Kamis, 17 Maret 2011

Tidak Sendirian

Seorang pemuda memakai kacamata, membagikan “ramen” mie rebus ke beberapa orang di tempat penampungan korban tsunami. Oleh wartawan TV ditanya dari group relawan mana. Pemuda itu menjawab, “Bukan. Volunteer. Saya memang penduduk sini dan pekerjaan saya memang menjual ramen. Rumah dan warung saya juga hilang dan tidak ada lagi. Akan tetapi saya tidak sendirian. Oleh karena itu dalam keadaan sekarang kita bersama-sama melakukan apa yang bisa dilakukan untuk membangun kembali”.
Bukan tangis dan ratapan yang ditunjukan, tetapi semangat untuk bangkit kembali karena menyadari yang mengalami musibah kehilangan rumah dan pekerjaan bukan dia sendiri.
Dua orang bapak berdiri di atas bukit kecil, memandang kebawah suatu kota kecil yang sekarang sudah tidak ada lagi rumah yang berdiri. Dia menunjukan lokasi rumah dia dulu. Tampak bahwa tidak hanya rumah yang hilang tapi “kota” atau “kampung” semua hilang ditelan tsunami. Semangat tetap tercermin dalam diri bapak-bapak itu karena mereka merasa “tidak sendirian”.

Ada teman saya di Kanada menanyakan : “Jepang kan negara donor, kenapa kok mengumpulkan dana juga dari masyarakatnya?”. Mungkin jawabnya adalah bukan pada jumlah uang yang berhasil dikumpulkan tetapi lebih pada rasa setia kawan atau rasa kebersamaan sebagai satu negara/bangsa sehingga ingin berbuat sesuatu. Rasa bersama inilah yang ada dalam setiap orang jepang. Rasa ini menjadi semangat bagi orang yang ditimpa bencana, sehingga bisa bangkit lagi. Ada juga sempat di muat di kompas.com, mahasiswa atau mahasiswi jepang di Yogya mengumpulkan dana dari orang lewat di jalan ( dengan memakai pakaian jepang). Tentu saja gerakan ini kalau dilihat hasil jumlah tidak banyak, tapi “arti” dari yang dia lakukan itu cukup besar bagi dia sendiri dan bagi bangsanya. Ada rasa kesatuan sehingga tidak merasa sendirian dalam menghadapi bencana.

Pada hari ke-5 setelah gempa, yaitu tanggal 16 Maret 2011, transportasi utama di Tokyo untuk orang bekerja sudah “normal”. Ini juga berkat kerja sama antara TEPCO (perusahaan penyedia listrik), perusahaan kereta, dan Kementrian Transportasi. Memang kekurangan pasokan listrik masih ada. Akan tetapi, pengaruh ke kegiatan utama di perkantoran sedapat mungkin di kurangi supaya roda ekonomi tidak terlalu terganggu.

Berkat kerja sama tiga instansi ini, maka di waktu orang berangkat ke kantor dan pulang ke kantor, jumlah dan jadwal kereta semua normal. Artinya sama seperti sebelum gempa. Dengan demikian, orang berangkat dan pulang kerja seperti biasa. Jumlah kereta yang dikurangi adalah jam-jam tidak sibuk, yaitu jam 10 pagi sampai jam 6 sore (16:00). Suatu langkah penanganan yang juga berlandaskan semangat “tidak sendirian”, tapi bersama-sama mengatasi masalah.

Semangat bahwa “tidak sendirian” ini juga tampak jelas sekali ditunjukan oleh pemain sepak bola asal Jepang, Nagatomo, yang bermain untuk klub eropa Inter Milan. Sebelum pertandingan, bersama-sama semua pemain dan penonton berdoa untuk Jepang. Setelah pertandingan Nagatomo memegang bendera Jepang dan tertulis dalam bahasa Jepang dan juga dalam bahasa Inggris: ”You will never walk alone”. Sementara di layar TV dituliskan dalam bahasa Jepang, “Sora ha tsunagatteiru node ( kimochi ha ) tsunagaru to omoimasu” ( Langit itu bersambungan/tidak terpisah, maka perasaan juga bisa tersambung ).

Ada satu ungkapan yang sudah diajarkan ke anak sejak TK ,SD, dan sampai dewasa yaitu, “chikara o awaseru”, yang berarti kita bersama-sama menggalang kekuatan. Kalau sendirian tidak akan bisa, tetapi kalau bersama2 kita susun kekuatan maka kita akan bisa melakukannya.

http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/03/17/tidak-sendirian/