Rabu, 31 Agustus 2011

Bhiksu Gunung Kidul Mimpi Kunjungi Candi Kadaton

JAMBI – Dengan ditemukan makara di Candi Kadaton oleh Tim pemugaran Candi Kedaton menemukan makara pada Rabu (10/8-2011) silam. Makara tersebut saat ditemukan berada dalam timbunan tanah yang biasa disebut menapo. Kondisi dua makara yang ditemukan relatif utuh dan masih berada pada konteks bangunan yang berupa reruntuhan bata. 
Secara tidak sengaja para pekerja pemugaran di Candi Kedaton, Selasa pagi (16/8) kembali menemukan sebuah makara di menapo kompleks Candi Kedaton. arca tersebut ditemukan dalam posisi miring ke kiri diantara tumpukan bebatuan menapo.

Atas pertemuan makara di candi Kadaton, membuat nama komplek Percandian Muarojambi semakin banyak dikunjungi orang, bahkan banyak dikunjungi para bhiksu, diantaranya Bhiksu Sasana Bodhi dari Gunung Kidul, Yogyakarta (Jateng).

Bhiksu Sasana Bodhi didampingi beberapa pengurus Vihara Sakyakirti Jambi, Rabu pagi (31/8-2011) mengunjungi Candi Kadaton untuk melihat langsung atas ditemukannya tiga makara, bawah menurut dugaan Bhiksu Sasana Bodhi, manapo tersebut terdapat empat penjuru, “Manapo ini ada empat penjuru, pintu gerbangnya berada di timur.” Katanya.

Selain mengunjungi Candi Kadaton Bhiksu Sasana Bodhi juga menyempatkan diri mengunjungi Candi Tinggi I, Candi Tinggi II dan Candi Gumpung.

Di beberapa Candi tertentu Bhiksu Sasana Bodhi berhenti. Menerawang disusul kemudian tangannya menengadah rendah, pada kesempatan itu Bhiksu Sasana Bodhi melakukan meditasi.

Makara di gapura Candi Kedaton, merupakan temuan yang tidak lazim, karena makara pada umumnya ditemukan pada tangga-tangga masuk menuju bangunan induk candi.

"Temuan seperti ini terjadi ada Candi Gumpung. Salah satu makara masih menempel pada tangga masuk candi hingga kini. Temuan kali ini tidak lazim, karena makaranya menempel di gapura, bukan di tangga masuk."

Menurut analisa dari ahli arkeologi, Bambang Budi Utomo dan Ir. Hudaya Kandahjaya, MS. MBA. MSIS. MA. PhD, bahwa dugaan yang tertulis disalah satu makara nama Mpu Kusuma. sedangkan ungkapan di depan nama ini, bisa dibaca Pamurwitanira, artinya: tempat sirnanya sesepuh. Dengan kata lain ini rupanya tempat memperingati kepergian sesepuh bernama Mpu Kusuma. Untuk waktunya sekitar tahun 1017 (tahun Saka), atau kira-kira tahun (1017 + 78 =) 1095 Masehi. (Romy)