Kamis, 25 Oktober 2012

Sun An: Kami Ditelanjangi dan Dijepit Bangku...

MEDAN, KOMPAS.com — Sun An alias Anlan alias Ayong (51), pengusaha kapal penangkapan ikan,  dan keponakannya, Ang Ho (34), pengusaha barang antik, menjadi penghuni Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Tanjung Gusta Medan setelah dituduh melakukan pembunuhan berencana. Korbannya adalah Kho Wie To (34), pemilik gudang penitipan kapal/ PT Putra Berombang Perkasa dan istrinya Lim Chi Chi alias Dora Halim (30). Peristiwa itu terjadi pada 29 Maret 2011 silam.
Saat ini keduanya melakukan upaya hukum kasasi karena tetap bertahan bahwa mereka bukan pelaku pembunuhan tersebut. Tak berhenti sampai di situ, kasus ini sarat dengan dugaan penganiayaan. Sepanjang proses penyidikan, penahanan, hingga berita acara pemeriksaan (BAP), kedua terpidana terindikasi kuat mengalami pelecehan seksual, penyiksaan fisik yang tak manusiawi dan merendahkan harga dirinya.

Bekas luka-luka yang ditunjukkan Sun An dan Ang Ho menjadi saksi bisu penganiayaan itu. Sun An dan Ang Ho yang ditemui Kompas.com di Rutan Tanjung Gusta pada Kamis pekan lalu bercerita soal harapan mendapatkan keadilan hukum dan kerinduannya terhadap keluarga, anak, dan cucu yang harus berpisah darinya.

Berikut petikannya:

Tanya (T): Apakah Anda Mengenal Kho Wie To?
Sun An (S) : Saya kenal, dia orang baik. Saya tidak ada masalah dengannya.

T : Lalu bagaimana bisa Anda dituduh sebagai pembunuhnya?
S : Saya tidak tau, mungkin polisi bertanya kepada ayahnya, lalu mengaitkannya dengan saya. Dulu saya memang pernah punya utang dengan ayahnya. Akan tetapi, itu urusan saya dengan ayahnya, tidak ada urusan dengan anaknya. Kalau gara-gara utang Rp 100 juta itu saya dituduh membunuh, lucu sekali. Saya menghabiskan uang untuk ongkos pesawat dan keperluan lain selama sebulan habis Rp 100  juta. Untuk apa aku membunuh?

T : Anda tidak menerangkan ini di persidangan?
S : Sudah, bahkan kami mencabut BAP.

T : Kenapa mencabut BAP?
S : Karena kami tidak pernah membacanya, kami disiksa, dan dipaksa menandatangani dengan alasan BAP tidak menjadi acuan di persidangan.

T : Anda tidak didampingi penasihat hukum selama proses BAP?
S : Di dampingi, polisi yang memberikan kami pengacara, tetapi tidak ada fungsinya. Hanya diam, bahkan menyuruh kami menandatangani tanpa membacanya.

T : Di persidangan didampingi juga, kan?
S : Ya, penasihat hukum pilihan istri saya, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Dia tidak bisa mengklarifikasi semua tudingan, khususnya media.

T : Anda kenal dekat dengan Acui? (orang yang menelepon Sun An untuk menjemput empat orang yang belakangan dicurigai sebagai eksekutor pembunuhan- red)
S : Kenal sekali, rekan bisnis yang sudah lama saya kenal.

T : Itu yang membuat Anda rela kembali mundur untuk menjemput "titipan" Acui?
S : Ya

T : Anda kenal empat orang titipan Achui itu?
S : Tidak, saya tidak banyak bicara kepada mereka. Lebih banyak tidur selama perjalanan. Saya liat mereka tidak sebaya dengan saya, masih anak-anak, jadi saya tidak terlalu peduli.

T : Menurut Anda, mungkinkah mereka yang melakukan pembunuhan itu?
S : Kalau dilihat dari postur tubuhnya, tak mungkin mereka melakukan pembunuhan, mereka kecil-kecil.

T : Soal empat helm milik para penumpang itu, kenapa bisa berada di mobil Ang Ho?
S : Saya yang menyuruhnya karena di pulau, ojek sudah menyediakan helm. Lagian, kalau mereka yang melakukan pembunuhan, kenapa lebih penting helm daripada senjata atau motornya?

T : Lalu, setelah Anda ditetapkan menjadi pelaku pembunuhan, apakah Anda pernah bertemu dengan Achui?
S : Putus kontak, tidak bisa dihubungi lagi dia. Entah di mana dia sekarang, mungkin sudah mati, atau kabur.

T : Soal penyiksaan oleh penyidik, benar Anda mengalaminya?
S : Benar (sambil berdiri mengangkat bajunya dan menunjukkan punggung yang masih terdapat bekas luka dan terlihat membengkak) Sampai sekarang, saya merasakan sakit. Dia juga (menunjuk Ang Ho) sempat mau disodomi. Kami ditelanjangi, mata ditutup, dijepit bangku, dan dipukuli. Saya sempat minta agar dibunuh saja.

T : Apa yang dikatakan penyidik saat Anda meminta dibunuh saja?
S : Itu baru dua jurus, dari 65 jurus yang ada. Kalian mafia Hongkong, kami mafia polisi.

T : Saya dengar ATM Anda dikuasai seorang penyidik?
S : Ya, ATM Bank Mandiri Nomor Rekening 1160005655387 atas nama saya dipegang Bahruddin. Dia juga meminta PIN saya dengan alasan akan mengambil uang kalau ada keperluan. Uang di ambilnya tanpa sepengetahuan saya dan baru dikembalikan ketika saya dipindahkan menjadi tahanan jaksa.

T : Berapa uang yang diambilnya?
S : Sekitar Rp 50 juta. Ada surat Bahruddin yang mengucapkan terima kasih kepada saya.

T : Apa harapan Anda terhadap kasus ini?
S : Saya mau polisi bersikap fair. Tangkap eksekutor, tidak ada satu saksi pun yang menyatakan saya menyuruh membunuh. Semoga MA mempertimbangkan penyiksaan dan rekayasa ini.

T : Keluarga sering menjenguk?
S : Tidak sering, Ang Ho malah tidak pernah dijenguk istrinya (menunduk). Saya rindu cucu saya...

http://regional.kompas.com/read/2012/10/25/13415043/