Rabu, 29 Maret 2017

Zikif Effendy Lie Bersaudara Lebih Awal Ziarah Makam Leluhur

 
JAMBI – Keluarga Besar Zikif Effendy Lie (Bakko) lebih awal melakukan ziarah kuburan (27/3-2017) di Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi (占碑华人義山), kakak beradik ada yang datang dari Singapura, Jakarta, Batam dan Jambi. Selain bersih-bersih makam orangtua mereka Lie Tiong Lam (李中南), selaku kakak sulung Zikif Effendy Lie (李鴻章) juga mewakili keluarga lakukan ziarah ke makam leluhur yang di makamkan di kilo meter 7 dibilangan Jalan Kapten Pattimura, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi.
Mereka datang bersama keluarga untuk sembahyang Ceng Beng (清明)atau penghormatan kepada orangtua dan leluhur yang tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2017 (Sa Gwee Jui Pwe lunar kalender). Mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua/ leluhur.

Di Indonesia lebih dikenal sebagai Ceng Beng (bahasa Hokkien) merupakan agenda tahunan masyarakat Tionghoa untuk bersembahyang atau berziarah ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing - masing.

 “Mereka mengirimkan berbagai kebutuhan orangtua (leluhur) kita yang berada dialam baka, disana mereka juga memerlukan apa yang kita pakai sehari-hari di alam dunia”.

Menurutt Zikif Effendy Lie yang lebih dikenal dengan panggilan Bakko, mengatakan sebagai anak, kita memiliki kewajiban untuk memberi hormat kepada orangtua maupun kepada leluhur yang telah wafat dengan cara  menyembahyangi mereka baik ziarah ke makam maupun di rumah (altar leluhur), imbuhnya.

Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal dunia, ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.

Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)