Rabu, 22 Desember 2010

Sembahyang Ronde

Festival Dongzhi atau perayaan musim dingin adalah satu dari perayaan penting masyarakat tionghoa yang dirayakan pada siklus Dongzhi (orang Tiongkok membagi musim dalam satu tahun kedalam duapuluh empat siklus, Dongzhi adalah siklus ke 22, dimulai pada saat matahari berada pada posisi 270° dan berakhir pada posisi 285° yang biasanya jatuh pada tanggal 22 Desember kalender masehi).
Ketika siklus Dongzhi dimulai, pancaran sinar matahari akan terasa lebih lemah dan siang hari berlangsung lebih singkat. Datangnya siklus Dongzhi ini oleh masyarakat tiongkok dianggap sebagai hari terakhir masa panen dan dirayakan dengan reuni keluarga pada malam hari yang lebih panjang dari biasanya sambil menyantap tangyuan (ronde) berwarna merah muda dan putih berkuah manis sebagai lambang keutuhan keluarga dan datangnya rejeki bagi mereka.

Awal mula perayaan ini berdasar pada filosofi Yin dan Yang, keseimbangan dan harmoni dalam alam semesta. Setelah hari perayaan, maka siang hari berangsur-angsur menjadi lebih panjang sehingga energi positif juga mulai mengalir masuk. Perlambang filosofi ini dalam masyarakat tionghoa adalah huruf dalam heksagram I-ching : fù (復, "Returning").

Awal festival ini mulai dirayakan adalah pada masa dinasti Han (206 SM-220 M) dan berlanjut hingga dinasti Tang dan Song (tahun 618-1279). Bangsa Han memperingati awal musim dingin ini sebagai Festival Musim Dingin dengan berbagai perayaan yang meriah. Hari pertama musim dingin menjadi hari libur nasional. Pada masa dinasti Tang dan Song, perayaan awal musim dingin ini dilengkapi dengan upacara penghormatan bagi para dewata dan leluhur. Kaisar akan berdoa kepada para dewata, sementara rakyat umumnya berdoa bagi arwah para leluhur. Pada masa dinasti Qing (1644 - 1911) perayaan ini bahkan dianggap sama pentingnya dengan perayaan musim semi.

Secara turun - temurun, festival ini menjadi saat berkumpul bagi seluruh anggota keluarga dengan satu kegiatan utama yang dilakukan (terutama bagi keluarga - keluarga di tiongkok selatan dan perantauan), yaitu membuat dan menikmati TangYuan (湯圓, orang Indonesia menyebutnya wedang ronde) yaitu hidangan berbentuk bola-bola dari beras ketan yang melambangkan persatuan. TangYuan dibuat dengan warna-warna yang cerah, masing - masing anggota keluarga mendapat setidaknya satu bola TangYuan berukuran besar disamping beberapa lainnya yang berukuran kecil. TangYuan ini ada yang tanpa isi, ada juga yang diisi kacang tanah tumbuk atau selai kacang merah.

TangYuan dihidangkan bersama dengan kuah manis dalam sebuah mangkuk. Di Semarang, kuah TangYuan biasanya berupa rebusan jahe dan gula sehingga disamping manis juga menghangatkan badan, sementara tradisi perayaan ini lebih dikenal dengan sebutan Sembahyang Ronde.

”English”
The Dōngzhì Festival or Winter Solstice Festival (冬至) is one of the most important festivals celebrated by the Chinese during the Dongzhi solar term (The traditional East Asian calendars divide a year into 24 solar terms, Dongzhi is the 22nd solar term. It begins when the Sun reaches the celestial longitude of 270° and ends when it reaches the longitude of 285°, it usually begins around December 22) when sunshine is weakest and daylight shortest. In China, Dongzhi was originally celebrated as an end-of-harvest festival. Today, it is observed with a family reunion over the long night, when pink and white tangyuan are eaten in sweet broth to symbolise family unity and prosperity.

The origins of this festival can be traced back to the Yin and Yang philosophy of balance and harmony in the cosmos. After this celebration, there will be days with longer daylight hours and therefore an increase in positive energy flowing in. The philosophical significance of this is symbolized by the I Ching hexagram fù (復, "Returning"). The Winter Solstice became a festival during the Han Dynasty (206 BC-220 AD) and thrived in the Tang and Song dynasties (618-1279). The Han people regarded Winter Solstice as a "Winter Festival", so officials would organize celebrating activities. In the Tang and Song dynasties, the Winter Solstice was a day to offer scarifies to Heaven and ancestors.

Emperors would go to suburbs to worship the Heaven; while common people offered sacrifices to their deceased parents or other relatives. The Qing Dynasty (1644-1911) even had the record that "Winter Solstice is as formal as the Spring Festival," showing the great importance attached to this day.

Traditionally, the Dongzhi Festival is also a time for the family to get together. One activity that occurs during these get togethers (especially in the southern parts of China and in Chinese communities overseas) is the making and eating of Tangyuan (湯圓) or balls of glutinuous rice, which symbolize reunion. Tangyuan are made of glutinuous rice flour and sometimes brightly coloured. Each family member receives at least one large Tang Yuan in addition to several small ones. The flour balls may be plain or stuffed. They are cooked in a sweet soup or savoury broth with both the ball and the soup/broth served in one bowl. In Semarang, the soup use to serve Tangyuan made from ginger and sugar, make it sweet and warm.