayah mencoba mengingat. "Saya ingat dia tidak menangis. Dia tertidur pulas."

"Saya menciumnya dengan lembut." Lida melakukannya dengan penuh kasih sayang karena dia menyadari itu adalah pertemuan terakhir mereka. Bayi itu kemudian ditinggalkan di atas tumpukan barang di depan sebuah toko.

Saat usianya memasuki 20 tahun, Kati Pohler -nama bayi yang ditinggalkan oleh orang tuanya di pasar- kemudian mencoba mencari orang tuanya, dan pada saat yang sama orang tua kandungnya di Cina masih berharap dan menunggu pertemuan di atas jembatan itu.

'Apakah saya lahir dari perutmu?'

Ibu angkatnya, Ruth Pohler mengaku Kati kecil pernah menanyakan latar belakang keluarga kandungnya dalam sebuah percakapan ringan. Ketika usianya menginjak lima tahun, misalnya, dia menanyakan siapa ibu kandungnya.

"Apakah saya lahir dari perutmu?" Kati mengulang pertanyaan anak angkatnya itu. "Dan saya jawab: tidak, kamu tidak lahir dari perutku."

Dia lantas menjelaskan bahwa dia lahir dari seorang perempuan yang tinggal di Cina. "Tapi percayalah kamu adalah belahan hatiku."

Menurutnya, Kati tidak terus-menerus mengajukan pertanyaan tentang siapa orang tua kandungnya. "Mungkin karena dia disibukkan hal lain."

Namun demikian, yang selalu diingat Ruth, sang anak angkat itu terlihat bahagia setiap mendapatkan jawaban atas apa yang menjadi keingintahuannya.
'Kadang penasaran, tapi tidak saya besar-besarkan'

Berambut hitam, paras agak bulat dan mata agak sipit. Kati -kini berusia 22 tahun- menyadari sepenuhnya bahwa ada perbedaan fisik dirinya dengan kedua orang tua dan dua saudara lelakinya. Tapi sepanjang hidupnya, Kati mengaku tidak pernah dibedakan oleh keluarga angkatnya.

"Kami begitu dekat, dan begitu dekatnya, sehingga saya merasa benar-benar diterima, walaupun fisik kami berbeda," kata Kati.

Tapi, kemudian segalanya mulai menjadi berbeda ketika Kati berhubungan dengan komunitas di luar keluarganya. Di sinilah, saat dirinya bertemu dengan orang-orang yang tidak mengenal siapa dirinya, tidak tahu tentang latar keluarganya, dia seperti dituntun untuk mengetahui sejarah keluarga kandungnya.

"Saya rasa ada kalanya saya penasaran, tapi tidak pernah saya besar-besarkan," ungkapnya.

Suatu saat, ketika didera penasaran luar biasa, dia berusaha mengetahui dokumen tentang sejarah kelahirannya. Arsip-arsip itu diletakkan di bagian rak paling atas di salah-satu ruangan rumahnya.

"Saya ingat ketika kanak-kanak, saya menarik kursi, memanjat, seperti mencoba mencapainya, dan saya ingin membukanya, dan membacanya. Saya ingat, saya beberapa kali melakukannya," Kati mencoba mengingat lagi.

Dokumen penting yang ingin diketahui Kati adalah catatan berbahasa Cina yang ditinggalkan orang tua kandungnya. Kelak dia akhirnya memahami catatan yang berisi harapan orang tuanya yang ingin bertemu dirinya saat dia berusia 10 atau 20 tahun.

'Saya tetap menunggu di jembatan itu'

Sementara itu di Hangzhou, Lida dan Fengxian menjelaskan alasan yang melatari mereka menuliskan catatan yang kemudian diletakkan di atas bayi yang ditinggalkan itu.

"Saya pikir orang tua angkatnya tidak akan mengijinkan kita melihatnya dalam rentang dua, tiga, atau lima tahun," ungkap Lida.

Seperti diketahui, mereka menulis dapat bertemu lagi dengan anaknya 10 atau 20 tahun kemudian. "Pada rentang waktu 10 dan 20 tahun itulah, dia akan mulai tahu bahwa dia diadopsi."

Pada secarik kertas itu, Lida dan istrinya menuliskan bahwa mereka terpaksa meninggalkan bayi itu karena tidak ada pilihan lain. "Karena kemiskinan dan masalah lainnya, kami tidak punya pilihan selain meninggalkan gadis kecil kami di jalan."

"Aparat berwenang mengejar kami," ungkapnya. Itulah sebabnya, mereka memutuskan untuk melahirkan bayinya sendiri. "Saya memotong tali pusarnya dengan gunting."

Dan setelah bayi itu lahir dan diberi nama Jingzhi, "kami tidak dapat menemukan orang yang kami kenal untuk mengadopsinya."

Karena itulah, mereka sangat berharap dapat dipertemukan kembali dengan anaknya di atas jembatan di Huanzhou.

Takut kehilangan Kati

Menanggapi harapan orang tua kandung Kati, seperti yang dituliskan dalam dokumen itu, orang tua angkatnya dapat memahaminya.

"Itu adalah permintaan yang tulus kepada kita. Tapi karena kita tinggal berjauhan, bisakah kita melakukannya?" kata Ruth.

Saat umur Kati memasuki 10 tahun, ada upaya untuk mempertemukannya dengan orang tua kandungnya, tetapi ini tidak berjalan seperti diharapkan.

Utusan dari keluarga Ken Pohler telah dikirim ke Cina, tetapi rencana menjadi berantakan karena kehadiran media. Orang tua angkatnya membatalkan pertemuan itu dengan alasannya Kati belum siap menghadapi "situasi" di negara asalnya.

"Ketakutan saya adalah kemungkinan saya bisa kehilangan anak perempuan saya .... Saya terikat, dia adalah anak perempuan saya, kami telah mengadopsinya," kata Ruth.

Lida tentu saja kesal, namun dia tetap menunggu pertemuan tersebut. Sejak 2004 Lida selalu mengunjungi jembatan tersebut setiap tahun dan hasilnya nihil. "Saya tidak terlalu berharap, tapi saya tetap menunggu."

Kati berangkat ke Cina

Kati kemudian memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Cina untuk menemui orang tua biologisnya. Keinginan ini sulit dia tolak tatkala usianya memasuki 20 tahun.

Dia juga sempat mempertanyakan sikap orang tuanya yang menganggap dirinya "belum siap" untuk bertemu orang tua kandungnya.

"Saya mengerti logika mereka, tapi saya pikir itu logika itu buruk. Mereka mengatakan saya belum siap. Tapi bukankah tidak ada yang disebut betul-betul siap 'kan?"

Pada saat bersamaan, Kati menemukan film dokumenter berjudul Long Wait For Home yang orang tua kandungnya muncul dalam film itu. "Agak sulit dipercaya, mengapa orang tua angkat saya tidak memberitahu saya lebih awal."

"Saya menontonnya di sekolah, di perpustakaan. Itu kesalahan besar, dan saya mulai menangis ..."

Akhirnya, Ken dan Ruth Pohler -orang tua angkatnya- mengizinkannya untuk menemui orang tua kandungnya. Mereka kemudian melakukan kontak ulang dengan orang tua kandungnya di Cina.
Ingin hubungan berlanjut

Pada musim panas lalu, Kati akhirnya terbang ke Cina untuk menemui orang tuanya di jembatan terkenal itu, seperti yang direncanakan ayahnya.

"Cinta itu nyaris luar biasa. Orang tua angkat sangat mencintaiku, dan sekarang saya memiliki cinta seperti ini dari orang tua kandung saya," ungkap Kati.

Dalam perjalanan menuju Cina, Kati tidak bisa menutupi perasaannya yang campur aduk. "Ketakutan terbesar saya adalah bagaimana saya akan menyukainya, apakah saya mengecewakan mereka, tapi saya juga tahu kepedihan yang mereka alami."

Dia juga menyebut faktor bahasa dan budaya sebagai hambatan lainnya. "Idealnya, saya tidak ingin pertemuan ini hanya sekali. Saya ingin semacam hubungan lanjutan."

Perasaan yang nyaris sama juga dirasakan orang tua kandungnya, ketika menunggu kedatangan Kati.

"Apa yang bisa saya katakan kepadanya saat bertemu? Apakah akan membantu kalau saya minta maaf? Tidak. Sepuluh ribu kata maaf tidak akan cukup," ungkap Lida.
'Ibu sangat menyesal'

Akhirnya, Lida, Fenxiang dan kakak kandung Kati tiba di atas jembatan legendaris itu. Sambil berjalan, mereka memandang setiap orang yang lalu-lalang di hadapannya.

"Saya melihatnya!" Lida tak kuasa menahan bahagia. "Di mana?" sang ibu, Fenxiang, tidak kalah penasaran. "Di sana..."

Kanti akhirnya bertemu orang tua kandung dan saudara perempuannya. Tangisan kebahagiaan pun tumpah di atas jembatan. Mereka saling berpelukan. "Akhirnya, aku melihatmu. Ibu sangat menyesal. Maafkan ibumu. Akhirnya, aku bertemu denganmu, nak."

Setelah pertemuan ini, Kati menghabiskan beberapa hari untuk mengenal keluarga kandungnya. Mereka makan, belanja serta menghidupkan petasan secara bersama untuk merayakan kehadiran anaknya yang hilang itu.

"Mereka sangat peduli. Dan yang sangat lucu, ibu kandung saya mengatakan 'oh kasihan, kamu sangat kurus'. Tapi kemudian saya menatap kakak saya: dia jauh lebih kurus."

"Dia sangat peduli. Sepanjang perjalanan, dia trus saja meminta saya makan semuanya. Hal-hal kecil seperti itu ..."
Tidak merasa harus memaafkan

Keesokan harinya, sang ayah menunjukkan lokasi dia meninggalkan Kati saat masih bayi. "Saya tahu ada yang menemukanmu, karena saya mendengar kamu menangis." Lida mencoba mengenang lagi.

Lida mengaku saat itu ingin mengambil kembali bayinya, tetapi dilarang oleh keluarganya.

Terhadap apa yang terjadi saat itu, Kati mengatakan: "Dia (ayahnya) benar-benar hanya ingin agar saya memaafkannya ... Tapi menurut saya, saya tidak merasa harus memaafkan mereka, karena mereka terjebak sistem."

Di hari berikutnya, Kati, kedua orang tua kandungnya dan kakak kandungnya melakukan percakapan melalui video call dengan orang tua angkatnya di Michigan.

"Saya tahu, saya tidak bertanggung jawab sebagai seorang ibu. Kami sangat berterima kasih kepada Anda karena telah merawatnya," Fenxiang membuka pembicaraan.

Ruth kemudian membalas: "Kami juga sangat berterima kasih pada Anda karena telah memberikan kehidupan pada Kati.
Orang tua angkat: 'Kami tidak kehilangan apapun'

Belakangan, Ken mengaku ikut merasakan kebahagiaan anaknya. "Kami sangat mencintainya dan dia tahu itu, dan kami tidak kehilangan apapun hari ini. Kami sama sekali tidak kehilangan apa-apa. Kami hanya senang untuknya."

Sang ayah angkat, Ruth ikut berkata: "Saya senang dia sampai pada titik ini. Dan saya hanya berharap ada perasaan damai dan kepuasan pada dirinya dengan pertemuan itu. Dan jika itu berarti mengembangkan hubungan dengan mereka, maka tidak masalah. Itu bagus."

Beberapa hari kemudian, Kati kembali ke Michigan. Di bandar udara keberangkatan, keharuan kembali muncul saat mereka harus berpisah. Air mata meleleh di pipi ibu kandung Kati, Fenxiang.

Tiba di Michigan, Kati kemudian melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi dan mulai mendalami bahasa Mandarin. Dia berharap suatu hari bisa mempertemukan semua keluarganya.

"Bagi siapapun yang merupakan anak adopsi, saya pikir penting untuk menyadari perasaan Anda. Dan tidak ada cara yang benar atau salah saat merasakannya."

"Tidak menjadi masalah seberapa jauh Anda tahu tentang adopsi itu, mengapa Anda putus asa, dan seberapa besar perasaan Anda terhadap hal itu, dan betapa menyakitkan, tidak masalah ... Saya rasa tidak baik untuk menekan perasaan yang mungkin terjadi, sesulit apapun untuk mengatasinya."

http://www.bbc.com/indonesia/majalah-42319506

Jumat, 08 Desember 2017

Waspadalah, Wabah Difteri Di 20 Provinsi: Lima Hal Yang Perlu Anda Ketahui


Data Kementerian Kesehatan menujukkan sampai dengan November 2017, ada 95 kabupaten dan kota dari 20 provinsi yang melaporkan kasus difteri. Secara keseluruhan terdapat 622 kasus, 32 diantaranya meninggal dunia.

Sementara pada kurun waktu Oktober hingga November 2017, ada 11 Provinsi yang melaporkan terjadinya KLB difteri, antara lain di Sumatra Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.
Berikut hal-hal yang perlu anda ketahui tentang penyakit difteri:

Disebabkan bakteri menular dan berbahaya

Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jose Rizal Latief Batubara menjelaskan difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae yang menular dan berbahaya.

Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian lantaran sumbatan saluran nafas atas a toksinnya yang bersifat patogen, menimbulkan komplikasi miokarditis (peradangan pada lapisan dinding jantung bagian tengah), gagal ginjal, gagal napas dan gagal sirkulasi.

"Difteri itu gejalanya radang saluran nafas, ada selaput putih dan gampang berdarah, dan toksinnya itu yang bahaya, bikin kelainan jantung, meninggal," katanya.

Difteri menimbulkan gejala dan tanda berupa demam yang tidak begitu tinggi, 38ºC, munculnya pseudomembran atau selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit waktu menelan, kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan pembengakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck.

Adakalanya disertai sesak napas dan suara mengorok.

Penyakit lama yang muncul kembali

Difteri sebenarnya merupakan penyakit lama yang sudah ada vaksin penangkalnya yang disebut vaksin DPT. Idealnya, vaksin ini diberikan minimal tiga kali seumur hidup sejak berusia dua tahun. Vaksin ini akan efektif jika diberikan setiap 10 tahun.

"Jadi sebenarnya bukan penyakit baru, penyakit lama yang harusnya sudah hilang dengan vaksinasi, tapi karena ada kelompok-kelompok anti vaksinasi yang banyak ini, nggak semua anak lagi yang divaksin jadinya," ujar Jose.

Direktur Surveilans dan Karantina Kementerian Kesehatan, Jane Soepardi menjelaskan sejak tahun 1990-an, kasus difteri di Indonesia ini sudah hampir tidak ada, baru muncul lagi pada tahun 2009.

- Pemerintah dianggap lemah dalam mewajibkan orang tua memberikan imunisasi
- Imunisasi campak dan rubella MR di tengah pro-kontra vaksinasi
- 100 Perempuan: Apakah pendidikan ibu meningkatkan imunisasi?

Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/ MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu, apabila ditemukan 1 kasus difteria klinis dinyatakan sebagai KLB.

"Satu kasus difteri, baru suspect saja, itu sudah dianggap kejadian luar biasa, atau KLB, dimana di situ pemerintah harus memastikan dilakukan tindakan-tindakan supaya tidak menyebar karena sangat infectious (menular)," ujar Jane.

Penyebab mewabahnya difteri saat ini, menurut Jane, kurang efektifnya upaya-upaya untuk memastikan penyakit ini tidak menyebar.

"Dari tadinya beberapa kabupaten di Jawa Timur pada tahun 2009, saat ini sudah 20 provinsi dengan 95 kabupaten," jelasnya.

Prosentase meninggal 6%

Dituturkan Jane, sejak tahun 2015, jumlah kematian akibat difteri meningkat hingga 502 kasus. Untuk tahun ini saja, sejak Januari hingga November tercatat lebih dari 590 kasus dengan prosentase kematian sekitar 6%.

"Ada penurunan karena setiap kali ada laporan kasus difteri, maka itu ketentuannya harus segera diperiksa ke laboratorium, apabila dalam tenggorokannya ada selaput yang tebal itu, langsung diberi antibiotik. Sementara orang-orang yang berada di sekitar juga harus diperiksa tanpa menunggu hasil laboratorium dan diberikan imunisasi tetanus difteri," kata dia.

Artinya, orang-orang tersebut divaksinasi ulang tanpa memandang status vaksinasi sebelumnya.

Indonesia sudah melaksanakan program imunisasi -termasuk imunisasi difteri- sejak lebih dari lima dasawarsa. Vaksin untuk imunisasi difteri ada tiga jenis, yaitu DPT-HB-Hib, vaksin DT, dan vaksin Td yang diberikan pada usia berbeda.

Imunisasi Difteri diberikan melalui Imunisasi Dasar pada bayi (di bawah sayu tahun) sebanyak tiga dosis vaksin DPT-HB-Hib dengan jarak satu bulan.

Selanjutnya, diberikan imunisasi lanjutan (booster) pada anak umur 18 bulan sebanyak satu dosis vaksin DPT-HB-Hib; pada anak sekolah tingkat dasar kelas 1 diberikan satu dosis vaksin DT, lalu pada murid kelas 2 diberikan satu dosis vaksin Td, kemudian pada murid kelas 5 diberikan satu dosis vaksin Td.

"Sehingga kita harus memastikan lagi ini semua kita minta masyarakat maupun petugas kesehatan untuk memastikan anak-anak itu status imunisasinya lengkap karena pencegahan satu-satunya difteri itu adalah imunisasi dan kita tahu ada kelompok-kelompok yang menolak dan tidak sadar sehingga anaknya tidak diimunisasi," jelas Jane.

Juga menyerang orang dewasa

Sebelumnya, kasus difteri banyak terjadi terhadap anak-anak. Namun kini Kementerian Kesehatan juga menemukan meningkatnya kasus difteri yang terjadi pada orang dewasa.

"Kita menduga karena imunisasi yang sudah begitu luas, maka kuman difteri di Indonesia itu nampaknya populasinya sudah semakin turun. Sehingga diduga booster alamiah sudah semakin kurang sehingga mulailah ada orang yang sudah dimunisasi dasar, kena," kata dia.

Di Indonesia, demografi usia yang memiliki kekebalan dasar rata-rata berusia dibawah 40 tahun. Untuk usia di atas itu, sayangnya, tidak mendapatkan imunisasi dasar ketika mereka kecil. Mereka lah yang rentan terhadap penyakit ini.

* Peneliti ciptakan ‘vaksin’ untuk tangkal serangan siber global
*  Dipercepat, pembuatan vaksin untuk tiga virus mematikan
*  Akibat penolakan dan hoaks, imunisasi massal campak dan rubella MR diperpanjang

"Di negara maju ada imunisasi tetanus difteri setiap 10 tahun sampai seumur hidup. Indonesia sedang mengarah ke sana, kita sedang merancang akan melaksanakan ini,"

Sementara saat ini Indonesia belum memiliki program imunisasi difteri untuk dewasa, yang dilakukan Kementerian Kesehatan untuk mengatasi KLB difteri saat ini adalah menghimbau orang tua, guru, petugas kesehatan, memastikan status imunisasi lengkap.

"Yang tidak lengkap segera datang untuk melengkapi. Kemudian jika ada satu kasus KLB, itu langsung diberikan imunisasi Td di sekitarnya, itu harus, jangan sampai ada yang menolak. Juga harus ada yang memastikan semua orang meminum antibiotik sampai selesai dengan begitu kita bisa hentikan penyebarannya."

Kelompok penolak vaksin

Juru bicara Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi menambahkan munculnya KLB Difteri dapat terkait dengan adanya immunity gap, yaitu kesenjangan atau kekosongan kekebalan di kalangan penduduk di suatu daerah.
Hak atas foto BBC Indonesia

Kekosongan kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan terhadap difteri, karena kelompok ini tidak mendapat imunisasi atau tidak lengkap imunisasinya. Akhir-akhir ini, di beberapa daerah di Indonesia, muncul penolakan terhadap imunisasi.

"Penolakan ini merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya cakupan imunisasi. Cakupan imunisasi yang tinggi dan kualitas layanan imunisasi yang baik sangat menentukan keberhasilan pencegahan berbagai penyakit menular, termasuk difteri," ungkap Oscar.

Jose Batubara menegaskan pemerintah harus tegas terhadap kelompok-kelompok antivaksin ini.

"Mesti dikasih peringatan. Termasuk ada beberapa artis yang hidup dengan herbal aja, tanpa vaksin. Jadi banyak berkembangnya, tidak hanya di kelompok Islam, tapi kelompok Kristen juga berkembang," kata dia.

http://www.bbc.com/indonesia/majalah-42215042