Kamis, 31 Maret 2016

Memberi Penghormatan Kepada Leluhur

Ceng Beng di Pemakaman Tionghoa Jalan Kapten Pattimura Jambi (1-4-2016)
JAMBI, ayojambi.com – Sejak dini hari ratusan warga Tionghoa telah memadati pekuburan Tionghoa di Jalan Kapten Pattimura KM 7, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru, kota Jambi, mereka datang bersama keluarga untuk sembahyang Cheng Beng (ziarah makam) atau penghormatan kepada para leluhur yang dimakamkan di Pemakaman Tionghoa, Ceng Beng tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2016. Mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua (leluhur) .
Di Indonesia lebih dikenal sebutan Ceng Beng (bahasa Hokkien), Ceng Beng adalah agenda tahunan etnis Tionghoa diseluruh dunia untuk menziarahi ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing.

Setiap warga yang datang berziarah diwajibkan membayar (membeli) kupon ziarah sesuai dengan besar kecilnya makam, kupon terbagi dalam 2 type, type A makam besar dengan harga Rp. 150.000/ permakam, type B makam kecil dengan harga Rp. 100.000/permakam. Uang tersebut untuk biaya petugas yang membersihkan makam, biaya untuk konsumsi petugas lapangan.

Belum lagi lagi kutipan-kutipan parkir liar yang sering jadi keluhan warga yang lakukan ziarah, karena kutipan parkir lebih besar dari parkir resmi dari pemerintah kota, kisaran uang parkir antara Rp. 5.000 sampai Rp. 15.000 sesuai dengan kendaraan penziarah, ini yang sering dikeluhkan penziarah.
 Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi, KM 12, 
Desa Pondok Meja, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi. 
(Foto 11 Nopember 2015)
Sedangkan Tempat Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi, KM 12, Desa Pondok Meja, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi. Setiap penziarah hanya membayar uang kebersihan dan tidak ada kutipan uang parkir dan lain sebagainya. Jauh lebih bersih dan teratur dari pemakaman Tionghoa di Jalan Kapten Pattimura, karena setiap makam diurus (tidak ada semak belukar).

Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua yang sudah meninggal dunia(wafat), ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.

Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)