Minggu, 30 April 2017

Mengajari Anak Cinta Bumi Dengan Tanam-Menanam


JAMBI - Gadget adalah salah sebuah perangkat elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus. dari hari ke hari gadget selalu muncul dengan menyajikan teknologi terbaru yang membuat hidup manusia menjadi lebih praktis. Teknologi ini jelas mempengaruhi perkembangan anak, dengan terlalu membebaskan anak dibawah umur menggunakan teknologi yang terlalu canggih seperti gadget maka itu dapat mengubah perilaku seorang anak, untuk itu peran orang tua, guru-guru di sekolahan sangat penting sekali [Lihat Gambar: Mengajari Anak Cinta Bumi Dengan Tanam-Menanam].

Untuk itu Sekolah Minggu Khonghucu yang dibawah naungan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Sai Che Tien Jambi mengajak dan mengajari agar siswa-siswi sekolah minggu mencintai bumi dengan menanam dan pembibitan aneka sayuran seperti sayur bayam, kangkung, cabe dan tomat pada hari minggu (30/4-2017).

Anak-anak adalah generasi penerus. Kelak setelah kita tiada, mungkin mereka masih menjejak bumi. Karena itu, ajaklah mereka menjaga planet ini, harapan Guru Sekolah Minggu kepada anak didiknya.

Saat anak belajar mencintai lingkungan, artinya orang tua membangun rasa hormat kepada alam semesta, menjaga lingkungan dan tidak berperilaku merusak alam di kemudian hari.

Tujuan dari kegiatan berkebun untuk sekolah minggu adalah untuk menginspirasi anak-anak mengembangkan hubungan yang sehat antara manusia dengan lingkungannya. Bekerja di kebun akan mengembangkan pikiran dan tubuh mereka melalui aktivitas fisik, berkebun akan mengekspos mereka untuk melihat keajaiban alam, dan akan memberikan kesempatan pada anak-anak untuk bermain kreatif dan spontan. (Romy)
* https://www.facebook.com/makinjambi

Jumat, 28 April 2017

占碑寿山亭庆祝福德正神神圣诞吉辰占碑寿山亭庆祝福德正神神圣诞吉辰

 
 
 
 百多信徒祈求国泰民安 风调雨顺
座落在占碑 HMO Bafadhal街, Rt. 23 Manggis 村 寿山亭庙,于4月25日举行福德正神圣诞吉辰庆祝。是日上午十时,寿山亭基金会名誉主席陈远庆、炉主及百多位信众举行祈拜、道士郑连丁主持祈拜,诵经念咒,带领信众,礼拜玄天上帝后,祈拜福德正神,祈求神恩赐福,让印尼国家,国泰民安、风调雨顺,远离天灾人祸,占碑社会安宁,生民衣食丰足,康宁寿福。
  陈远庆表示,我们每逢新春节来临前夕,都会祈拜天公(玄天上帝),每逢神吉日时也都举办答谢神恩各种活动,同时也有台神轿游街等一系列节目。
  Romy /hk

http://www.guojiribao.com/shtml/gjrb/20170429/315861.shtml
* https://www.facebook.com/makinjambi

Selasa, 25 April 2017

Perbedaan Vihara dan Kelenteng

Banyak yang salah kaprah, atau bahkan tidak mengetahui sama sekali bahwa 'vihara' dan 'kelenteng' itu berbeda. Ada yang menganggap 'kelenteng' adalah panggilan lain dari 'vihara', jelas semua itu adalah salah. Pada kesempatan kali ini, Anda akan mengenal lebih lanjut, apa sajakah perbedaan 'vihara' dan 'kelenteng'.

a. Vihara
* Adalah rumah ibadah umat Buddha
* Biasanya berarsitektur India/Thailand, ada pula yang berarsitektur Tiongkok
* Di dalam Vihara aliran Theravada, hanya ada rupang (patung) Buddha Gautama beserta 2 muridNya. Di dalam Vihara aliran Mahayana, terdapat 3 rupang, yaitu: Rupang Buddha Gautama, Rupang Bodhisattva Avalokiteshvara, Rupang Bodhisattva Ksitigharba/Bodhisattva lainnya.
* Tidak terdapat tempat untuk membakar kertas sembahyang.
* Upacara keagamaan biasanya dilakukan secara jemaat yang disebut Puja Bakti/Kebaktian, walaupun umat juga diberi kesempatan untuk beribadah secara individu. Setelah beribadah umat biasanya akan diberi dhammadesana (khotbah/ceramah).
* Sebuah tempat bisa dikatakan Vihara apabila: memiliki minimal 1 ruang dhammasala (ruang kebaktian), memiliki kuti (tempat tinggal bikkhu), perpustakaan, bahkan ruang khusus untuk khotbah. Vihara yang lebih kecil disebut Cetya yang hanya memiliki 1 ruang dhammasala (ruang kebaktian) tanpa memiliki dhammasala dan perpustakaan. Vihara yang lebih besar dan memiliki taman disebut Arama. Vihara bisa disebut Arama apabila: memilkiki minimal 1 ruang dhammasala, kuti, perpustakaan, ruang khotbah, dan yang paling penting taman.
* Vihara biasanya menggunakan nama berbahasa Pali atau Sanskerta. Contoh: Vihara Dharma Loka, Vihara Vimala Virya, Vihara Dhamma Metta Arama, Vihara Vipassana Graha, Cetya Tisaranagamana, dll.
b.
Kelenteng
* Adalah rumah ibadah umat Konghucu/Tao
* Biasanya berarsitektur Tiongkok
* Di dalam Kelenteng terdapat rupang para Dewa/Dewi yang dipuja oleh umat
* Terdapat tempat untuk membakar kertas sembahyang
* Umumnya upacara keagamaan dilakukan secara individu
* Biasanya juga sekaligus merupakan tempat perkumpulan/yayasan sosial, seperti Kelompok Pemain Barongsai, dll.
* Kelenteng biasanya diberi nama dalam bahasa Mandarin atau bahasa Indonesia. Contoh: Kelenteng Tua Pek Kong, Kelenteng Dewi Sakti, Kelenteng Surya Bakti, dll.
Tidak heran kekeliruan ini terjadi. Pada masa Orde Baru, pemerintah RI melarang segala jenis apapun kegiatan atau tempat yang berbau tradisi Tionghua. Sehingga Kelenteng yang merupakan salah satu tradisi Tionghua akhirnya terancam ditutup. Untuk mengatasi hal itu, sebagian Kelenteng dan umat Konghucu saat itu berlindung di bawah naungan agama Buddha, sehingga mengubah nama Kelenteng menjadi nama Vihara. Tidak hanya itu, umat Konghucu yang bernaung menjadi agama Buddha pun hanya menyandang gelar agama Buddha saja, tapi tetap melakukan tata cara ibadah agama Konghucu. Sebagian umat lain malah pindah ke agama lain seperti Katolik, Protestan, Islam, ataupun Hindu yang ketika itu merupakan agama resmi.

Sejak Orde Reformasi, atau lebih tepatnya masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, kebijakan yang melarang kegiatan atau tempat yang berbau tradisi Tionghua itu kemudian dihapuskan. Sejak saat itulah umat Konghucu lebih leluasa beribadah dan melakukan aktivitas keagamaan dan kebudayaan seperti tarian Barongsai, Imlek, dll. Dan sejak pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Imlek ditetapkan menjadi hari libur nasional. Banyak pula Kelenteng yang kembali mengganti nama seperti nama semula. Namun, adapula Kelenteng yang tetap mempertahankan nama Vihara yang sebetulnya hanyalah merupakan nama sementara.

Dan dulu, sebelum agama Konghucu diresmikan, orang awam juga keliru membedakan mana Kelenteng dan mana Vihara, karena menurut mereka, hampir semua orang Tionghua yang pergi ke Kelenteng atau Vihara, sehingga umat Buddha dan umat Konghucu pun dicap sebagai agama yang hanya dianut oleh etnis Tionghua. Padahal, hal ini salah. Di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, banyak pula warga asli Indonesia yang menganut agama Buddha.

Dampaknya tidak hanya sampai di situ, karena larangan pada Orde Baru, terjadilah penggabungan 3 tempat ibadah menjadi satu. Tempat ibadah itu disebut Vihara Tri Dharma (Tiga Ajaran: Buddha, Konghucu, Tao) Dan tempat ibadah ini hanya terdapat di Indonesia. Walaupun berdampak negatif yaitu timbulnya kekeliruan, tapi tempat ibadah ini juga berdampak positif yaitu mencerminkan kerukunan umat beragama di Indonesia.
Perbedaan Agama Buddha dan Konghucu

a. Agama Buddha
Penyebar Ajaran             : Sidharta Gautama Buddha
Asal Ajaran                    : India
Kitab Suci                      : Tipitaka (Theravada, bahasa Pali) atau Tripitaka (Mahayana, bahasa Sansekerta)
Rumah Ibadah                : Vihara
Bahasa Asli                    : Bahasa Pali atau bahasa Sansekerta
Pemimpin Agama           : Bikkhu (Theravada), Biksu (Mahayana), Bikkhuni (Bikhhu Wanita)
Salam Keagamaan          : Namo Buddhaya; Namaste

Padanan kata yang sering digunakan untuk merujuk "Tuhan" adalah Sanghyang Adi-Buddha Tuhan Yang Maha Esa (lebih sering digunakan oleh Buddhayana/Ekayana). Aliran Theravada lebih sering menggunakan padanan kata Sang Tiratana.
b. Agama Konghucu
Penyebar Ajaran          : Nabi Konfusius
Asal Ajaran                  : Tiongkok
Kitab Suci                    : Sishu, Wujing, Xiao Jing
Rumah Ibadah             : Kelenteng / Lintang
Bahasa Asli                  : Bahasa Mandarin (bahasa Tiongkok)
Pemimpin Agama         : Pendeta Konghucu
Salam Keagamaan        : Wei De Dong Tian

Padanan kata yang sering digunakan untuk merujuk "Tuhan" adalah Tian/Thian Tuhan Yang Maha Esa.

http://wirawanperdana.blogspot.com/2013/06/perbedaan-vihara-dan-kelenteng.html#comment-form

Umat Khonghucu Jambi Turut Merayakan Sejit Dewa Rejeki


JAMBI – Ratusan umat Khonghucu Jambi kemarin pagi (25/4-2017) berbaur dengan para Lo Cu (panitia) merayakan Sejit Kongco Hok Tek Cen Sen yang lebih dikenal dengan sebutan “Tua Pek Kong” di Kelenteng Siu San Teng yang terletak dibilangan Jalan HMO Bafadhal, Rt. 23 Kampung Manggis Jambi [Lihat Gambar:Perayaan SejitKongco Hok Tek Ceng Sin].

Untuk memeriahkan ritual tahunan tersebut sehari sebelumnya panitia terdiri dari para pengusaha terkemuka Jambi menyelenggarakan malam hiburan karaoke dihalaman kelenteng Siu San Teng, acara tersebut terbuka untuk umum.
Selama beberapa hari mereka meninggalkan pekerjaan rutin untuk menyambut hari suci Dewa Rejeki (Tua Pek Kong).

Menurut uraian pengurus kelenteng Siu San Teng Jambi yang lama, Kongco Hok Tek Cen Sen  telah ada sejak jaman Belanda 1805/ 212 tahun yang lalu, saat itu kelenteng bernama Hok Tek.

Ujar Ketua Dewan Kehormatan Siu San Teng, Tanoto Kusumah, setiap tahun kita adakan sembahyang bersama Sia Kang pada hari pergantian tahun imlek, Malam Perayaan Cap Go Meh dan Sejit Kongco Hok Tek Cen Sen, tujuan sembahyang bersama agar masyarakat Jambi bisa hidup sejahtera, usaha lancar dan bebas dari malapetaka (bencana) yang tidak diinginkan. Tambah Tanoto Kusumah pimpinan Novita Hotel Jambi, “Kita harapkan agar masyarakat Jambi bisa hidup lebih baik, usaha lancar dan Jambi terhindar dari segala malapetaka/bendana” imbuhnya seusai sembahyang.

Seusai sembahyang semua sajian dimasak dan di makan bersama, umat Khonghucu meyakini bahwa dengan menyantap hidangan hasil ritual akan mendapatkan perlindungan dari para roh suci (Romy)
* https://www.facebook.com/makinjambi

Minggu, 16 April 2017

Tradisi Bakar Rumah Untuk Leluhur

JAMBI – Bagi masyarakat keturunan Tionghoa yang beragama Khonghucu, penghormatan kepada orangtua atau leluhur, baik yang masih hidup di dunia maupun yang sudah wafat, merupakan sebuah kewajiban anak (keturunan) sejak jaman dahulu kala.

Salah satunya adalah, tradisi tersebut adalah membakar rumah-rumahan (Bahasa Hokkien Leng Chu) yang terbuat dari bahan bambu, karton, kertas warna warni dan pernak pernik lukisan serta segala perlengkapan rumah tangga, tradisi membakar rumah-rumahan berikut segala isi ini untuk dikirim kepada arwah orangtua maupun leluhur mereka yang telah wafat, rumah-rumahan tersebut buat kebutuhan tempat tinggal arwah di alam baka.

Tradisi ini masih dipertahankan hingga kini, tradisi ini sudah ada sejak jaman nenek moyang masyarakat Tionghoa yang mayolitas beragama Khonghucu secara turun temurun, tradisi mengirim rumah-rumahan dilakukan setelah orangtua mereka meninggal genap tiga tahun.
Seperti keluarga Ong Chun Huat, memperingati tiga tahun kepergian sang istri tercintanya (The Kim Tui), The Kim Tui adalah adik ketua rohaniawan MAKIN Sai Che Tien, The Lien Teng dengan mengirimkan rumah-rumahan berikut segala isinya, agar istrinya di alam baka, memiliki tempat tinggal yang layak seperti manusia hidup di dunia fana.

Upacara sembahyang pembakaran rumah dipimpin oleh Lim Tek Chong Taoshe dari Tiongkok.

Ujar Lim Tek Chong taoshe,”Tradisi ini, masih kuat bertahan sampai kini, tradisi membakar rumah-rumahan sebagai bentuk kebaktian seorang seorang anak kepada orangtuanya, mereka mengirimkan rumah-rumahan dengan cara membakar berikut segala isi rumah, seperti alat rumah tangga, diantaranya perlengkapan alat dapur, perlengkapan ruang tamu, kamar tidur, mobil-mobilan.”  Ujar Lim Tek Chong.
Tambah Lim Tek Chong, “Bahwa manusia hidup di atas bumi merlukan tempat tinggal yang layak. Demikian juga arwah orang yang telah wafat di alam baka juga membutuhkan kehidupan seperti layaknya dimasa hidupnya”.

Selain itu, mereka juga mengirim perlengkapan lainya, seperti, sabun mandi/ sabun cuci, handuk, pakaian, sepatu, minyak sayur, garam, beras sebagai syarat untuk orangtua mereka pergunakan di alam baka, tidak ketinggalan beberapa dayang/ pembantu rumah tangga untuk membantu orangtua mereka di alam baka.

Serta ada dua jenis kertas yang digunakan dalam tradisi ini, yaitu kertas yang bagian tengahnya berwarna keemasan (Kim Cua) dan kertas yang bagian tengahnya berwarna keperakan (Gin Cua). Menurut kebiasaan-nya Kim Cua (Kertas Emas) digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa, sedangkan Gin Cua (Kertas Perak) untuk upacara sembahyang kepada para leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia. Bahwa dengan membakar kertas emas dan perak itu berarti mereka telah memberikan kepingan uang emas dan uang perak kepada para dewa atau leluhur mereka; sebagaimana diketahui kepingan emas dan perak adalah mata uang yang berlaku pada jaman Tiongkok kuno.

Semua bahan diletakan didalam rumah-rumahan, setelah itu anak laki-laki melakukan sembahyang dengan mengundang roh/ arwah orangtua mereka untuk dapat menempati rumah-rumahan yang dibeli oleh anak-anak lekaki, seusai itu baru rumah-rumahan dibakar.

Pembakaran juga memiliki pesan moral tersirat untuk berbakti dan setia kepada negeri kita tinggal karena dalam membakar kertas emas maupun perak mengandung makna tanah melahirkan logam dan tanah itu adalah tempat dimana kita berpijak, tempat kita lahir dan bertumbuh. Bagi yang beranggapan membakar uang kertas dalam jumlah besar dapat menyenangkan leluhur atau menunjukkan bakti, lebih baik tunjukkan rasa sayang anda itu semasa leluhur anda masih di dunia. (Romy)
* https://www.facebook.com/makinjambi

Minggu, 09 April 2017

Bagi-Bagi Buku Di Zi Gui Di Klenteng MAKIN Sai Che Tien Jambi


JAMBI - Agama Khonghucu telah diakui oleh Pemerintah Indonesia, sejak Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi orang nomor satu, dan ia mencabut PP Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang kegiatan warga Tionghoa. Namun, hingga kini banyak hak-hak sipil warga Khonghucu yang terabaikan. Salah satunya adalah hak pendidikan Agama Khonghucu bagi siswa-siswi beragama Khonghucu [Lihat Album: Sekolah Minggu Khonghucu Jambi].

Hak pendidikan Agama Khonghucu sebenarnya tertuang di dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003. Di situ disebutkan, peserta didik  wajib mendapatkan pelajaran agama dari guru yang seagama. Karena itulah, sekolah wajib menyedikan guru yang seagama.
Diharapkan sekolah-sekolah di Jambipun bisa menerima dan mengakomodasi amanat undang-undang tersebut, ini merupakan hak pendidikan bagi warga Khonghucu Jambi. Harap Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (matakin) Provinsi Jambi Darman Wijaya dan Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (matakin) Koya Jambi Darmadi Tekun, di sela-sela penyerahan buku Di Zi Gui (9/4-2017).

Tambah Darman Wijaya, pentingnya mendidik anak ilmu keagamaan sedini mungkin, karena anak adalah titipan dari Tuhan YME kepada kita. Ini merupakan amanah yang harus dididik dengan sebaik-baiknya. Pendidikan anak harus dimulai sedini mungkin, maka sebagai orangtua harus berperan penting dalam proses pendidikan anak, karena keberhasilan dalam mendidik anak ditentukan dengan bagaimana orangtua memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada anak tersebut. Orangtua perlu mengajarkan pendidikan, memberikan bekal baik di dunia maupun di akhirat, agar kelak mereka menjadi orang yang sukses di masa mendatang.

Kita sebagai orangtua, harus membentuk serta membiasakan anak untuk selalu menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa, serta menjauhi larangannya, agar keluarga terhindar dari siksaan dikemudian hari. Sebagai orangtua kita harus selalu memelihara anak kita agar terhindar dari segala perbuatan yang dilarang oleh agama (Romy). * https://www.facebook.com/makinjambi

Jumat, 07 April 2017

Kunjungan Kerja Konjen Tiongkok Ke Walikota Jambi

JAMBI – Kunjungan kerja Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok wilayah sumatera Zhu Honghai beserta rombongan tiba di Jambi disambut oleh Pengurus Yayasan Kesejahteraan Sentosa oleh wakil ketua Darman Wijaya, kunjungan Konjen Tiongkok adalah untuk bersilaturahmi dengan pemerintah provinsi Jambi dan Kota, diantaranya audiensi dengan Gubernur Jambi Zumi Zola di rumah dinasnya di kawasan Ancol, serta mengunjungi Pabrik Minyak Sawit PT Petaling Mandraguna yang berlokasi di Kabupaten Muarojambi serta mengunjungi situs terkemuka di pulau sumatera, yakni Candi Muarojambi (6/4-2017).

Pada hari kedua, Konjen Zhu Honghai menyempatkan diri mengunjungi Walikota Jambi H. Syarif Fasha (7/4-2017) di rumah dinas walikota [Lihat Album: http://media-fotografers.blogspot.co.id/2017/04/kunjungan-kerja-konjen-tiongkok-zhu.html].

Walikota Jambi, H. Syarif Fasha, dan Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Rakyat China (RRC), Zhu Honghai, sepakat menjalin kerjasama di bidang perdagangan dan pelatihan.

Fasha dan Zhu Honghai kembali bertemu, di rumah dinas Walikota Jambi, Jum’at. (7/4-2017). Sebelumnya mereka sudah pernah bertemu, di Kota Guang Zhou, pada 2014. Ketika itulah pertama kalinya mereka membicarakan soal kerjasama. Zhu Honghai didampingi oleh Liu Weiguo, Chen Linyan dan Chang Xiaozhu.

“Ini bukan pertemuan pertama. Sebelumnya, tahun 2014, saya berkunjung ke Kota Guang Zhou dan Zhu Honghai,” kata Fasha kepada wartawan, seusai pertemuan. (Romy)* https://www.facebook.com/makinjambi

Gubernur Jambi Bertemu Konjen Tiongkok

JAMBI - Konsulat Jenderal Tiongok Zhu Honghai serta rombongan mengunjungi Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli di rumah dinasnya di kawasan Ancol, Kamis (6/4/2017).

Mereka menawarkan kepada Zola agar perusahan besar Tiongkok dapat berinvestasi di Provinsi Jambi [Lihat Album: http://media-fotografers.blogspot.co.id/2017/04/kunjungan-kerja-konjen-tiongkok-zhu.html].

Gubernur Jambi, Zumi Zola Zulkifli, mengatakan, kedatangan Konjen Tiongkok ke Jambi adalah untuk membahas potensi-potensi yang bisa dikerjasamakan antara Pemprov Jambi dengan Pemerintah Tiongkok. (06/04/2017).

“Kita mengundang dunia usaha dari negara negara luar untuk datang ke Jambi, kita akan mempermudah perizinan, pembebasan lahan untuk membangun pabrik-pabrik di suatu lahan dan meminta dukungan dari masyarakat guna menyambut kedatangan investor,” kata Zola.

Konjen Tiongkok untuk Wilayah Sumatera, Zhu Honghai mengungkapkan, kedatangannya ini untuk menawarkan kerjasama perusahaan-perusahaan asal Tiongkok dengan Pemerintah Provinsi Jambi.  Zhu menambahkan, Konjen Tiongkok Wilayah Sumatera ini bertempat di Sumatera Utara dengan wilayah kerja di 10 Provinsi termasuk Provinsi Jambi.

Zhu mengatakan, kunjungan ini merupakan tahap awal untuk terjalinnya kerjasama. “Konjen Tiongkok menangani bidang ekonomi, pertambangan dan kebudayaan. Kami ingin mendorong lebih banyak proyek untuk pembangunan di Jambi, serta mengharapkan Pemprov Jambi memberikan dukungan terhadap niat kami ini,” tutur Zhu.

“Kami mengharapkan Pemprov Jambi mengunjungi Tiongkok dan pihak kami akan memfasilitasinya. Setiap tahunnya di Tiongkok mengadakan expo dan menyambut baik jika Pemprov Jambi bisa mengikutinya, untuk memperkenalkan Jambi kepada masyarakat Tiongkok,” ujar Zhu. (Romy)* https://www.facebook.com/makinjambi

Kunjungan Kerja Konjen Tiongkok Ke Jambi

JAMBI – Kunjungan kerja Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok wilayah sumatera Zhu Honghai 中华人民共和国註棉兰总领馆朱洪海总领事 beserta rombongan tiba di Jambi disambut oleh Pengurus Yayasan Kesejahteraan Sentosa 印尼占碑中華基金總會 oleh wakil ketua Darman Wijaya (黄春回), kunjungan Konjen Tiongkok adalah untuk bersilaturahmi dengan pemerintah provinsi Jambi dan Kota, diantaranya audiensi dengan Gubernur Jambi Zumi Zola di rumah dinasnya di kawasan Ancol, serta mengunjungi Pabrik Minyak Sawit PT Petaling Mandraguna yang berlokasi di Kabupaten Muarojambi serta mengunjungi situs terkemuka di pulau sumatera, yakni Candi Muarojambi (6/4-2017).
Gubernur Jambi menyampaikan bahwa di Jambi banyak sekali yang bisa dikerjasanmakan, baik di kabupaten maupun kota. Bidang yang sangat potensi, meliputi sektor pertanian, perkebunan dan perikanan. Saat ini sudah ada perusahaan Tiongkok yang berinvestasi di Jambi, salah satunya PetroChina, di bidang migas.
Zumi Zola juga diundang untuk datang meninjau perusahan Tiongkok. Diakui Juru bicaranya Zhu Hongha, bahwa Pemerintah Tiongkok siap menyambut baik Pemprov Jambi.
Pada hari kedua, Konjen Zhu Honghai 朱洪海 menyempatkan diri mengunjungi Walikota Jambi H. Syarif Fasha (7/4-2017) di rumah dinas walikota.

Walikota Jambi, H. Syarif Fasha, dan Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Rakyat China (RRC), Zhu Honghai, sepakat menjalin kerjasama di bidang perdagangan dan pelatihan. (Romy)* https://www.facebook.com/makinjambi

Rabu, 05 April 2017

Pengusaha Dok Kapal Ziarah Makam Leluhur


JAMBI – Hari ini (5/4) keluarga besar Robin mendatangi pemakaman leluhur  mereka untuk sembahyang Ceng Beng (清明) atau penghormatan kepada leluhur (orangtua/ kakek) mereka yang dimakam di Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi (占碑华人義山), kilometer 12, Kecamatan Pondok Meja, Kabupaten Muaro Jambi, Ceng Beng tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2017 (Sa Gwee Ciu Pwe Kongzeli), mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua [Lihat Album: Ziarah Makam Leluhur].
Robin (李静基) adalah pengusaha dok kapal terkemuka di PT. Cipta Naga Central, sejak pagi hari mereka mengunakan beberapa kendaraan untuk mengangkut berbagai sesajian atau makanan kesukaan almarhum orangtuanya dan puluhan karung kertas sembahyang yang lengkap dengan berbagai asesoris kebutuhan arwah seperti, pakaian jadi, sepatu, rokok, radio, televisi, alat dapur, emas batangan yang dikemas dalam bentuk karton tebal serta sesajin kesukaan orangtua/ leluhur,, seperti kebutuhan orang-orang hidup diatas dunia.
Ujar Robin, “Kita kirimkan berbagai kebutuhan orangtua (leluhur) kita yang berada dialam baka, disana mereka juga memerlukan apa yang kita pakai sehari-hari di dunia”.

Maka sebagai anak kita memiliki kewajiban untuk memberi hormat kepada orangtua/ leluhur yang telah wafat dengan cara menyembahyangi, imbuhnya.

Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)* https://www.facebook.com/makinjambi

Selasa, 04 April 2017

Keluarga Besar Sukirman Johon Ziarah Makam Leluhur

 
JAMBI – Hari ini ratusan warga Tionghoa sejak pagi hari telah memadati pekuburan di kilometer 7 yang berlokasi di Jalan Kapten Pattimura, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru, mereka datang bersama keluarga untuk sembahyang Cheng Beng yang tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2017, mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua (leluhur).
Indonesia lebih dikenal sebagai Ceng Beng (bahasa Hokkien) adalah agenda tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang atau ziarah ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing.

Seperti keluarga besar Sukirman Johan, sejak pagi hari telah datang bersama ibundanya, istri dan saudara-saudaranya, mereka datang ke makam orangtuanya untuk melakukan sembahyang Ceng Beng (Ziarah), sebelum prosesi Ceng Beng dilakukan, terlebih dahulu mereka bersih-bersihkan nisan dan pelataran makam, ada yang diatas makam diletakkan kertas sembahyang jenis perak (gin cua) dan emas (kim cua) maupun kertas kuning kecil memanjang, selanjutnya disekeliling makam dikasih bunga-bunga segar yang sengaja di bawa oleh ibunda Sukirman Johan.

Sebelum Sukirman Johan sembahyangi orangtuanya, terlebih dahulu ibunda Sukirman melakukan sembahyang di depan nisan suaminya (ayah Sukirman Johan, Tju Bun Cheng), sehabis itu, baru Sukirman Johan bersama istri dan kakak-kakanya lakukan sembahyang bersama. Diatas meja nisan tersedia berbagai sesajian kesukaan almarhum Tju Bun Cheng (orangtua Sukirman Johan).

Menurut Sukirman Johon, sembahyang kubur merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur. “Setiap tahun, kita sekeluarga melakukan sembahyang di makam orangtua”, ungkapnya, Selasa (4/4).

Selanjutnya tambah Sukirman Johan, “Sebagai seorang anak, kita mempunyai kewajiban untuk memberikan penghormatan kepada orangtua (leluhur) kita yang telah mendahului kita,” bagaimanapun tanpa adanya mereka (orangtua) mustahir kita bisa ada di dunia ini, maka kita pergunakan waktu Ceng Beng untuk berziarah.

Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal dunia, ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.

Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)* https://www.facebook.com/makinjambi

占碑华人清明节祭祖 缅怀祖先恩德

 
清明节是华人祭拜祖先的传统节日,几千年来都是如此。
  清明时日缅怀祖先祭祖,是使您不能忘掉祖先,不能忘掉您的根,虽然炎黄子孙一居住在海外,已落地生根,但您的主根发源地,不能给忘掉。不拿香的人,也可以花代替敬仰祖先先辈或已过世的父母。
  占碑人是非常注重华人传统节日的,每在清明节到来的前后,各地的游子都会返乡,到先人墓地扫墓祭拜。在占碑城里,可见到挤满人群在美食摊里侯着,品尝占碑的肉面及其他菜肴。
4月2日上午,占碑的墓园地有在7公里处Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru在墓园地可见到人们在祭祖情形。墓地上置放的冥纸可见,充着清明节的氛围。关注慕亚拉占碑佛寺协会(The Somt))创始人之一蔡邦胜居士,于当日携家人在墓地祭拜先人缅怀祖先,他表示,来祭拜的 各地的游子,乍看起来就有花甲至年龄了,这可看出父母辈教导有方,提倡了儒家孝道精神,我们呀发扬下去敬老尊贤的精神。
  本报记者明光报道/

  Romy供图

http://www.guojiribao.com/shtml/gjrb/20170405/313191.shtml* https://www.facebook.com/makinjambi