Selasa, 26 Oktober 2010

Krisis Letusan Merapi Belum Berakhir


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Krisis yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Merapi belum bisa dipastikan berakhir karena sebagian besar waktu kejadian erupsi yang bersifat eksplosif secara visual tidak terpantau karena kondisi lapangan berkabut dan gelap.

Demikian penegasan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Surono, Selasa (26/10/2010), tentang peristiwa erupsi eksplosif Gunung Merapi, sebagaimana diperkirakan Surono sebelumnya.

Surono menyatakan belum bisa disimpulkan apakah proses erupsi ini sudah mencapai klimaks atau masih ada susulan lagi. ”Semuanya masih mungkin karena data aktivitas masih terus berlangsung. Namun, pemantauan terhambat gelap dan petugas pengamat yang kami perintahkan untuk turun menyelamatkan diri. Masa kritis belum bisa dipastikan berakhir,” katanya.

Hingga pukul 23.00, jumlah korban yang tewas 12 orang, termasuk seorang wartawan dari Vivanews.com, yakni Yuniawan Nugroho. Namun, menurut Bambang Kriwil, anggota tim SAR yang membawa turun kantong jenazah, diperkirakan masih banyak lagi korban tewas di Dusun Kinahrejo. Bahkan, diduga kuat Mbah Maridjan ikut jadi korban tewas.

Menurut anggota tim SAR lain, sebagian besar korban ditemukan di sekitar masjid milik keluarga Mbah Maridjan. Selasa malam, Sultan Hamengku Buwono X juga menyempatkan diri meninjau lokasi musibah di Kinahrejo, tetapi ia tidak bisa dihubungi. ”Beliau baru saja turun, Mas. Mungkin lagi repot. Saya pikir musibah ini sudah diantisipasi tetapi sebagian warga tidak mau dievakuasi,” ujar GKR Hemas, istri Sultan HB X.

Selasa sore, tiga dentuman besar letusan Merapi terjadi pada pukul 18.10, 18.15, dan 18.25. Letusan diawali suara gemuruh besar, sejak pukul 18.00 yang terdengar dari pos pengamatan Gunung Merapi di Jrakah (Kabupaten Magelang) dan Selo (Kabupaten Boyolali). Pengamat di Pos Selo melihat nyala api di puncak Merapi yang diikuti bumbungan asap berketinggian sekitar 1,5 kilometer.

Surono menyatakan belum mengetahui radius dampak awan panas yang menyertai letusan itu karena kondisi lapangan berkabut dan gelap. Ia memastikan, dengan tiga kali dentuman itu, erupsi Merapi bersifat eksplosif, bukan efusif seperti pola biasanya. ”Erupsi ini juga lebih besar dari tiga erupsi Merapi sebelumnya.”

Menurut Surono, salah satu parameternya adalah durasi awan panas yang jauh lebih lama dari erupsi tahun 2006. Pada erupsi tahun 2006, menurut Surono, awan panas hanya berlangsung paling lama 7 menit. Sekarang lebih dari 30 menit.

Dusun Mbah Maridjan
Bambang Kriwil melaporkan, kondisi terakhir Dusun Kepuhharjo, Umbulharjo, Cangkringan, terisolir karena tertutup abu vulkanik setinggi 5 sentimeter. Dusun ini adalah dusun kediaman Mbah Maridjan (72), juru kunci Merapi.

Kondisi desa juga sunyi senyap karena lampu listrik mati, pohon-pohon bertumbangan, disapu lahar dan awan panas. Sejumlah rumah juga rusak karena tertimpa pohon tumbang dan terbakar akibat lahar panas.

Mbah Maridjan diketahui sejak sore bertahan saat letusan Merapi terjadi. Sebelum letusan ia tengah shalat maghrib dan menolak dievakuasi meski gemuruh dari arah Merapi dan kabut sangat tebal menutupi. ”Dulu-dulu memang selalu mendung dan kabut seperti ini pas Merapi njeblug. Ora tau dibuka, ditutup terus (tidak pernah dibuka, ditutup terus),” kata Mbah Maridjan kepada sejumlah wartawan.

Letusan dan awan panas
Letusan Gunung Merapi terjadi sekitar 35 jam sejak statusnya dinaikkan menjadi Awas. Letusan eksplosif gunung di perbatasan DI Yogyakarta dan Jawa Tengah (Jateng) itu diikuti hujan abu yang meluas. Satu korban meninggal, belasan lainnya dirawat karena luka bakar parah.

Dari data kronologi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Badan Geologi di Yogyakarta, yang ditandatangani Surono, fase awal erupsi ditandai munculnya awan panas (wedhus gembel) pukul 17.02 dengan durasi sembilan menit.

Luncuran pertama diikuti lima luncuran awan panas berdurasi 2-5 menit dan dua awan panas besar pada pukul 17.42 selama 33 menit dan 18.21 selama 33 menit. Arah luncuran terpantau ke sektor barat-barat daya dan sektor selatan-tenggara. Gelombang awan panas itu mereda pukul 18.54.

Pada saat itu juga, BPPTK memerintahkan seluruh petugas di lima pos pemantau Gunung Merapi mengevakuasi diri karena dampak letusan bisa mengarah ke segala arah.

Sampai Selasa malam, pencarian dan evakuasi korban masih dilakukan. Semalam, tujuh pasien luka bakar dibawa ke RS Panti Nugroho, Sleman. Empat di antaranya dirujuk ke RS Dr Sardjito. Di Rumah Sakit Bethesda terdapat dua pasien luka bakar. Mereka adalah pasien rujukan RS Grhasia, Pakem. (ENG/IRE/ARA/WKM/PRA/GSA/EGI/MZW/GAL/SET)

http://regional.kompas.com/read/2010/10/27/05584666/