Kamis, 05 Februari 2015

Imlek Sebagai Cermin Ritual Khonghucu

DR.Ws.Ongky SK
Hari Raya Tahun Baru ‘Imlek’ 2566 Kongzili yang jatuh pada tanggal 19-2-2015, dilambangkan dengan tahun kambing dihitung dari kelahiran Nabi Khongzi (Nabi Khongcu) yakni 551 Sm + 2015 M = 2566. Sistem penanggalan ini memang ada jauh sebelum Nabi Kongzi lahir, yaitu sejak era Huang Di, yang dikenal dengan penanggalan petani (Nong Li). Dalam perkembangannya, penetapan tahun baru penanggalan ini mengalami perubahan dari zaman ke zaman sesuai dengan pemerintahan yang berkuasa. Baru pada dinasti Han (205-220 M) ketika agama Khonghucu menjadi agama resmi Negara, sistem penanggalan kembali memakai penanggalan dinasti Xia (Xia Li) atau Khongculik/ Kongzili. Dahulu pernah tahun baru dijatuhkan pada Hari Raya Tangcik (22 desember), akan tetapi oleh Nabi Kongzi (Khongcu) disabdakan untuk kembali ke penanggalan dinasti Xia yaitu saat tanggal 1 bulan 1. Sebagai penghormatan kepada Nabi Kongzi/ Khongcu maka tahun kelahiran Beliau yaitu 551 SM dijadikan sebagai awal penanggalan ini. Oleh karena itulah Tahun Baru ‘Imlek’ merupakan Hari Raya umat Khonghucu yang diawali dengan sembahyang kepada Tian (Tuhan YME) sebagai rasa syukur dalam perjalanan hidup setahun atas berkat dan rahmat Tian kepada umat manusia yang kemudian di akhiri dengan sembahyang Cap Go Meh di tanggal kelimabelas (pada saat bulan purnama) yang jatuh pada tanggal 15 bulan 1, sebagai awal musim tanam.
Istilah Imlek itu sendiri sebenarnya “kesalah-kaprahan” dimana sebenarnya penanggalan ini disebut Khongculik/Kongzili atau Imyanglik dimana pengambilannya disesuaikan perputaran bulan terhadap bumi, dan bumi-bulan terhadap matahari. Sebagai bukti, penanggalan ini sesuai dengan naik turun pasang air laut. Sedangkan terhadap matahari , penanggalan sesuai dengan pengaturan empat musim. Oleh karena itu sebenarnya pengucapan penanggalan Khongculik disebut ‘imlek’ merupakan kesalah-kaprahan. Namun demikian hal pengucapan ini tidaklah perlu dipersoalkan lagi karena ini sudah menjadi istilah umum, yang penting kita tahu yang sebenarnya.

Akhir-akhir ini mulai banyak terlihat orang-orang yang selama 35 tahun ini sudah bukan umat Khonghucu lagi tetap merayakan ‘Imlek’ bersama keluarga mereka sehingga ada kecenderungan menganggap ‘Imlek’ bukan saja dimiliki oleh umat Khonghucu, melainkan oleh warga keturunan Tionghoa pada umumnya. Fenomena ini menjadi bertambah menarik ketika bermunculan acara ritual Imlek diluar agama Khonghucu sehingga makin menggiring Hari Raya Imlek sebagai hari besar yang masuk kedalam ranah budaya ketimbang sebagai hari besar keagamaan. 

Secara Universal memang Tahun baru ‘Imlek’ dirayakan di seluruh dunia khususnya China, Hongkong, Taiwan, Singapura, Vietnam, Korea dll, bahkan di Indonesia tahun baru Imlek menjadi Hari Libur Nasional (2003). Dalam hal ini Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) telah mengadakan perayaan ‘Imlek’ Nasional yang dihadiri oleh Presiden secara berturut-turut sejak 16 tahun yang lalu.

Tahun baru ‘Imlek’ mengandung makna “perubahan”, manusia hendaknya merubah kehidupannya kearah lebih baik dengan membina diri, mengoreksi diri kekurangan hidupnya selama setahun (yang lalu) dan kemudian menyongsong masa depan yang lebih baik. Di Tahun baru ‘Imlek’ ini merupakan sarana berkumpul keluarga untuk mempererat persaudaraan dan saling memohon maaf. Bagi yang muda pai ( hormat) kepada yang tua. Khususnya anak anak harus sujud kepada orang tuanya sebagai bentuk bakti kepada orang tua. ‘Imlek’ juga mengandung makna bersatunya keluarga dimana pada saat ‘Imlek’ adalah saat-saat tepat bagi kumpulnya keluarga yang dalam kehidupan sehari hari sibuk dan jarang berjumpa. Makna ini bisa kita lihat dari tradisi mudik terbesar bagi orang- orang Tionghoa ketika ‘Imlek’. ‘Imlek’ juga mengandung makna sebagai bentuk berbagi kebahagiaan dimana Ajaran Agama Khonghucu menganjurkan untuk memberi dari pada diberi, menganjurkan bahwa hidup ini harus bermanfaat bagi orang lain. Bentuk-bentuk ini bisa kita lihat dari tradisi angpau sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia harus memberikan sebagian rejekinya kepada orang yang dijumpainya.  Yang lebih penting lagi ‘Imlek’ akan mendorong spirit dalam beribadah, bekerja lebih keras lagi. Semua orang di awal tahun tahun harus memiliki semangat baru dalam bekerja dan mengisi kehidupan secara positif. Manusia wajib juga bercermin diri apakah tindakan dan perbuatan tahun lalu sudah benar?

Dalam kitab Ajaran Besar Bab II: 1 disebutkan “Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharui terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama lamanya”. Lebih penting lagi bahwa dalam ‘Imlek’ diawali dengan kegiatan sembahyang kepada Tian dan di akhir perayaan ‘Imlek’ juga ditutup dengan sembahyang kepada Tian (Tuhan YME). Hal inilah menunjukan bahwa ‘Imlek’ mengandung makna ritual yang sangat mendalam. Seperti yang  disabdakan Nabi Kongzi bahwa kita harus memuliakan orang-orang besar, Para Nabi dan Tian    (Tuhan YME) sebagai bagian dari penyempurnaan kehidupan kita di dunia. Dengan perayaan ‘Imlek’ kita harus lebih meningkatkan iman dan sujud kepada Tian. Semoga melalui ‘Imlek’ 2566 ini, kita menjadi manusia yang bermental baru menyongsong Indonesia maju. Semua itu bisa terwujud bila kita mau bertindak dan bekerja keras dengan kemauan yang membara seperti yang disabdakan Nabi Khongzi kita tidak boleh membatasi diri kita, asal ada kemauan pasti akan berhasil. 

Sumber: DR.Ws.Ongky SK (Romy)
* www.ayojambi.com/