JAMBI – Mulai hari ini Sai Che Tien menggelar Po Un (memperbaiki nasib). Po Un sudah menjadi tradisi bagi etnis Tionghoa yang. Meski ada perbedaan tata cara pelaksanaannya di masing-masing klenteng, namun tujuanya sama yakni untuk memperbaiki nasib satu tahun kedepan.
Menurut, The Lien Teng di Klenteng Sai Che Tien di Jalan Koni 4, Kelurahan Talangjauh, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, Sabtu (6/2-2019) malam, prosesi Po Un bisa dilakukan setelah shen ming turun dari langit, cia gwek ce shi (tanggal 4 bulan 1 penanggalan imlek). “Po Un ini bertujuan untuk memohon berkah dan memperbaiki nasib di tahun Babi Tanah, setiap peserta Po Un cukup membawa pakaian sehari-hari digunakan baik miliknya maupun anggota keluarga yang hendak mengikuti prosesi Po Un,”kata Lien Teng.
Dikatakannya, “Po Un” merupakan tradisi yang telah mendarah daging dikalangan etnis Tionghoa yang beragama Khonghucu.” Jadi, bagi umat Khonghucu selalu menggelar ritual tersebut di klenteng. katanya.
Dari beberapa ritual Po Un yang telah dilakukan, kata Rohaniawan Matakin Jambi tentunya ada perbedaan antara ritual Po Un yang digelar klenteng dimasing-masing dengan klenteng lainnya, namun semuanya tetap satu tujuan yakni memohon berkah, keselamatan dan memperbaiki nasib.
Ritual ini, sambung The Lien Teng, etnis Tionghoa sejak ribuan tahun silam hingga sekarang masih mempertahankan ritual tersebut, saat ini warga Tionghoa tetap menggelar acara tersebut. Masing-masing orang yang dilahirkan memiliki chiong. Maka chiong inilah yang harus dicocokkan dengan shio setiap orang dan shio disetiap tahunnya.
“Ada beberapa shio yang bertentangan dengan shio Babi Tanah pada tahun 2019 ini. Maka, orang yang memiliki shio yang bertentangan tersebut harus ikut dalam ritual Po Un ini,” katanya.
Orang yang memiliki shio ada yang chiong dengan thai sui, go kui dan lainnya. Maka agar menghindari musibah ataupun kesialan pada tahun Ular air ini, maka mereka harus mengikut upacara Po Un dengan melakukan sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa dan para roh suci shen ming yang terdapat di kelenteng dengan membawa sejumlah persyaratan (sesajen) untuk melewati rintangan tahun ini.
Tahapannya biasanya seperti ini :
Semua persembahan diatas akan disusun diatas altar. 2. Lalu Rohaniawan akan menjalankan ritualnya, baca mantra sambil menggelilingi altar meliwati jembatan sebanyak 12 kali sambil menyebut kuwe ah (maksudnya liwatlah). Selanjutnya baju di stempel pada bagian pundak dan baju yang telah distempel ini nantinya akan dipakai yang bersangkutan selama 3 hari berturut, setelah itu, membakar semua kertas sembahyang yang udah di berkati dengan doa. Terakhir, Wajik (ketan), Mie Sua dan Telor dikasih warna merah dibawa pulang lalu dimasak dan dimakan bersama-sama, sedangkan kertas Hu (ada 2 jenis) yang agak besar untuk ditempelkan di pintu masuk rumah, yang agak kecil memanjang untuk dibawa (boleh letakan didalam dompet).
1. Hio (gaharu) dan lilin merah.
2. Satu piring kecil untuk mie sua.
3. Satu mangkok wajik ketan.
4. Telor dikasih warna merah.
5. Satu set gambar orang-orangan terbuat dari kertas, terdiri dari laki-laki (ortu) wanita (ibu) dan anak laki-laki maupun perempuan.
6. Semua kertas sembahyang ini. (poin 1-6 disediakan oleh pihak panitia).
7. Nama yang bersangkutan berikut tanggal lahir, jam kelahiran untuk dibacakan oleh Rohaniawan.
8. Baju tiap-tiap anggota keluarga yang mau di Po Un. (Romy)
* https://www.facebook.com/makinjambi