Minggu, 15 Mei 2011

Waisak 2555/BE Di Candi Muaro Jambi

JAMBI - Hari Suci Waisak menjadi salah satu hari yang penting untuk diperingati oleh umat Buddha karena memperingati tiga peristiwa yang dialami oleh Buddha Gotama pada bulan purnama yaitu :
1. Kelahiran Pangeran Siddharta Gotama pada tahun 623 SM di Taman Lumbini.
2. Pangeran Siddharta mendapat Penerangan Sempurna menjadi Buddha pada tahun 588 SM di Hutan Gaya.

3. Buddha Gotama mencapai Parinibbana (wafat) pada tahun 543 SM di Kusinara.
Menyambut perayaan Waisak 2555/ BE di Candi Muaro Jambi sudah rutin dilakukan sejak tahun 1992 oleh umat Buddha dari Vihara Sakyakirti Jambi, sebagai upaya turut melestarikan peninggalan sejarah Agama Buddha di Jambi melalui pelaksanaan ritual puja keagamaan seperti Prosesi mengelilingi Candi dan Puja Bhakti.

Diperkirakan umat Buddhis yang mengikuti perayaan hari besar Waisak di Candi Muaro Jambi, mencapai ribuan orang. Makanya, panitia jauh-jauh hari telah mempersiapkan alat tranfortasi bagi ribuan umat Buddha, ini belum termasuk kendaraan milik pribadi umat.

Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) memilih kawasan Candi Muarojambi, Provinsi Jambi sebagai tempat penyelenggaraan Hari Raya Waisak 2555/ BE ini merupakan peringatan Waisak dan mengingat masa kejayaan Sriwijaya dimasa silam.

Candi Muaro Jambi yang terletak di bantaran Sungai Batanghari atau sekitar 30 km arah timur Kota Jambi juga merupkan situs purbakala terluas di Indonesia yaitu lebih kurang 12 Kilometer atau sepuluh kali luas dari Borobudur. Candi Muaro Jambi peninggalan sejarah masa Sriwijaya yang menjadi saksi bisu yang pernah ada kerajaan besar.

Asal muasal perayaan Waisak, dimulai dari lahirnya seorang bayi suci pada bulan Waisaka di tahun 623 SM, di taman Lumbini, bumi bergetar, bunga-bunga bermekaran dan dari langit tumpah air suci yang langsung membasuh tubuh Sang bayi diiringi nyanyian dari surgawi, sungguh sebuah kelahiran maha agung. Kelahiran seorang calon guru Agung. Inilah kisah pertama dari Trisuci Waisak.

Lahir, tumbuh dewasa dengan bergelimang harta kekayaan dan kemashyuran sebagai seorang putra mahkota kerajaan Kapilavastu yang didampingi oleh seorang istri yaitu Putri Yasodhara dan seorang anak yaitu Rahula. “Apa arti hidup ini jika semua harus berakhir seperti ini ?” demikian pertanyaan yang muncul setelah beliau melihat orang sakit, orang tua dan orang mati. Dengan melihat seorang pertapa maka tumbuhlah tekad Beliau untuk mencari obat bagi penderitaan yang begitu mengerikan baginya.

Beliau pergi meninggalkan istana, keluarga, harta dan kemashyuran-Nya. Keluar masuk hutan, berguru kepada beberapa guru utama, hingga akhirnya bertapa selama enam tahun dengan cara yang sangat ekstrim. Untaian kecapi mencerahkanNya, beliau sadar bahwa menyiksa diri itu salah, dan mulailah beliau menempuh jalan tengah dan pada bulan Waisaka, tahun 588 SM, di hutan uruvela, Sidharta mencapai kebodhian. Lepaslah segala kemelekatan dan nafsu-nafsu duniawi, Sidharta menjadi Buddha - Yang Tercerahkan, Yang Maha Sempurna. Inilah kisah kedua dari Trisuci Waisak. (Rom)