Jumat, 24 Juni 2011

Openi : Tantangan Pexi Dalam Pembinaan Generasi

Ternyata masih banyak orang beranggapan bahwa permainan catur Xiangqi hanya dimainkan oleh kalangan masyarakat Tionghoa yang usianya telah zuhur, pada hal dalam beberapa tahun ini, Xiangqi (Catur Gajah) telah berkembang pesat disekolah-sekolahan sebagai salah satu mata pelajaran extra kurikuler, tidak saja digemari dikalangan anak-anak Tionghoa melainkan juga digemari warga non Tionghoa.
Pengertia Xiangqi (Baca : Siang=Gajah dan Ci=Catur), merupakan suatu permainan masyarakat awam yang berkembang menjadi sebuah cabang olahraga, khususnya dikalangan warga Tionghoa Indonesia, karena adanya pembatasan pada zaman era Orde Baru, permainan Xiangqi sempat terhenti.

Permainan ini merupakan hasil kaborasi dari jenis permainan catur yang berasal dari Asia Tengah, yang telah berusia lebih dari dua ribu lima ratus tahun, dan dalam penyebarannya ke barat sampai ke daratan Eropa yang dibawa oleh musafir/ saudagar-saudagar kaya ke utara sampai ke daratan Tiongkok, dikedua wilayah masing-masing mengalami perobahan fundamental dan modifikasi dalam bentuk, di Eropa merupa catur biasa (nasional) sedangkan di Tiongkok berupa Xiangqi.

Ditanah air kita Indonesia, jenis permainan Xiangqi tersebut usianya sama tuanya dengan usianya arus kedatangan (migrasi) keturunan Tionghoa pada Abad ke XIV, kini telah terbentuk PEXI di beberapa provinsi, diantaranya pertama berdiri di DKI, menyusul Jatim, Sumut, Kalbar, Jambi, Sumsel, Riau, Babel, Lampung, Jabar, Jateng, Banten dan Bali.

Sejak tahun 2000 hingga kini Xiangqi dipertandingkan setiap tahun dari satu provinsi ke provinsi lainnya secara bergilir “Ini sebagaimana agenda tahunan Persatuan Xiangqi Indonesia (PEXI).” Selain itu salah satu agenda PEXI adalah Rapat Kerja nasional (Rakernas), tujuan Rakernas berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) adalah menyusun program kerja tahuan PEXI, yang terutama adalah pembinaan dan pengembangan Xiangqi dikalangan generasi muda Indonesia.

Namun sangat disayangi, Xiangqi gagal masuk ke jajaran Koni/ Koi, ada indikasi Pengurus Besar Persatuan Xiangqi Indonesia (PB-PEXI) yang hanya diperan oleh satu pihak, tanpa melibatkan pengurus lama yang telah berjuang selama sepuluh tahun di PB Pexi, seolah-olah mereka dibuang, pada hal dalam tubuh PB Pexi mayolitas adalah orang-orang dari Pengprov, yang lebih banyak mengerti Xaingqi daripada dengan obral janji.

Seperti yang disampaikan salah satu pengurus PB Pexi yang dibuang dalam kepengurusan 2009-2013 di jenjang sosial (facebook group Xiangqi), yang diibaratkan Xiangqiku sayang, Xiangqu yang malang.

Jika kita mau jujur, seyogyanya PB Pexi lebih peran aktif dalam pembinaan generasi muda Indonesia, karena kita telah memiliki segudang generasi muda yang berbakat dan berkwalitas, tidak kalah dengan tetangga kita seperti Singapure, Malaysia dan Vietnam.

Namun ambisi para pemain senior-senior lebih mengutamakan diri mereka daripada pembinaan generasi muda, karena mereka anggap generasi muda tidak bakal menguntungkan diri mereka secara pribadi, yang ada dimata mereka adalah meraih hadiah-hadiah yang dalam pertandingkan Xiangqi.