Ribuan Warga Tionghoa Ziarah Kuburan Leluhur (Ceng Beng/ Qingming)
JAMBI – Anak yang berbakti adalah anak yang tahu asal usulnya, anak yangh berbakti merupakan anak yang tahu mengurusi kedua orangtua, baik dimasa kedua orangtua masih hidup maupun telah meninggal, seperti dimasa orangtua masih hidup kita selaku anak berkewajiban untuk mengurusi segala keperluan orangtua, demikian juga bila orngtua kita telah wafat, kita juga memiliki kewajiban untuk melakukan pembersihan makamnya (tempat istirahat terakhir orangtua).
Maka tidak heran, sejak matahari belum terbit, ribuan warga Tionghoa telah mndtangi tempat pemakaman masyarakat Tionghoa di pal 7, mereka datang ke kuburan pagi-pagi adalah untuk mengelar perayaan Qingming 清明 atau Ceng Beng dalam bahasa Hokkien.
Ziarah makam sebagai bentuk penghormatan kepada orangtua, keluarga maupun leluhur mereka yang telah meninggalkan dunia.
Perayaan Ceng Beng “清明” tahun ini jatuh pada tanggal 4 April (Sa Swee Cap She imlek), pengertian Ceng Beng, adalah Ceng 清 berarti bersih, Beng 明 berarti terang. Dimana pada hari tersebut orang Tionghoa berziarah ke makam orangtua maupun leluhur mereka, dengan membersihkan makam, berdoa dan sembahyang sesuai agama kepercayaan dan dengan tata caranya masing-masing. Diatas makam diletakkan kertas kuning kecil memanjang.
Minggu (1/4), sejak dini hari, berduyun-duyun warga Tionghoa mendatangi pemakaman km 7 yang terletak di Jalan Pattimura, kelurahan Rawasari, kecamatan Kotabaru, Kota Jambi. Tahun ini terlihat lebih ramai dari tahun kemarin, pasalnya menurut beberapa warga yang sengaja pung ke Jambi untuk berziarah, tahun ini bagus untuk berziarah.
Menurut catatan sejarah, Ceng Beng yang terdapat dua Openi : kisah pertama, mengisahkan seorang yang bernama Cu Guan Ciang (Zhu Yuan Zhang) pendiri dinasti Ming, ia lahir dari keluarga yang sangat miskin. Agar tidak mati kelaparan ia diserahkan oleh orang tuanya pada sebuah kuil untuk dipelihara.
Pada suatu ketika Cu Guan Ciang menjadi raja, Cu Guan Ciang tidak mengetahui dimana letak makam leluhurnya, maka pada hari yang ditentukan, ia memerintahkan semua rakyat untuk melakukan berziarah dan sembahyang dimakam masing-masing leluhurnya dan memberi tanda dengan kertas kuning diatas makam tersebut sebagai makam leluhurnya. Maka pada makam yang tidak ada tanda-tanda kertas kuning itu dianggap Cu Guan Ciang adalah makam leluhurnya.
Openi kedua yaitu, Sebenarnya tradisi Qing Ming itu sudah ada sejak jaman dahulu kala (sejak dinasti Zhou) dan awal mulanya adalah suatu upacara yang berhubungan dengan musim dan pertanian. Pertanda berakhirnya hawa (bukan cuaca) dingin dan mulainya hawa panas. Dan ada satu syair kuno yaitu "Sehari sebelum Qing Ming tidak ada api" atau yang sering disebut Han Se Jie.
Ini menandakan Qing Ming adalah awal panas. Tapi selain itu juga menyangkut kisah Jie Zhi Tui yang mati terpanggang karena ulah Jin Wen Gong yang ingat akan budinya dan memaksa Jie keluar sedangkan Jie takut dibunuh oleh bekas junjungannya. Jie mati terbakar dalam posisi menutupi tubuh ibunya. Sejak itu Jin Wen Gong memakai bakiak dan mengganti nama gunung tempat Jie terbakar menjadi gunung Jie dan menguburnya di pohon Liu yang mati meranggas. Serta memerintahkan kepada seluruh rakyatnya agar pada 1 hari sebelum Qingming tidak menyalakan kompor sehingga rakyatnya memakan makanan yang dingin (Han Se).
Pada hari akhir Ceng Beng, makam yang tidak diziarahi, maka panitia sembahyang diselenggarakan oleh panitia atau lembaga yang mengurusi tanah makam tersebut. Ziarah dimakam bisa dilakukan 10 hari sebelum dan 10 hari sesudah Ceng Beng 清明. (Romy)