Jumat, 30 Maret 2018

Ziarah Makam Leluhur Di Taman Pemakaman Tionghoa Jambi (占碑华人義山)

JAMBI - Keluarga besar Zikif Effendy Lie (Bakko) ziarah ke makam orangtuanya Lie Tiong Lam (李中南) yang dikebumikan di Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi (占碑华人義山) Km 12, Desa Pondok Meja, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi.

Mereka datang bersama keluarga untuk sembahyang Ceng Beng atau penghormatan kepada orangtuanya serta leluhurnya. Ceng Beng “Qing Ming” yang tahun ini jatuh pada tanggal 5 April 2018 (Ji Gwee Ji Cap lunar kalender). Mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua/ leluhur

Di Indonesia lebih dikenal sebagai Ceng Beng (bahasa Hokkien) merupakan agenda tahunan masyarakat Tionghoa untuk bersembahyang atau berziarah ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing.

Sejak pagi hari mereka mengunakan beberapa kendaraan roda empat mengangkut berbagai perlengkapan sembahyang dan sesajian seperti makanan kesukaan Lie Tiong Lam (李中南) serta berbagai asesoris diantaranya pakaian jadi dari kertas, sepatu, emas batangan yang dikemas dalam bentuk karton tebal untuk kebutuhan arwah almarhum, layaknya seperti kebutuhan orang-orang hidup diatas dunia.

Ujar, Zikif Effendy Lie (李鴻章) “Kita kirimkan berbagai kebutuhan orangtua (leluhur) kita yang berada dialam baka, disana mereka juga memerlukan apa yang kita pakai sehari-hari di alam dunia”.

Sebagai anak, memiliki kewajiban untuk memberi hormat kepada orangtua/ leluhur yang telah wafat dengan cara menyembahyangi, imbuhnya.

Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal dunia, ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.

Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)