SURABAYA, KOMPAS.com--Rencana Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, memasang kamera pemantau (closed circuit television/CCTV) di lokalisasi Dolly, dinilai hanya akan mempermalukan orang.
"Untuk apa dipasang CCTV? Jangan, dan itu mempermalukan orang. Persoalannya, ini kan bisnis tubuh, ada yang jual dan ada yang beli. Mereka tahu itu dosa, tapi bagaimana lagi karena yang jual butuh makan," ujar Gus Solah.
Ini ditegaskan Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah. Ia malah menanyakan fungsi pemasangan CCTV di kawasan lokalisasi.
"Untuk apa dipasang CCTV? Jangan, dan itu mempermalukan orang. Persoalannya, ini kan bisnis tubuh, ada yang jual dan ada yang beli. Mereka tahu itu dosa, tapi bagaimana lagi karena yang jual butuh makan," ujarnya ketika ditemui di Surabaya, Sabtu.
Kendati demikian, ia mengaku setuju dengan wacana Gubernur Jatim Soekarwo, yang bakal menutup lokalisasi Dolly di kawasan Putat Jaya dan sekitarnya.
"Kalau ditanya setuju atau tidak, saya setuju dengan penutupan itu. Dari dulu sebenarnya sudah dilarang, dan yang saya dengar, gubernur tidak ingin ikut berdosa dengan membiarkan prostitusi dilegalkan," ucap adik kandung mantan Presiden KH Abdurrachman Wahid atau Gus Dur tersebut.
Hanya saja permasalahannya, adalah perkara apa yang akan dilakukan para pekerja seks komersial (PSK) jika nanti usahanya ditutup? Kata Gus Sholah, faktor inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah setempat.
"Sah-sah saja dan saya setuju dengan penutupan lokalisasi, tapi mereka (PSK, red) butuh makan dan ingin hidup. Kalau tempat pekerjaannya ditutup, bagaimana mereka bertahan?" ucap mantan Wakil Ketua Komnas Hak Asasi Manusia tersebut.
Karena itu, pihaknya meminta kepada Pemprov Jatim untuk memberikan lapangan pekerjaan yang baru kepada para PSK, jika nantinya penutupan benar-benar direalisasikan. Ia juga yakin, semua PSK awalnya tidak ada niat dan tidak ingin terjun ke bisnis haram itu.
"Namun, mereka melakukannya demi makan dan bertahan hidup. Jadi, saat pekerjaan mereka ditinggalkan maka harus ada pekerjaan baru dan sudah mendapat jaminan dari pemerintah," tukas pria kelahiran Jombang, 68 tahun lalu tersebut.
Sebelumnya, Gubernur Jatim mewacanakan menutup lokalisasi Dolly dan menyerahkan sepenuhnya ke Pemerintah Kota Surabaya. Namun, Wali Kota Tri Rismaharini mengaku masih akan melakukan pendekatan secara fisik maupun nonfisik terhadap para PSK.
Bahkan, pemerintah juga berencana memasang CCTV di area lokalisasi terbesar di kawasan Asia Tenggara itu.
http://oase.kompas.com/read/2010/10/31/06491234/
"Untuk apa dipasang CCTV? Jangan, dan itu mempermalukan orang. Persoalannya, ini kan bisnis tubuh, ada yang jual dan ada yang beli. Mereka tahu itu dosa, tapi bagaimana lagi karena yang jual butuh makan," ujar Gus Solah.
Ini ditegaskan Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah. Ia malah menanyakan fungsi pemasangan CCTV di kawasan lokalisasi.
"Untuk apa dipasang CCTV? Jangan, dan itu mempermalukan orang. Persoalannya, ini kan bisnis tubuh, ada yang jual dan ada yang beli. Mereka tahu itu dosa, tapi bagaimana lagi karena yang jual butuh makan," ujarnya ketika ditemui di Surabaya, Sabtu.
Kendati demikian, ia mengaku setuju dengan wacana Gubernur Jatim Soekarwo, yang bakal menutup lokalisasi Dolly di kawasan Putat Jaya dan sekitarnya.
"Kalau ditanya setuju atau tidak, saya setuju dengan penutupan itu. Dari dulu sebenarnya sudah dilarang, dan yang saya dengar, gubernur tidak ingin ikut berdosa dengan membiarkan prostitusi dilegalkan," ucap adik kandung mantan Presiden KH Abdurrachman Wahid atau Gus Dur tersebut.
Hanya saja permasalahannya, adalah perkara apa yang akan dilakukan para pekerja seks komersial (PSK) jika nanti usahanya ditutup? Kata Gus Sholah, faktor inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah setempat.
"Sah-sah saja dan saya setuju dengan penutupan lokalisasi, tapi mereka (PSK, red) butuh makan dan ingin hidup. Kalau tempat pekerjaannya ditutup, bagaimana mereka bertahan?" ucap mantan Wakil Ketua Komnas Hak Asasi Manusia tersebut.
Karena itu, pihaknya meminta kepada Pemprov Jatim untuk memberikan lapangan pekerjaan yang baru kepada para PSK, jika nantinya penutupan benar-benar direalisasikan. Ia juga yakin, semua PSK awalnya tidak ada niat dan tidak ingin terjun ke bisnis haram itu.
"Namun, mereka melakukannya demi makan dan bertahan hidup. Jadi, saat pekerjaan mereka ditinggalkan maka harus ada pekerjaan baru dan sudah mendapat jaminan dari pemerintah," tukas pria kelahiran Jombang, 68 tahun lalu tersebut.
Sebelumnya, Gubernur Jatim mewacanakan menutup lokalisasi Dolly dan menyerahkan sepenuhnya ke Pemerintah Kota Surabaya. Namun, Wali Kota Tri Rismaharini mengaku masih akan melakukan pendekatan secara fisik maupun nonfisik terhadap para PSK.
Bahkan, pemerintah juga berencana memasang CCTV di area lokalisasi terbesar di kawasan Asia Tenggara itu.
http://oase.kompas.com/read/2010/10/31/06491234/