Oleh Xs.Buanadjaja BS*
Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’. (Buanajaya BS)
Kini Tahun Baru Imlek termasuk hari libur nasional di Indonesia. Seperti juga dengan tahun baru Masehi, tahun baru Hijriyah, maupun tahun baru Saka. Menyongsong tahun baru Imlek medio bulan Februari 2015 mendatang, ada baiknya kita menggali beberapa hal yang bersangkutan dengan hari libur nasional tersebut.
Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’. (Buanajaya BS)
Kini Tahun Baru Imlek termasuk hari libur nasional di Indonesia. Seperti juga dengan tahun baru Masehi, tahun baru Hijriyah, maupun tahun baru Saka. Menyongsong tahun baru Imlek medio bulan Februari 2015 mendatang, ada baiknya kita menggali beberapa hal yang bersangkutan dengan hari libur nasional tersebut.
Tahun Baru Imlek tercatat tiap tanggal 1 bulan pertama (zhengyue chu yi - 正月初一) menurut kalender Imlek. Kalender Imlek dihitung berdasar peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar system), yang disesuaikan pula dengan perhitungan bumi mengelilingi matahari (solar system). Dengan begitu Tahun Baru Imlek disebut sebagai kalender sistem Luni Solar, Im Yang Lek (Yin Yang Li 阴阳历), yang disingkat menjadi Imlek (Yinli 阴历).
Seperti juga Tahun Baru 1 Muharam dalam kalender Hijriyah berkaitan dengan ritual masyarakat Islam, Tahun Baru 1 Januari dalam kalender Masehi berkaitan dengan ritual masyarakat Kristen dan Katolik, Tahun Baru Nyepi menurut kalender Saka merupakan ritual masyarakat Hindu, demikian pula Tahun Baru Ciague Ce it (zhengyue chu yi) menurut kalender Imlek merupakan ritual masyarakat Khonghucu. Tahun baru Imlek tahun 2015 ini adalah yang ke 2566, dihitung semenjak kelahiran nabi besar Kongzi dilahirkan 551 tahun sebelum Masehi. Di Vietnam tahun baru Imlek dikenal sebagai ritual Tahun Baru Thet. Secara tradisi budaya Asia Kalender Imlek juga disebut Kalender Pertanian atau: Nongli (农历).
Semenjak dinasti Han, Rujiao (儒教) yang juga dikenal sebagai agama Khonghucu (Kongjiao 孔教) ditetapkan kaisar Han Wudi sebagai sistem ritual dan pendidikan keagamaan kerajaan (guojiao 国教). Tahun Baru Imlek dihitung mulai tahun kelahiran nabi besar Khongcu (Zhisheng Kongzi至圣孔子, 551sM), maka disebut kalender nabi besar Kongzi: Kong li (孔历), atau Kongzi li (孔子历).
Tahun 2015 tepatnya 19 Februari merupakan Tahun Baru Imlek ke 2566 Kongzi li (tahun Masehi 2015 + 551). Di Negara Tiongkok sekarang masyarakat mengenal Tahun Masehi sebagai: Gong nian (公年) dan Tahun Imlek sebagai: Kong nian (孔年).
Tahun Baru Imlek Dan Presiden Soekarno
Indonesia sudah punya peraturan presiden tentang hari hari raya keagamaan sejak satu tahun usia kemerdekaan Republik Indonesia, tahun 1946. Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno adalah pemimpin Indonesia pertama yang mengumumkan tahun baru Imlek sebagai hari libur (fakultatif). Dalam Peraturan Presiden tahun 1946 Presiden Soekarno mengumumkan hari hari raya keagamaan, sebagai berikut di bawah ini.
Untuk umat Islam ada 8 hari raya. Untuk komunitas Kristen Katolik ada 4 hari raya. Untuk masyarakat Khonghucu ada 4 hari raya, yaitu: Lahir Nabi Khong Hu Tju, Tahun Baru Imlek, Tsing Bing, Wafat Nabi Khong Hu Tju. Pemeluk agama Khonghucu di tanah air Indonesia mengenal keempat hari itu sebagai kewajiban ibadah.
Masyarakat Indonesia yang memeluk agama agama selain Khonghucu menganggap keempat hari raya itu bagian dari budaya tradisi kemasyarakatan Indonesia Tionghoa. Selama penjajahan, pemerintahan kolonial Belanda juga menyertakan keempat hari raya bagi masyarakat Tionghoa pemeluk Khonghucu. Pemerintah kolonial waktu itu menganggap orang Tionghoa yang tidak menyatakan beragama lain, mereka dipandang sebagai pemeluk agama Khong Hu Tju (agama Khonghucu). Tahun Baru 1 Januari, seperti juga hari raya Chrismast, Paskah dan Kenaikan Yesus Christus dalam masa penjajahan dianggap hari raya orang Eropah dan bangsa lain yang disamakan statusnya dengan golongan Eropah.
Pada hakikatnya berbagai agama termasuk agama Khonghucu bersifat universal dan bukan hanya dipeluk suatu bangsa tertentu. Komunitas bangsa Tiongkok, Korea, Jepang, Vietnam, Malaysia, Singapura, Nusantara sudah berabad lamanya memiliki pemeluk agama Khonghucu sesuai perkembangan kesejarahannya. Tahun Baru Imlek juga sudah menjadi bagian budaya berbagai bangsa tersebut, termasuk bangsa Indonesia.
Presiden Soekarno menempatkan pemeluk agama Khonghucu setara dengan pemeluk agama Islam dan agama agama yang dipeluk masyarakat Indonesia lainnya, termasuk di dalam merayakan hari hari besar keagamaan mereka.
Presiden Abdurrahman Wahid Memulihkan Ritual dan Hari Raya Imlek
Seperti juga Tahun Baru 1 Muharam dalam kalender Hijriyah berkaitan dengan ritual masyarakat Islam, Tahun Baru 1 Januari dalam kalender Masehi berkaitan dengan ritual masyarakat Kristen dan Katolik, Tahun Baru Nyepi menurut kalender Saka merupakan ritual masyarakat Hindu, demikian pula Tahun Baru Ciague Ce it (zhengyue chu yi) menurut kalender Imlek merupakan ritual masyarakat Khonghucu. Tahun baru Imlek tahun 2015 ini adalah yang ke 2566, dihitung semenjak kelahiran nabi besar Kongzi dilahirkan 551 tahun sebelum Masehi. Di Vietnam tahun baru Imlek dikenal sebagai ritual Tahun Baru Thet. Secara tradisi budaya Asia Kalender Imlek juga disebut Kalender Pertanian atau: Nongli (农历).
Semenjak dinasti Han, Rujiao (儒教) yang juga dikenal sebagai agama Khonghucu (Kongjiao 孔教) ditetapkan kaisar Han Wudi sebagai sistem ritual dan pendidikan keagamaan kerajaan (guojiao 国教). Tahun Baru Imlek dihitung mulai tahun kelahiran nabi besar Khongcu (Zhisheng Kongzi至圣孔子, 551sM), maka disebut kalender nabi besar Kongzi: Kong li (孔历), atau Kongzi li (孔子历).
Tahun 2015 tepatnya 19 Februari merupakan Tahun Baru Imlek ke 2566 Kongzi li (tahun Masehi 2015 + 551). Di Negara Tiongkok sekarang masyarakat mengenal Tahun Masehi sebagai: Gong nian (公年) dan Tahun Imlek sebagai: Kong nian (孔年).
Tahun Baru Imlek Dan Presiden Soekarno
Indonesia sudah punya peraturan presiden tentang hari hari raya keagamaan sejak satu tahun usia kemerdekaan Republik Indonesia, tahun 1946. Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno adalah pemimpin Indonesia pertama yang mengumumkan tahun baru Imlek sebagai hari libur (fakultatif). Dalam Peraturan Presiden tahun 1946 Presiden Soekarno mengumumkan hari hari raya keagamaan, sebagai berikut di bawah ini.
Untuk umat Islam ada 8 hari raya. Untuk komunitas Kristen Katolik ada 4 hari raya. Untuk masyarakat Khonghucu ada 4 hari raya, yaitu: Lahir Nabi Khong Hu Tju, Tahun Baru Imlek, Tsing Bing, Wafat Nabi Khong Hu Tju. Pemeluk agama Khonghucu di tanah air Indonesia mengenal keempat hari itu sebagai kewajiban ibadah.
Masyarakat Indonesia yang memeluk agama agama selain Khonghucu menganggap keempat hari raya itu bagian dari budaya tradisi kemasyarakatan Indonesia Tionghoa. Selama penjajahan, pemerintahan kolonial Belanda juga menyertakan keempat hari raya bagi masyarakat Tionghoa pemeluk Khonghucu. Pemerintah kolonial waktu itu menganggap orang Tionghoa yang tidak menyatakan beragama lain, mereka dipandang sebagai pemeluk agama Khong Hu Tju (agama Khonghucu). Tahun Baru 1 Januari, seperti juga hari raya Chrismast, Paskah dan Kenaikan Yesus Christus dalam masa penjajahan dianggap hari raya orang Eropah dan bangsa lain yang disamakan statusnya dengan golongan Eropah.
Pada hakikatnya berbagai agama termasuk agama Khonghucu bersifat universal dan bukan hanya dipeluk suatu bangsa tertentu. Komunitas bangsa Tiongkok, Korea, Jepang, Vietnam, Malaysia, Singapura, Nusantara sudah berabad lamanya memiliki pemeluk agama Khonghucu sesuai perkembangan kesejarahannya. Tahun Baru Imlek juga sudah menjadi bagian budaya berbagai bangsa tersebut, termasuk bangsa Indonesia.
Presiden Soekarno menempatkan pemeluk agama Khonghucu setara dengan pemeluk agama Islam dan agama agama yang dipeluk masyarakat Indonesia lainnya, termasuk di dalam merayakan hari hari besar keagamaan mereka.
Presiden Abdurrahman Wahid Memulihkan Ritual dan Hari Raya Imlek
Kita mengenal adanya kewajiban ibadah dalam tuntunan agama Ru (Rujiao 儒教) sejak masa kehidupan guru agung Kongzi, meliputi ibadah kepada Tuhan Yang Mahaesa (Tian天) pada musim semi (chunjie 春节), musim panas (xiajie 夏节), musim rontok (qiujie 求节), musim dingin (dongjie 东节).
Ritual Tahun Baru Imlek termasuk kewajiban ibadah kepada Tian pada musim semi (chunjie春节). Di dalam Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu (TATLUA) dinamakan: ibadah King Thi Kong (Jing Tian Gong 敬天公), dilaksanakan di rumah keluarga Khonghucu maupun di Kelenteng Kelenteng (Miao 庙) tanggal 8 malam 9 Bulan Pertama (zhengyue chu ba 正月初八) satu minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek.
Ritual penutup Tahun Baru Imlek dilaksanakan masyarakat dua minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek. Ritual penutup Tahun Baru Imlek ini dikenal sebagai Capgomeh atau Siang Guan (Shang Yuan). Shang Yuan jatuh pada tanggal 15 Bulan Pertama Imlek (zhengyue shiwu 正月 十五) malam hari. Pada saat Capgomeh pemeluk agama Khonghucu melakukan ibadah syukur, juga dirayakan festival lampion.
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tgl.17 Januari 2000 mengeluarkan Keppres no 6/tahun 2000 untuk mencabut Inpres no.14/tahun 1967 yang ditanda tangani oleh Pj.Presiden Jenderal Soeharto tentang Agama, Kepercayaan dan Adat istiadat Cina.
Berkat jasa Presiden Gus Dur, Capgomeh kembali diramaikan dengan seni budaya naga Liong dan Barongsai seperti sebelum dilarang selama 32 tahun pada era Orde Baru. Bahkan Presiden Gus Dur pulalah yang meminta kepada Sdr.Ws.Bingky Irawan Panitia Imlek dan Capgomeh Nasional tahun 2000 untuk sekaligus diadakan dua kali, Imlek Nasional di Jakarta dan Capgomeh Nasional di Surabaya.
Demikian kesaksian Ketua Umum MATAKIN tahun 2000 Sdr.Ws.Dr.Chandra Setyawan dan Sekjen.MATAKIN ketika itu Sdr.Ws.Budi Santoso T. dalam beberapa kesempatan. Presiden Gus Dur juga menetapkan Tahun Baru Imlek di Indonesia sebagai hari libur fakultatif, memulihkan apa yang pernah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tahun 1946.
Presiden Megawati Soekarnoputeri Menetapkan Tahun Baru Imlek Hari Libur
Kemudian pada Imlek Nasional yang diselenggarakan Panitia Imleknas Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia tahun 2002 Presiden V Megawati Soekarnoputeri, demikian pula mantan Presiden IV Abdurrahman Wahid hadir bersama di tengah tengah umat Khonghucu dan para pejabat dalam dan luar negeri.
Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’.
Ritual Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek bertautan dengan Kelenteng atau Miao, musim semi atau Chunjie dan seni budaya naga Liong, burung Hong, Kilin dan barongsai. Semua itu merupakan simbol simbol tradisi budaya dan ritual Imlek. Ritual Imlek berakar pada Kitab Catatan Kesusilaan, Liji (礼记) sebagai bagian dari Sishu dan Wujing (四书 五经).
Ritual Tahun Baru Imlek dalam kitab Catatan Kesusilaan Liji IVA Yue Ling (Amanat Bulanan) diawali dengan upacara Li Chun. Tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pasal 1.10 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, tiba saat upacara Li Chun (tegaknya musim semi). Tiga hari sebelum upacara, Dashi (pencatat sejarah besar) memberi laporan dengan berkata, ’Pada hari ini adalah saat Li hun (4 Februari). Semarak kekuatan kebajikan ada pada unsur kayu.’ Tianzi (kaisar) segera bersiap dengan bersuci diri, pada hari Li Chun, Tianzi (kaisar) langsung memimpin San Gong (Tiga Pangeran), Jiu Qing (Sembilan Menteri Besar), para Zhu Hou (Rajamuda yang hadir di istana) dan para pembesar, menyambut musim semi di pinggiran kota Timur, dan menjamu para pangeran, rajamuda dan pembesar itu setelah kembali ke istana.”
Tahun ini tanggal 1 Bulan Pertama Imlek tahun 2566 Kongzili jatuh pada hari Kamis, tanggal 19 Februari 2015. Dalam masa kehidupan nabi besar Kongzi tahun baru jatuh pada sebelum musim dingin (Dongjie). Beliau menegaskan, agar dalam membangun sebuah pemerintahan yang baik, hendaknya mengikuti perhitungan kalender dinasti Xia.
Pada kalender dinasti Xia tahun baru jatuh pada awal musim semi (Chunjie). Hal ini memudahkan bagi seluruh rakyat di dalam menentukan awal musim tanam, karena mereka menggantungkan penghidupan sehari harinya dengan bercocok tanam. Oleh karena itulah kalender Imlek juga disebut sebagai: kalender pertanian, Nong li (农历).
Tentang kewajiban sembahyang kehadirat Tuhan Yang Mahaesa bertalian saat ritual Imlek di musim semi (chunjie), tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.13 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, pada hari pertama (Yuan Ri), Tianzi (kaisar) melakukan doa kepada Shangdi (Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya) agar dikaruniakan tahun yang berlimpah.....”
Pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.14.dicatat kondisi alam semesta sebagai berikut: ”Pada bulan ini, hawa langit turun dan hawa bumi naik. Langit dan bumi harmoni dalam kebersamaan. Rumput dan pohon pohonan bergerak tumbuh.”
Catatan Kesusilaan Liji di atas menentukan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya pada saat hari pertama (Yuan Ri) pada musim semi. Pada saat itu sistem keagamaan Ru, Rujiao adalah menempatkan kaisar sebagai Tianzi, yang secara harafiah berarti: Putera Tuhan. Kaisar sekaligus pemimpin rohani yang berkewajiban memimpin seluruh rakyat bersembahyang kepada sang Maha Pencipta.
Nabi besar Kongzi kemudian bersama para murid beliau yang berjumlah 3000 orang mengajarkan kewajiban beribadah ini kepada segenap rakyat, sehingga agama Khonghucu bukan lagi agama istana (royal religion), melainkan sebagai agama seluruh masyarakat (public religion).
Carik carik dan pernak pernik Imlek
Dalam tradisi budaya masyarakat Khonghucu dikenal kearifan rohani ’Jing Tian Zun Zu’ (敬天尊祖) ~ Sujud beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa, berdoa memuliakan leluhur. Keluarga Khonghucu pada hari raya yang satu ini melaksanakan ibadah syukur kehadirat Tuhan. Ritual sembahyang dipimpin oleh sang ayah dalam keluarga itu.
Asap dupa harum semerbak memenuhi ruangan rumah tangga mereka saat Tahun Baru Imlek. Selain ibadah syukur kepada Tuhan (Tian), mereka juga saling maaf memaafkan dan melaksanakan ’paicia’ (bai nian 拜年) kepada sanak saudara dan kenalan dekat dengan mengucapkan ’kionghi’ (gongxi xinnian 恭禧新年).
Pernak pernik Imlek seperti lampion ’tenglong’ merah, kue kue dan buah buahan serta manisan khas Imlek, simbol simbol kaligrafi antara lain: Keberkahan ’Hok khi’ (Fuqi福气). Kerukunan dan keselamatan rumah tangga ’Hapkai Ping An’ (Hejia Bing An 合家平安). Tercapai Berjuta Cita Cita ’Ban su Ji yi’ (Wanshi Ruyi万事如意).
Masyarakat Tionghoa Indonesia masih melestarikan kewajiban mengunjungi orang orangtua mereka untuk menyampaikan selamat Tahun Baru Imlek dengan ucapan khas ’Selamat Tahun Baru Imlek’ (Xinnian Kuaile 新年快乐) sebagai bagian kearifan relijius dalam tradisi budaya (chuantong wenhua 传统文化) mereka.
Xin Nian Kuaile dan Hongbao
Selesai bersembahyang syukur kepada Tuhan, dan berdoa di altar leluhur keluarga, mereka mengunjungi kakek dan nenek. Anak, menantu dan cucu cucu bersujud ’paikui’ (guixia 跪下) memberi ucapan selamat Tahun Baru Imlek kepada beliau.
Orangtua memberi kepada anak anaknya bingkisan uang di dalam amplop berwarna merah sebagai tanda kasih dan membagikan kebahagiaan kepada mereka. Bingkisan merah itu dikenal dengan sebutan ’angpao’ (hongbao红包). Hongbao arti harafiahnya adalah bingkisan berwarna merah. Warna merah menjadi simbol kebahagiaan, keberkahan dan restu dari yang lebih tua kepada yang lebih muda, tetapi hanya untuk yang belum berkeluarga.
Mereka kemudian makan bersama sama kakek nenek, ayah ibu, paman bibi sebagai sebuah keluarga besar. Orang Tionghoa Indonesia masih memegang teguh kekerabatan berdasarkan marga ’She’ (xingming姓名). Anak anak laki laki sepanjang hidupnya memegang teguh marga mereka, sebagai garis lurus marga ayah, kakek dan nenek moyangnya.
Anak perempuan juga mempunyai marga yang sama dengan ayah dan saudara laki laki mereka, namun sesudah mereka menikah, anak anak yang dilahirkannya mengikuti marga suami dan ayah mertuanya. Seorang anak perempuan bermarga Lim/Liem (lin 林), saat dewasa menikah dengan seorang suami bermarga Oei/Ui (huang 黄), putera puteri yang dilahirkan memakai marga suaminya itu.
Doa dan harapan
Demikianlah carik carik dan pernak pernik yang berkaitan dengan ritual Tahun Baru Imlek. Simbol simbol spiritual Imlek mengandung doa dan harapan kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berdoa memuliakan orangtua dan para leluhur. Kewajiban rohani tersebut merupakan perwujudan ajaran keagamaan Khonghucu, khususnya agar setiap insan beriman meneladani putera puteri dan cucu cicit mereka menjadi insan yang patuh berbakti ’U Hau’ (you xiao 有孝), menjadi anak anak yang saleh menjalankan kebajikan.
Zaman boleh berubah, budaya dan tradisi berkembang sesuai tempat dan waktu. Ritual Imlek berlandas ajaran kitab Sishu dan Wujing, maka hakikat Imlek adalah budaya rohani yang berakar pada ibadah Khonghucu.
Sebagai bagian dari tradisi budaya umat manusia, sebagaimana juga Tahun Masehi sudah menjadi milik dunia. Tahun Imlek juga sudah menyumbangsihkan nilai universal yang menembus batasan batasan bangsa dan budaya kelompok tertentu. Ritual Imlek tetap tidak mungkin kehilangan nilai filosofis dan moral spiritualnya, dalam hal ini Confucian religious system di dalam Rujiao Jingshu, Sishu Wujing, kitab suci agama Khonghucu.
* penulis adalah budayawan Kelenteng dan korps Xueshi Indonesia (2004-2015). (Romy)
Ritual Tahun Baru Imlek termasuk kewajiban ibadah kepada Tian pada musim semi (chunjie春节). Di dalam Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu (TATLUA) dinamakan: ibadah King Thi Kong (Jing Tian Gong 敬天公), dilaksanakan di rumah keluarga Khonghucu maupun di Kelenteng Kelenteng (Miao 庙) tanggal 8 malam 9 Bulan Pertama (zhengyue chu ba 正月初八) satu minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek.
Ritual penutup Tahun Baru Imlek dilaksanakan masyarakat dua minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek. Ritual penutup Tahun Baru Imlek ini dikenal sebagai Capgomeh atau Siang Guan (Shang Yuan). Shang Yuan jatuh pada tanggal 15 Bulan Pertama Imlek (zhengyue shiwu 正月 十五) malam hari. Pada saat Capgomeh pemeluk agama Khonghucu melakukan ibadah syukur, juga dirayakan festival lampion.
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tgl.17 Januari 2000 mengeluarkan Keppres no 6/tahun 2000 untuk mencabut Inpres no.14/tahun 1967 yang ditanda tangani oleh Pj.Presiden Jenderal Soeharto tentang Agama, Kepercayaan dan Adat istiadat Cina.
Berkat jasa Presiden Gus Dur, Capgomeh kembali diramaikan dengan seni budaya naga Liong dan Barongsai seperti sebelum dilarang selama 32 tahun pada era Orde Baru. Bahkan Presiden Gus Dur pulalah yang meminta kepada Sdr.Ws.Bingky Irawan Panitia Imlek dan Capgomeh Nasional tahun 2000 untuk sekaligus diadakan dua kali, Imlek Nasional di Jakarta dan Capgomeh Nasional di Surabaya.
Demikian kesaksian Ketua Umum MATAKIN tahun 2000 Sdr.Ws.Dr.Chandra Setyawan dan Sekjen.MATAKIN ketika itu Sdr.Ws.Budi Santoso T. dalam beberapa kesempatan. Presiden Gus Dur juga menetapkan Tahun Baru Imlek di Indonesia sebagai hari libur fakultatif, memulihkan apa yang pernah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tahun 1946.
Presiden Megawati Soekarnoputeri Menetapkan Tahun Baru Imlek Hari Libur
Kemudian pada Imlek Nasional yang diselenggarakan Panitia Imleknas Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia tahun 2002 Presiden V Megawati Soekarnoputeri, demikian pula mantan Presiden IV Abdurrahman Wahid hadir bersama di tengah tengah umat Khonghucu dan para pejabat dalam dan luar negeri.
Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’.
Ritual Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek bertautan dengan Kelenteng atau Miao, musim semi atau Chunjie dan seni budaya naga Liong, burung Hong, Kilin dan barongsai. Semua itu merupakan simbol simbol tradisi budaya dan ritual Imlek. Ritual Imlek berakar pada Kitab Catatan Kesusilaan, Liji (礼记) sebagai bagian dari Sishu dan Wujing (四书 五经).
Ritual Tahun Baru Imlek dalam kitab Catatan Kesusilaan Liji IVA Yue Ling (Amanat Bulanan) diawali dengan upacara Li Chun. Tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pasal 1.10 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, tiba saat upacara Li Chun (tegaknya musim semi). Tiga hari sebelum upacara, Dashi (pencatat sejarah besar) memberi laporan dengan berkata, ’Pada hari ini adalah saat Li hun (4 Februari). Semarak kekuatan kebajikan ada pada unsur kayu.’ Tianzi (kaisar) segera bersiap dengan bersuci diri, pada hari Li Chun, Tianzi (kaisar) langsung memimpin San Gong (Tiga Pangeran), Jiu Qing (Sembilan Menteri Besar), para Zhu Hou (Rajamuda yang hadir di istana) dan para pembesar, menyambut musim semi di pinggiran kota Timur, dan menjamu para pangeran, rajamuda dan pembesar itu setelah kembali ke istana.”
Tahun ini tanggal 1 Bulan Pertama Imlek tahun 2566 Kongzili jatuh pada hari Kamis, tanggal 19 Februari 2015. Dalam masa kehidupan nabi besar Kongzi tahun baru jatuh pada sebelum musim dingin (Dongjie). Beliau menegaskan, agar dalam membangun sebuah pemerintahan yang baik, hendaknya mengikuti perhitungan kalender dinasti Xia.
Pada kalender dinasti Xia tahun baru jatuh pada awal musim semi (Chunjie). Hal ini memudahkan bagi seluruh rakyat di dalam menentukan awal musim tanam, karena mereka menggantungkan penghidupan sehari harinya dengan bercocok tanam. Oleh karena itulah kalender Imlek juga disebut sebagai: kalender pertanian, Nong li (农历).
Tentang kewajiban sembahyang kehadirat Tuhan Yang Mahaesa bertalian saat ritual Imlek di musim semi (chunjie), tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.13 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, pada hari pertama (Yuan Ri), Tianzi (kaisar) melakukan doa kepada Shangdi (Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya) agar dikaruniakan tahun yang berlimpah.....”
Pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.14.dicatat kondisi alam semesta sebagai berikut: ”Pada bulan ini, hawa langit turun dan hawa bumi naik. Langit dan bumi harmoni dalam kebersamaan. Rumput dan pohon pohonan bergerak tumbuh.”
Catatan Kesusilaan Liji di atas menentukan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya pada saat hari pertama (Yuan Ri) pada musim semi. Pada saat itu sistem keagamaan Ru, Rujiao adalah menempatkan kaisar sebagai Tianzi, yang secara harafiah berarti: Putera Tuhan. Kaisar sekaligus pemimpin rohani yang berkewajiban memimpin seluruh rakyat bersembahyang kepada sang Maha Pencipta.
Nabi besar Kongzi kemudian bersama para murid beliau yang berjumlah 3000 orang mengajarkan kewajiban beribadah ini kepada segenap rakyat, sehingga agama Khonghucu bukan lagi agama istana (royal religion), melainkan sebagai agama seluruh masyarakat (public religion).
Carik carik dan pernak pernik Imlek
Dalam tradisi budaya masyarakat Khonghucu dikenal kearifan rohani ’Jing Tian Zun Zu’ (敬天尊祖) ~ Sujud beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa, berdoa memuliakan leluhur. Keluarga Khonghucu pada hari raya yang satu ini melaksanakan ibadah syukur kehadirat Tuhan. Ritual sembahyang dipimpin oleh sang ayah dalam keluarga itu.
Asap dupa harum semerbak memenuhi ruangan rumah tangga mereka saat Tahun Baru Imlek. Selain ibadah syukur kepada Tuhan (Tian), mereka juga saling maaf memaafkan dan melaksanakan ’paicia’ (bai nian 拜年) kepada sanak saudara dan kenalan dekat dengan mengucapkan ’kionghi’ (gongxi xinnian 恭禧新年).
Pernak pernik Imlek seperti lampion ’tenglong’ merah, kue kue dan buah buahan serta manisan khas Imlek, simbol simbol kaligrafi antara lain: Keberkahan ’Hok khi’ (Fuqi福气). Kerukunan dan keselamatan rumah tangga ’Hapkai Ping An’ (Hejia Bing An 合家平安). Tercapai Berjuta Cita Cita ’Ban su Ji yi’ (Wanshi Ruyi万事如意).
Masyarakat Tionghoa Indonesia masih melestarikan kewajiban mengunjungi orang orangtua mereka untuk menyampaikan selamat Tahun Baru Imlek dengan ucapan khas ’Selamat Tahun Baru Imlek’ (Xinnian Kuaile 新年快乐) sebagai bagian kearifan relijius dalam tradisi budaya (chuantong wenhua 传统文化) mereka.
Xin Nian Kuaile dan Hongbao
Selesai bersembahyang syukur kepada Tuhan, dan berdoa di altar leluhur keluarga, mereka mengunjungi kakek dan nenek. Anak, menantu dan cucu cucu bersujud ’paikui’ (guixia 跪下) memberi ucapan selamat Tahun Baru Imlek kepada beliau.
Orangtua memberi kepada anak anaknya bingkisan uang di dalam amplop berwarna merah sebagai tanda kasih dan membagikan kebahagiaan kepada mereka. Bingkisan merah itu dikenal dengan sebutan ’angpao’ (hongbao红包). Hongbao arti harafiahnya adalah bingkisan berwarna merah. Warna merah menjadi simbol kebahagiaan, keberkahan dan restu dari yang lebih tua kepada yang lebih muda, tetapi hanya untuk yang belum berkeluarga.
Mereka kemudian makan bersama sama kakek nenek, ayah ibu, paman bibi sebagai sebuah keluarga besar. Orang Tionghoa Indonesia masih memegang teguh kekerabatan berdasarkan marga ’She’ (xingming姓名). Anak anak laki laki sepanjang hidupnya memegang teguh marga mereka, sebagai garis lurus marga ayah, kakek dan nenek moyangnya.
Anak perempuan juga mempunyai marga yang sama dengan ayah dan saudara laki laki mereka, namun sesudah mereka menikah, anak anak yang dilahirkannya mengikuti marga suami dan ayah mertuanya. Seorang anak perempuan bermarga Lim/Liem (lin 林), saat dewasa menikah dengan seorang suami bermarga Oei/Ui (huang 黄), putera puteri yang dilahirkan memakai marga suaminya itu.
Doa dan harapan
Demikianlah carik carik dan pernak pernik yang berkaitan dengan ritual Tahun Baru Imlek. Simbol simbol spiritual Imlek mengandung doa dan harapan kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berdoa memuliakan orangtua dan para leluhur. Kewajiban rohani tersebut merupakan perwujudan ajaran keagamaan Khonghucu, khususnya agar setiap insan beriman meneladani putera puteri dan cucu cicit mereka menjadi insan yang patuh berbakti ’U Hau’ (you xiao 有孝), menjadi anak anak yang saleh menjalankan kebajikan.
Zaman boleh berubah, budaya dan tradisi berkembang sesuai tempat dan waktu. Ritual Imlek berlandas ajaran kitab Sishu dan Wujing, maka hakikat Imlek adalah budaya rohani yang berakar pada ibadah Khonghucu.
Sebagai bagian dari tradisi budaya umat manusia, sebagaimana juga Tahun Masehi sudah menjadi milik dunia. Tahun Imlek juga sudah menyumbangsihkan nilai universal yang menembus batasan batasan bangsa dan budaya kelompok tertentu. Ritual Imlek tetap tidak mungkin kehilangan nilai filosofis dan moral spiritualnya, dalam hal ini Confucian religious system di dalam Rujiao Jingshu, Sishu Wujing, kitab suci agama Khonghucu.
* penulis adalah budayawan Kelenteng dan korps Xueshi Indonesia (2004-2015). (Romy)