Istrinya (Dewi Lie Kwa - Nu Wa 女媧) menciptakan undang-undang perkawinan.
Pembantu istriNya yang bernama Cang Jie menemukan huruf.
Sejarah singkat dapat dilihat pada Fu Xi
Raja obat dan Nabi Pertanian Shen Nung 神農 (2838 – 2698 SM) KaryaNya:
Obat-obatan dan kesehatan, bercocok tanam.
Peta Firman “Liok Tho”, yang didapatkan dari seekor ikan besar.
Menemukan Kompas dan membuat penanggalan Im Lek.
Istrinya yang bernama Lei Zu adalah penemu sutra yang ditenunnya dari kepompong ulat sutra dan bersama Baginda menciptakan alat tenun, pakaian Hian Ik (pakaian harian) dan Hong Siang (pakaian upacara). Memperkenalkan segala bentuk kesenian. Dls.
Fu Xi adalah shen ming (dewa) pertama dan dia (Fu Xi) yang menciptakan Xian Tian Ba Gua atau alat yang lazim digunakan oleh para ahli feng shui dan Yin Yang yang ditulis dalam kitab San Fen (tiga makam), beliau juga pencipta obat-obat.
Selain itu Fu Xi juga mengajarkan rakyat untuk memasak, menangkap ikan dengan jala, dan untuk berburu dengan senjata yang terbuat dari besi. Dia juga melembagakan perkawinan dan menawarkan udara terbuka pertama korban ke surga.
Dia hidup selama 197 tahun dan meninggal di suatu tempat yang bernama Chen (Huaiyang modern, Henan) dimana makamnya hingga kini masih dapat ditemukan dan terawat dengan rapi.
Menurut legendanya, Hok Hie Te Sien (Fu Xi) bersama istrinya (Dewi Lie Kwa-Nu Wa 女媧) adalah shen ming (roh suci) pertama.
Tho Ti Kong (Fu De Zheng Shen)
Dewa Tho Ti Kong atau Fu De Zheng Shen adalah Dewa Bumi, Beliau merupakan salah satu dewa yang tertua usianya. Oleh karena itu beliau sering disebut juga sebagai Hou Tu. Tho Ti Kong lahir pada tahun 1134 SM pada zaman Dinasti Zhou (Masa Kaisar Zhou Wu Wang ). Di semua tempat, Tho Ti Kong ditampilkan dalam bentuk yang hampir sama, yaitu seorang tua, berambut dan berjenggot putih, dengan wajah yang tersenyum ramah. Biasanya Tho Ti Kong tampak menggenggam sebongkah uang emas di tangan kanannya.
Sejak kecil telah menunjukkan bakat sebagai orang pandai dan berhati mulia. Beliau menjabat Menteri Urusan Pemungutan Pajak Kerajaan. Dalam menjalankan tugasnya Beliau selalu bertindak bijaksana dan tidak memberatkan rakyat, sehingga rakyat sangat mencintainya. Beliau meninggal pada usia 102 tahun, Jabatannya digantikan oleh Wei Chao, seorang yang tamak dan kejam. Rakyat sangat menderita karena Wei Chao tidak mengenal kasihan dalam menarik pajak. Karena derita yang tak tertahankan, rakyat banyak yang pergi meninggalkan kampung halamannya, sehingga sawah ladang banyak yang terbengkalai. Dalam hati mereka amat mendambakan seorang bijaksana seperti Tho Ti Kong yang telah wafat itu. Lalu mereka memuja Tho Ti Kong sebagai tempat memohon perlindungan.
Thien Shang Sheng Mu (Mak Co)
Thien Shang Sheng Mu ( Thian Sang Sen Mu/Thian Siang Sing Bo) dikenal dengan sebutan Ma Zu ( Mak Co) atau Tian Hou. Tian Shang Sheng Mu adalah seorang wanita yang pernah hidup di daerah Fujian, tepatnya di Pulau Mei Zhou (Meizhou) dekat Pu Tian. Nama aslinya Lin Mo Niang ( Lim Bik Nio). Ayahnya Lin Yuan pernah menduduki jabatan sebagai pengurus di Propinsi Fujian.
Karena kehidupan yang sederhana dan gemar berbuat kebaikan, orang menyebut diriNya sebagai Lin San Ren, yang berarti Lin orang yang baik. Lin Mo Niang dilahirkan pada masa pemerintahan Kaisar Tai Zu dari Dinasti Song Utara, tahun Jian-long pertama, tanggal 23 bulan 3 imlek, tahun A.D 960.
Selama sebulan sejak dilahirkan, Ia tidak pernah menangis sama sekali. Sebab itulah sang ayah memberi nama Mo Niang kepadaNya. Huruf “mo” berarti diam.
Sejak kecil Lin Mo Niang telah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Pada usia 7 tahun Ia telah masuk sekolah dan semua pelajaran yang telah diterima tidak pernah dilupakan.
Kecuali belajar, Ia juga tekun sekali bersembahyang. Ia sangat berbakti pada orang tua dan suka menolong tetangga-tetangga yang sedang ditimpa kemalangan.
Sebab itu penduduk desa sangat menghormatiNya Kehidupan di tepi laut menempa dirinya menjadi seorang gadis yang tidak gentar menghadapi dahsyatnya gelombang dan angin taufan yang menghantui para pelaut.
Selain itu, Ia dapat juga menyembuhkan orang sakit. Kemahirannya dalam pengobatan ini menyebabkan orang-orang di desa menyebutNya sebagai ling nu ( gadis mukjijat), long nu ( gadis naga ) dan shen gu ( bibi yang sakti ).
Dalam legenda diceritakan bahwa pada usia 23 tahun, Ia berhasil menaklukkan 2 siluman sakti yang menguasai pegunungan Tao Hua Shan. Kedua siluman itu adalah Qian Li Yan yang dapat melihat sejauh ribuan li, dan Sun Feng Er yang dapat mendengar ribuan pal. Setelah dikalahkan akhirnya mereka menjadi pengawalNya.
Pada usia 28 tahun, yaitu pada masa pemerintahan Kaisar Tai Zong, tahun Yong Xi ke 4 , tanggal 16 bulan 2 Imlek , bersama sang ayah, Ia berlayar. Tapi di tengah jalan perahunya dihantam gelombang dan badai lalu tenggelam. Tanpa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri, Ia berusaha menolong sang ayah.Tapi akhirnya keduanya tewas bersama-sama. Sebuah versi lain mengatakan bahwa Ia tidak tewas tetapi “diangkat ke langit” bersama raganya.
Dikisahkan bahwa pagi itu, penduduk Meizhou melihat bahwa awan warna-warni sedang menyelimuti pulaunya. Di angkasa terdengar musik yang sangat merdu dan terlihat Lin Mo Niang perlahan-lahan naik ke angkasa untuk dinobatkan menjadi Dewi.
Pada masa Dinasti Song, perdagangan maritim dari Propinsi Fujian sangat berkembang. Tapi para pelaut sadar bahwa hidup di tengah lautan selalu penuh dengan mara-bahaya yang bisa mengancam setiap saat. Untuk memohon perlindungan dan keselamatan, mereka menganggap Lin Mo Niang sebagai Dewi Pelindung Pelaut. Dan kemana-mana patung Nya selalu dibawa serta.
Penduduk dengan tulus hati lalu mendirikan sebuah kelenteng di tempat Lin Mo Niang diangkat ke surga setahun kemudian. Kelenteng yang didirikan di Meizhou ini merupakan kelenteng Tian Shang Mu yang pertama di Tiongkok.
Pada tanggal 23 bulan 3 Imlek tahun A.D. 1989, bertepatan dengan hari kelahiran Tian Shang Sheng Mu, patung Dewi pelindung Pelaut yang sangat dihormati itu sudah berdiri tegak di puncak Mei-feng Shan menghadap ke Selat Taiwan.Tian Shang Sheng Mu selalu ditampilkan sebagai dewi yang cantik dan berpakaian kebesaran seorang permaisuri, dan dikawal oleh kedua siluman yang pernah ditaklukkan, yaitu Qian Li Yan ( Si Mata Seribu Li ) atau bergelar Sui Cing Ciang Cin dan Sun Feng Er ( Si Kuping Angin Baik ) atau bergelar Cing Cin Ciang Cin. Adapun hari peringatan perayaan bagi Qian Li Yan , pada tanggal 15 bulan 1 Imlek dan untuk Sun Feng Er pada tanggal 16 bulan 1 Imlek. Qian Li Yan dapat melihat jauh sekali, berkulit hijau kebiru-biruan , mulutnya bertaring, senjatanya tombak. Sun Feng Er berkulit merah kecoklatan, mulutnya juga bertaring, bersenjata kapak bergagang panjang, dan dapat mendengar sampai jauh sekali.
Xuan Tien Shang Ti/ Hian Thien Shiong Te
Dalam dongeng rakyat Cina, Xuan Tian Shang Ti atau Xuan Wu adalah Dewa Langit Pengusir Setan. Xuan Wu, yang juga dikenal sebagai Zhen Wu adalah Dewa TAO yang sangat tinggi tingkatannya.
Menurut buku-buku kuno, Xun Tian Shang Ti berasal dari udara sorga dan tubuhnya dari alam semesta. Dalam zaman Kaisar Kuning (2500-2100 S.M.), beliau terinkarnasi sebagai putera Ratu Shan Sheng dari Kerajaan Jingle. Ia lahir pada tengah hari dihari ketiga, bulan ketiga. Xuan Wu berada dalam kandungan ibunya selama 14 bulan. Pada suatu hari, saat berumur 14 tahun, Xuan Wu berada diluar istana, menikmati festifal lentera. Ia melihat bagaimana sulitnya bagi manusia untuk melepaskan diri dari beban keberuntungan, sex, minuman keras dan temperamen atau tabiat manusia.
Dilihatnya orang berkelahi karena berebut wanita, seorang penjambret dihajar oleh massa sampai babak belur, orang kaya dengan segala kemewahannya berpesta-pora, sedang dijalan-jalan orang miskin mati kelaparan. Ini semua menggugah keinginannya untuk menjadi dewa dengan meninggalkan keduniawian, seperti pada penitisan yang lalu.
Medengar keinginannya itu, sang raja ayahnya menjadi sangat marah dan memerintahkan agar anak muda itu dijebloskan kedalam penjara. Tapi kemudian datang dewa yang menolongnya dan membawanya ke gunung Wu Dang Shan (Bu Tong San). Di gunung ini Xuan Wu belajar TAO dan bertapa.
Lebih kurang 20 tahun kemudian, dewa yang menolongnya itu diam-diam menyuruh dewa penguasa gunung Wu Dang untuk mengujinya. Sang dewa penguasa gunung menyaru sebagai seorang wanita cantik, yang mencoba dengan berbagai cara untuk merayu sang pertapa.
Xuan Wu kehabisan akal untuk menolaknya, lalu bangkit dari meditasi dan meninggalkan tempat itu. Dikaki gunung ia melihat seorang wanita tua mengasah sebatang besi diatas batu. Ketika Xuan Wu bertanya apa maksudnya mengasah besi, nenek itu menjawab ia sedang membuat jarum untuk cucunya.
Xuan Wu termenung mendengar ucapan nenek itu, kemudian sadarlah ia akan makna dari perkataannya yang terdengar sederhana itu. Dengan keteguhan hati, sebatang besi pun dapat diasah menjadi jarum. Xuan Wu segera kembali ketempat bertapanya, berlatih lagi dengan tekun, selang 20 tahun lagi, mengatasi berbagai macam cobaan dan godaan. Kemudian dewa penolongnya membawanya menghadap Ie Huang Ta Tie, yang mengangkatnya menjadi dewa dengan gelar Xun Tian Shang Ti, yang berkuasa disebelah utara dan bertugas memerangi kejahatan serta menangkap siluman dan iblis yang mengacau dunia.
Sebetulnya Xuan Wu telah beberapa kali menitis ke dunia. Dibagian atas tulisan ini, saat menikmati festifal lentera diluar istana itu, ia adalah sorang anak raja dengan nama Xuan Yuan.
Setelah diangkat menjadi dewa dengan gelar Xun Tian Shang Ti, Xuan Wu turun kebumi menaklukkan berbagai siluman, antara lain siluman ular dan siluman kura-kura, yang kemudian menjadi pengikutnya. Disamping itu, seorang tokoh dunia gelap Zheo Gong Ming / Tio Kong Sing juga ditaklukkan dan menjadi pengawalnya, sebagai pembawa lentera berwarna hitam.
Xun Tian Shang Ti ditampilkan sebagai seorang dewa yang memakai pakaian perang keemasan, tangan kanannya menghunus pedang penakluk iblis, dan dengan kedua kakinya yang tanpa sepatu menginjak kura-kura dan ular. Wajahnya gagah berwibawa, dihias dengan jenggot panjang dan rambutnya terurai lepas kebelakang, tidak diikat atau dikonde sebagai umumnya rambut pria pada jaman itu. Patung-patung Xuan Wu yang terdapat didalam kelenteng-kelenteng di gunung Wu Dang Shan semuanya juga bergaya demikian.
Demikianlah sekelumit mengenai hikayat Xiun Tian Shang Ti, Dewa Besar yang beberapa kali menitis kebumi sebagai anak manusia, terakhir kali dengan kesadaran yang tinggi dan ketekunannya melaksanakan ajaran TAO berubah dari manusia menjadi dewa.
Ba Xien Guo Hai/ Delapan Dewa Menyeberang Lautan
Ba Xian [Delapan Dewa / Pa Shien] adalah Dewa-Dewi Tao yang hidup pada masa yang berbeda dan dapat mencapai kekekalan hidup. Mereka sering dilukiskan pada benda-benda porselen, patung, sulaman, lukisan dan sebagainya.
Dewa-Dewi Ba Xian menggambarkan kehidupan yang berbeda, yaitu Kemiskinan, Kekayaan, Kebangsawanan, Kejelataan, Kaum Tua, Kaum Muda, Kejantanan dan Kewanitaan.
Ba Xian dihormati dan dipuja karena menunjukkan kebahagiaan.
Kisah Ba Xian menunjukkan bahwa kita dapat mencapai kehidupan abadi dalam kebahagiaan, melalui tindakan-tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Mereka adalah :
01. ZHONG LI QUAN
Memiliki nama keluarga Zhongli dan hidup pada masa Dinasti Han, karena itu ia
juga dikenal sebagai Han Zhongli. Zhongli Quan adalah seorang Jenderal dalam
kerajaan pada masa Dinasti Han. Pada hari tuanya dia menjadi petapa dan
mendalami ajaran Tao.Biasa digambarkan sebagai laki-laki gemuk bertelanjang
perut dan membawa kipas bulu yang dapat mengendalikan lautan.
02. ZHANG GUO LAO
Zhang Guolao adalah kepala akademi kerajaan, namun dia mengundurkan diri untuk
menjadi petapa di Gunung Chuang Tiao di Shanxi. Memiliki keledai ajaib yang
dapat membawa dirinya berjalan ribuan kilometer setiap hari. Ketika mencapai
tujuan, dia mengubah keledai tersebut menjadi kertas dan Zhang Guolao melipatnya
untuk dimasukkan dalam sakunya. Untuk menghidupkannya dia membuka lipatan
tersebut dan meniupnya. Kaisar Tang Ming Huang ingin mengangkat Zhang Guolao
bekerja di istana, tetapi dia tidak bersedia meninggalkan kehidupan
pengembaraannya. Setelah dua kali menghadap kaisar, pertapa ini pun menghilang
entah kemana. Sering digambarkan sedang menunggangi keledai secara terbalik.
Simbolnya adalah tempat ikan yang terdiri dari batang bambu dengan tabung kecil
yang muncul di ujungnya. Ia dipuja sebagai pembawa keturunan laki-laki.
03. LU DOMG BIN
Seorang sastrawan dan petapa yang mempelajari Tao dari Zhongli Quan. Di tangan
kanannya sering membawa kebutan suci pendeta Tao. Simbol Lu Dongbin adalah
pedang Pembunuh Roh Jahat dan dengan gerakan terbang yang cepat. Sebelum
mempelajari Tao, Lu Dongbin diuji dengan berbagai ujian berat oleh Zhongli Quan,
yang berhasil diatasi semuanya. Lu Dongbin dapat dikatakan sebagai salah satu
Dewa yang paling tersohor dari Delapan Dewa. Ia dianggap sebagai penolong orang
miskin dan pembasmi roh-roh jahat.
04. LI TIE GUAI
Memiliki nama asli Li Xuan dan hidup pada masa Dinasti Sui. Dia melambangkan
cacat dan keburukan. Dia berusaha untuk meringankan beban penderitaan umat
manusia. Li Tieguai memiliki sebuah tongkat besi dan bermuka hitam. Dia membawa
sebuah labu yang digunakannya untuk menolong umat manusia. Suatu hari, ketika
rohnya pergi ke Huashan, dia memberitahukan muridnya, Lang Ling, untuk menjaga
badannya dan membakarnya apabila dia tidak kembali dalam tujuh hari. Dalam hari
keenam, Lang Ling mendapat kabar bahwa ibunya sakit keras dan sebagai seorang
anak dia harus merawat ibunya. Maka dia membakar badan tersebut satu hari lebih
awal. Ketika roh Li Tieguai kembali keesokan harinya, dia tidak dapat menemukan
badannya sehingga dia memasuki badan seorang tua yang baru saja meninggal.Namun,
orang tua tersebut ternyata cacat. Pada saat pertama, Li ingin meninggalkan
badan tersebut, tetapi Lao Zi / Lao Tze membujuknya dengan mengatakan bahwa
penerapan dari ajaran Tao tidak tergantung penampilan. Lao Zi lalu memberi
tongkat besi kepada Li Tieguai. Li Tieguai kadang digambarkan sedang berdiri di
atas kepiting atau ditemani seekor menjangan.
05. CAO GUO JI
Hidup pada masa Dinasti Song dan merupakan putra dari Cao Bin, seorang komandan
militer, dan saudara laki-laki dari Ratu Cao Hou, ibu dari Kaisar Yin Zong. Cao
Guojiu digambarkan memakai jubah kebesaran dan topi pengadilan. Di tangannya ada
kertas catatan kerajaan dan sepasang alat musik kastanyet. Suatu hari Zhongli
Quan dan Lu Dongbin bertemu dengannya dan menanyakan apa yang sedang dia
lakukan. Dia menjawab bahwa dia sedang belajar Tao. "Apakah itu dan dimanakah
itu?", mereka balik bertanya. Pertama-tama dia menunjuk ke langit dan kemudian
ke hatinya.
06. LAN CAI HE
Sering ditampilkan berpakaian biru dengan tidak bersepatu. Sambil melambai-
lambaikan sepasang tongkat, ia mengemis sepanjang jalan. Lan Caihe terus menerus
membacakan syair-syair yang menggambarkan kehidupan yang tidak kekal beserta
kesenangan-kesenangan yang hampa. Ia berkelana ke seluruh negeri sambil menyanyi
dan membawa keranjang bunga. Lan Caihe terkadang terlihat seperti wanita.
07. HAN XIANG ZI
Han Xiangzi melambangkan masa muda. Dia adalah keponakan dari Han Yu, seorang
menteri pada pemerintahan Kaisar Hsing Tung dari Dinasti Tang. Simbolnya adalah
sebuah suling. Seorang pecinta kesunyian, mewakili orang ideal yang senang
tinggal ditempat alamiah. Han Xiangzi sering menyusuri desa sambil meniup
seruling dengan merdu sehingga menarik perhatian burung-burung dan binatang
lainnya. Han Xiangzi tidak mengenal nilai uang dan bila diberi uang akan dia
sebarkan di tanah.
08. HE XIAN GU
Satu-satunya wanita diantara Delapan Dewa. Berpenampilan halus dan lemah lembut,
dan sering terlihat membawa bunga teratai yang dapat dipakai untuk mengobati
orang sakit. Kadang-kadang dia digambarkan berada di atas kelopak teratai yang
terapung sambil memegang pengusir lalat.
Cai Sen Ye
Di antara sekian banyak dewa-dewa, seandainya diadakan pemilihan dengan pemungutan suara: “Dewa apakah yang paling disukai?” Barangkali Cai Shen Ye {Hok Kian = Cai Sin Ya} akan terpilih dengan mendapatkan suara terbanyak. Biar bagaimanapun, realitas hidup di dunia ini, kebutuhan/tuntutan manusia akan uang/harta, selamanya tidak akan ada habis-habisnya. Sementara baik apakah Cai Shen bisa sungguh-sungguh memberikan kekayaan atau tidak, maupun keberadaan Dewa Harta (Dewa Kekayaan) itu sendiri, sedikit banyak dapat memuaskan fantasi orang banyak terhadap kekayaan.
Dewa Harta yang diyakini di kalangan rakyat jelata sangat banyak macamnya, ada Wen Wu Cai Shen {Bun Bu Cai Sin} – Dewa Harta Sipil & Militer, Wu Lu Cai Shen {Ngo Lo Cai Sin} – Dewa Harta dari Lima Jalan, Zheng Fu Cai Shen {Tiam Hok Cai Sin} – Dewa Kekayaan Penambah Rezeki, dan lain-lain. ??? Tu Di Gong {Tho Tek Kong} – Dewa Bumi adalah Cai Shen yang paling dikenal oleh semua orang. Cai Sin Ya memiliki wilayah penghormatan yang luas. Sembahyang kepada Cai Shen, selain terdapat di kelenteng-kelenteng, juga terdapat di rumah-rumah penduduk. Wu Cai Shen (Dewa Kekayaan Militer) adalah Xuan Tan Yuan Shuai Zhao Gong Ming {Hian Tan Gwan Swe Tio Kong Beng} dan ?? Guan Gong {Kwan Kong}.
Latar belakang kisah Cai Shen Ye ada beberapa macam versi. Yang paling terkenal adalah Riwayat Zhao Gong Ming {Tio Kong Beng} yang tertulis dalam Feng Shen Bang (Daftar Penganugerahan Dewa-Dewa). Dalam Feng Shen Bang ini diceritakan sebagai berikut:Kaisar Zhou Wang {Tiu Ong} dari Kerajaan Shang memerintahkan Wen Zhong {Bun Tiong} jendralnya yang terkenal, untuk menyerbu Xi Chi, basis pertahanan pasukan Wen Wang {Bun Ong}. Untuk mencapai tujuannya tersebut, Wen Zhong minta bantuan 6 orang sakti untuk membentuk formasi barisan yang disebut Shi Jue Zhen {Si Ciap Tin} – Sepuluh Barisan Pemusnah. Tapi Jiang Zi Ya berhasil menghancurkan 6 di antaranya. Melihat kekalahan di pihaknya, Wen Zhong meminta bantuan Zhao Gong Ming yang pada waktu itu sedang bertapa di gua Lou Fu Dong, pegunungan E Mei Shan {Go Bi San}.
Zhao Gong Ming menyatakan kesanggupannya untuk membantu. Pada waktu ia turun gunung, seekor harimau besar menerkam. Harimau itu tak berkutik di bawah tudingan 2 jari tangannya. Kemudian ia mengendarai harimau yang telah diikat lehernya dengan angkin (sejenis kain). Pada dahi si raja hutan tersebut ditempelkan selembar Hu (Surat Jimat). Selanjutnya harimau itu menjadi tunggangannya & tunduk pada perintahnya.
Dengan mengendarai harimau, Zhao Gong Ming bertempur dengan Jiang Zi Ya. Setelah beberapa jurus, Zhao Gong Ming mengeluarkan ruyung saktinya & menghajar Jiang Zi Ya hingga roboh & tewas. Tapi, datanglah Guang Cheng Zi {Kong Sheng Cu} yang lalu menolong Zi Ya sehingga ia hidup kembali. Huang Long Zhen Ren {Wi Liong Cin Jin} keluar untuk bertempur dengan Zhao Gong Ming, tapi ia tertawan oleh tali wasiat Zhao Gong Ming. Chi Jing Zi & Guang Cheng Zi juga terpukul jatuh oleh pertapa dengan banyak kesaktian tersebut.
Kemudian Jiang Zi Ya mendapat bantuan dari Xiao Sheng, seorang sakti dari pegunungan Wu Yi Shan. Semua wasiat dari Zhao Gong Ming berhasil dirampas. Karena merasa malu Zhao Gong Ming kabur ke pulau San Xian Dao (Pulau 3 Dewa) untuk menemui Yun Xiao Niang Niang, seorang petapa wanita yang sakti. Zhao Gong Ming meminjam sebuah gunting wasiat kepada Yun Xiao Niang Niang untuk merebut kembali wasiat-wasiatnya yang dirampas musuh.
Ternyata gunting wasiat itu adalah 2 ekor naga yang berubah wujud, dengan kemampuan yang luar biasa. Banyak dewa-dewa sakti dari pihak Jiang Zi Ya terpotong menjadi 2 bagian & tewas karena pusaka ini. Jiang Zi Ya menjadi gelisah, para prajuritnya juga menjadi gentar. Pada saat yang kritis ini datanglah seorang Taoist dari pegunungan Gun Lun Shan {Kun Lun San} yang bernama Lu Ya. Lu Ya menyuruh Jiang Zi Ya membuat boneka dari rumput. Pada tubuh boneka rumput tersebut diletakkan selembar kertas yang dituliskan nama Zhao Gong Ming. Pada bagian kepala & kaki dipasang masing-masing sebuah pelita kecil. Di depan boneka Zhao Gong Ming tersebut diadakan sembahyangan selama 21 hari berturut-turut. Jiang Zi Ya atas nasehat Lu Ya bersembahyang di situ beberapa hari. Ia terus bersembahyang sampai suatu hari Zhao Gong Ming merasakan jantungnya berdebar-debar, badannya terasa panas dingin tak menentu. Semangat & tenaganya lenyap. Pada hari ke-21, setelah mencuci rambutnya, Jiang Zi Ya mementang busur & mengarahkan anak panah ke mata kiri boneka rumput tersebut. Zhao Gong Ming yang berada di kubu pasukan Shang, mendadak merasa mata kirinya sakit sekali & kemudian menjadi buta. Panah Jiang Zi Ya berikutnya diarahkan ke mata kanan boneka Zhao Gong Ming & panah ketiga diarahkan ke jantungnya. Akhirnya Zhao Gong Ming yang sakti ini tewas terpanah oleh Jiang Zi Ya.
Setelah Wen Wang berhasil menghancurkan pasukan Shang & mendirikan dinasti Zhou, Jiang Zi Ya melaksanakan perintah gurunya untuk mengadakan pelantikan para malaikat. Zhao Gong Ming dianugerahi gelar Jin Long Ru Yi Zheng Yi Long Hu Xuan Tan Zhen Jun yang secara singkat disebut Zheng Yi Xuan Tan Zhen Jun {Ceng It Hian Than Cin Kun}. Xuan Tan Zhen Jun mempunyai 4 pengiring yang disebut Cai Shen Shi Zi, Duta Dewa Kekayaan, yaitu :
1. Zhao Bao Tian Zun Xiao Sheng (Malaikat Pemanggil Mestika)
2. Na Zhen Tian Zun Zen Bao (Malaikat Pemungut Benda Berharga)
3. Zhao Chai Shi Zhe Chen Jiu Gong (Duta Pemanggil Kekayaan)
4. Li Shi Xian Guan Yao Shao Si (Pejabat Dewa Keuntungan)
Xuan Tan Zhen Jun bersama 4 pengiringnya ini sering ditampilkan secara bersama-sama dalam bentuk gambar & disebut Wu Lu Cai Shen {Ngo Lo Cai Sin} – Dewa Kekayaan dari Lima Jalan.
Dewa Kekayaan ini sering ditampilkan sebagai seorang panglima perang berwajah bengis dengan pakaian perang lengkap, 1 tangan menggenggam ruyung & tangan yang lain membawa sebongkah emas, mengendarai seekor harimau hitam. Ini merupakan gambaran berdasarkan buku Feng Shen Bang tersebut.
Cao Kun Kong (Dewa Dapur)
Dikisahkan, bahwa Dewa dapur (atau dlm Konghucu disebut Malaikat Dapur), merupakan seseorng yng bernama Thio Teng Hok. Thio teng hok adalah penjudi yang tak pernah mujur (selalu kalah main), hingga seluruh hartanya habis. Selain penjudi, Ia juga seorang pemabuk dan pemalas. Kemudian Ia membujuk isterinya utk menjual diri pada seorang hartawan utk dijadikan gundik/selir, karena mereka sudah tak punya apa-apa lagi. Isterinya pun akhirnya menyetujui hal itu.Uang hasil penjualan isterinya itu pun digunakan pula sbg taruhan di meja judi. Beberapa waktu sekali, ia menghampiri mantan isterinya dirumah sang hartawan, saat sang hartawan sedang tak ada di tempat.
Saat bahan makanan dan uang habis, ia pun menghampiri mantan isterinya. Suatu ketika Ia kembali lagi ke rumah hartawan itu, dan Isterinya memberikannya sejumlah Kue Ang Kui Ko, yang didalamnya disisipkan sejumlah uang emas. Isterinya berharap dengan memberikan uang emas pada Teng Hok, ia akan hidap layak. Namun malahan Teng Hok menjual Kue-kue itu, dan hasil penjualannya dijadikan Taruhan di meja judi. Setelah uang hasil penjualan kue tsb sdh habis utk berjudi, ia kembali lagi ke rumah hartawan itu. Dengan marah, mantan isterinya mengatakan bahwa dalam kue-kue yang tak seberapa harganya itu terselip sejumlah uang emas yang sangat mahal nilainya.
Saat itu, insaflah Thio Teng Hok atas segala kesalahannya. Ia pun takut dan tak tega bila mantan isterinya yang baik dan bijak itu dituduh berzinah. Sekonyong-konyong, Teng Hok Membenturkan kepalanya ke Tembok dapur di rumah sang Hartawan. Otak dan isi kepala Teng Hok hancur, dan berceceran ke mana-mana. Untung pada saat itu tak ada orang yang melihatnya. Kemudian Mantan isterinya menguburkan Jenazah Teng Hok di dapur sang hartawan. selain itu, iapun membuatkan papan nama (papan abu) untuk Almarhum mantan suaminya dengan tulisan "Teng Hok Sien Ci". Setiap hari-hari Uposata (Ce it - Cap Go) dan menjelang Tahun Baru Imlek, ia menyembahyangi Almarhum Mantan Suaminya.
Para tetangga yang heran mengapa selir sang hartawan rajin bersembahyang, menanyakan siapa yang ia semabhyangi. Dengan cerdik, ia mengatakan bahwa ia menyembahyangi Dewa Dapur. Para tetangga yang puas mendengar jawaban selir sang hartawan hanya berkata " Pantas, Orang itu semakin kaya, ternyata ia memuja Dewa Dapur.
Men Shen (Dewa Pintu)
Asal usul keberadaan Men Shen {Hok Kian = Mui Sin} Dewa Pintu sudah sangat lama. Hal ini membuktikan bahwa dari
zaman dulu, rakyat sangat menaruh perhatian pada keamanan pintu. Fungsi Dewa Pintu walaupun tidak bisa dibandingkan
dengan sistem keamanan berteknologi canggih seperti zaman sekarang, namun peranan yang bisa dikembangkan yaitu
memberikan rasa tenang & tentram, bahkan tidak bisa diharapkan dari sistem keamanan. Biar bagaimanapun rakyat
Tionghoa percaya bahwa Dewa Pintu bisa mengusir hantu atau setan. Hal ini juga tidak dapat dilihat atau dihadapi
bahkan oleh sistem keamanan dengan teknologi canggih sekalipun.
Dewa Pintu ada beberapa macam: ada Wu Jiang Men Shen (Dewa Pintu Militer), Wen Guan Men Shen (Dewa Pintu Sipil), Qi
Fu Men Shen (Dewa Pintu Memohon Rezeki), dan lain-lain. Di berbagai tempat Dewa Pintu yang dihormati tidak sama.
Selain Dewa Pintu ?? Shen Tu & Yu Lei yang paling kuno dikenal orang, Qin Shu Bao {Hok Kian = Cin Siok Po} alias
Qin Qiong {Cin Kiong} & Yu Chi Gong {Ut Ti Kiong} alias Yu Chi Jing De {Ut Ti Keng Tek} adalah Dewa Pintu yang
pengaruhnya paling besar, & tersebar paling luas.
Qin Shu Bao {Cin Siok Po} & Yu Chi Gong {Ut Ti Kiong} adalah salah satu dari Dewa Pintu Militer. Cin Siok Po & Ut
Ti Kiong adalah 2 Jendral terkenal pada masa Dinasti Tang [618 ? 907 M] yang membantu Kaisar Tang Tai Zong {Tong
Thai Cong} ? Li Shi Min {Li Se Bin} mendirikan Dinasti Tang {Tong}. Bagaimana mereka berdua bisa menjadi Dewa Pintu
Berdasarkan buku Li Dai Shen Xian Tong Jian, pada masa-masa awal Kaisar Li Se Bin naik tahta, beliau sering kali
merasa tidak enak badan, pada malam hari sering bermimpi bertemu dengan hantu/setan yang datang mengganggu. Mungkin
hal ini disebabkan karena pada masa awal berjuang mendirikan kekuasaan negara, beliau telah membunuh banyak orang.
Dalam buku tersebut diceritakan : ?Di luar pintu kamar tidur dilempar batu bata & genteng, setan & siluman
berteriak-teriak, 36 bangunan istana, 72 pekarangan, tiada malam yang tenang?. Kaisar Tong Thai Cong diganggu
sampai makan tak enak, tidur tak nyenyak.
Setelah Jendral Cin Siok Po & Jendral Ut Ti Kiong mengetahui peristiwa ini, lalu memohon untuk dapat menjaga
keamanan dengan berdiri di kedua sisi pintu istana dengan memakai pakaian militer. Pada malam tersebut, benar-benar
tidak terjadi apapun, tidak ada suara-suara dari roh-roh jahat yang mengganggu. Kaisar Tong Thai Cong merasa amat
gembira. Namun kalau menyuruh mereka berdua berdiri sepanjang malam di depan pintu sampai langit terang (pagi
hari), juga terlalu meletihkan (kasihan juga mereka berdua).
Kaisar Tong Thai Cong lalu menitahkan ahli lukis untuk menggambar mereka berdua dalam ujud ?Memakai baju besi &
memegang tombak bersabit, nampak berwibawa dengan sorot mata yang tajam.? Setelah selesai, kedua gambar tersebut
digantung di kedua daun pintu istana. Sejak itu, Kaisar Tong Thai Cong ? Li Se Bin tidak diganggu lagi oleh roh-roh
halus itu lagi. Peristiwa ini tersebar luas di kalangan masyarakat. Oleh orang-orang pada generasi kemudian, Cin
Siok Po & Ut Ti Kiong menjadi Dewa Pintu yang dihormati di rumah-rumah penduduk.
Khusus kelenteng yang bercorak Buddhisme, sering memakai gambar 2 orang Bodhisatva yang berpakaian perang lengkap,
sebagai Dewa Pintu yaitu Qie Lan Pu Sa & Wei Tuo Pu Sa.
Pemasangan gambar Dewa Pintu ini, kemudian tidak terbatas hanya pada pintu kelenteng saja, tapi sudah umum terdapat
di tiap bangunan, baik itu rumah penduduk maupun kantor-kantor. Sekarang hal ini dapat kita lihat di Taiwan,
Hongkong & Singapura, bahkan di Jepang & Korea. Di antara beberapa macam Dewa Pintu, dewasa ini yang sering
dipasang gambarnya di rumah-rumah penduduk, adalah Cin Siok Po & Ut Ti Kiong. Cin Siok Po & Ut Ti Kiong ini pulalah
yang gambarnya kita lihat sekarang pada daun pintu sebagian besar kelenteng yang ada.
Thai in Niang (Dewi Bulan)
Hari Raya Zhong Qiu {Hok Kian = Tiong Ciu} yang diperingati setiap tahun pada bulan 8 tanggal 15 Imlek {Peh Gwe Cap
Go}, dianggap sebagai hari lahirnya Dewi Bulan. Umumnya rakyat bersembahyang dengan menyediakan sebuah meja kecil
di halaman rumah pada saat bulan purnama, dengan menyajikan buah-buahan, bunga segar & tak lupa kue bulan.
Pemujaan terhadap matahari & bulan telah ada sejak zaman purba, & tidak hanya dilakukan oleh bangsa Tiongkok saja.
Pemujaan ini termasuk pemujaan kenegaraan di mana para pegawai kerajaan bersujud & menyediakan sesaji ke hadapan
Dewa Matahari. Sedangkan pemujaan terhadap Dewi Bulan diadakan bertepatan dengan pesta panen saat bulan purnamanya,
yaitu bulan 8 tanggal 15 Imlek. Pada saat ini biasanya orang-orang bersama keluarganya menyalakan Hio & bersujud
kepada Dewi Bulan di halaman rumah mereka.
Ri Shen {Jit Sin}, Dewa Matahari dikenal juga dengan nama Tai Yang Di Jun (disingkat Tai Yang Gong). Yue Shen {Gwat
Sin} Dewi Bulan sering disebut juga Tai Yin Huang Jin Tai Yin Niang) atau Yue Fu Chang E (Chang E dari Istana
Bulan).
Tai Yang Di Jun yang terkenal dengan nama Hou Yi adalah seorang pemanah ulung. Dikisahkan pada masa itu adalah
tahun XII pemerintahan Kaisar Yao (2346 SM). Bencana besar sedang menimpa negerinya, kekeringan menghancurkan
seluruh lahan pertanian sehingga kelaparan terjadi di mana-mana. Malapetaka itu disebabkan karena ada 10 matahari
yang muncul bersama-sama di angkasa. Konon ke-10 matahari tersebut adalah putra-putri Dong Hua Di Zun {Tong Hua Tek
Kun}, yaitu Dewa Penguasa Langit Timur.
Karena tidak dapat mentolelir lagi ulah putra-putrinya, & juga karena doa-doa permohonan yang terus menerus
dilakukan oleh Kaisar Yao, Dong Hua Di Jun merasa perlu bertindak untuk menghentikan perbuatan mereka. Ia lalu
memanggil Hou Yi, seorang malaikat sakti, untuk turun ke dunia. Tapi ia berpesan supaya putra-putranya itu diberi
pelajaran saja, jangan sampai dibunuh. Hou Yi lalu turun ke dunia bersama istrinya, Chang E {Siang Go}, seorang
dewi yang cantik jelita.
Hou Yi lalu menemui Kaisar Yao. Melihat keadaan dunia yang kacau pada waktu itu, Hou Yi sangat marah. Tanpa
menghiraukan pesan Dong Hua Di Jun, dipanahnya matahari itu satu per satu, & akhirnya hanya tinggal satu saja.
Melihat Hou Yi tidak menuruti perintahnya, Dong Hua Di Jun merasa kesal. Sejak itu Hou Yi tidak bisa kembali ke
langit lagi. Walaupun demikian Hou Yi masih terus melanjutkan usahanya menyelamatkan rakyat dari malapetaka dengan
membasmi berbagai macam binatang buas & aneh yang mengganggu rakyat. Karena kegagahan & keberaniannya ini,
menjadikan Hou Yi dipuja sebagai pahlawan.
Chang E karena perbuatan Hou Yi ini, tidak dapat kembali ke langit untuk menjadi Dewi. Ia menjadi amat kesal. Sejak
itu hubungannya dengan Hou Yi menjadi dingin & renggang.Pada suatu hari Hou Yi pergi ke Gunung Kun Lun Shan menemui
Xi Wang Mu (Dewi Penguasa Langit Barat) untuk meminta obat hidup abadi. Xi Wang Mu mengabulkan permintaannya. Hou
Yi amat gembira, sebab dengan obat tersebut ia berkesempatan untuk menjadi dewa lagi.
Pada suatu hari sewaktu Hou Yi tidak ada di rumah, Chang E melihat seberkas sinar putih yang menyorot turun dari
sebuah tiang penyangga atap, bersamaan dengan itu bau harum semerbak memenuhi ruangan. Dengan tangga, dicarinya
sumber cahaya & bau harum tersebut. Chang E menemukan obat hidup abadi yang disimpan Hou Yi. Tanpa pikir panjang
ditelannya obat itu. Lalu ia merasa badannya menjadi ringan dan dapat melayang di angkasa. Malam itu bulan bersinar
amat terang. Chang E terus terbang melayang kearah bulan tersebut, dan tinggal di sana.
Istana rembulan di luar dugaan Chang E, ternyata sangat sunyi. Di sana hanya ada seekor kelinci yang tak pernah
berhenti menumbuk obat di lumpang & sebatang pohon kayu manis. Chang E amat kesepian, tapi ia tak bisa turun ke
dunia & bertemu suaminya lagi. Ia merasa menyesal & mulai mengenang kebaikan suaminya. Chang E tinggal selamanya di
bulan & menjadi lambang Yin (unsur negatif / wanita).
Hou Yi ketika menyadari bahwa obat kekal abadinya telah dicuri istrinya, lalu mengejar ke angkasa. Tapi angin topan
membawanya terhampar di atas sebuah gunung. Di puncak gunung itu terdapat sebuah istana yang dihuni Dong Wang Gong
(Dong Hua Di Jun). “Tak usah kau resah. Sekarang istrimu telah menjadi dewi di bulan. & kamu sendiri karena
kegagahan & keberanianmu pantas untuk menjadi dewa. Untukmu telah disiapkan sebuah istana di matahari untuk menjadi
tempat tinggalmu. Sejak sekarang Yang & Yin akan bersatu selamanya”, kata Dong Wang Gong. Lalu ia memberi sebuah
kue & sebuah jimat yang bisa menyebabkan Hou Yi tahan terhadap dinginnya bulan bila datang mengunjungi Chang E.
Di bulan, ia melihat Chang E sedang termenung kesepian. Hou Yi mengatakan bahwa ia tidak akan mempersoalkan masalah
pencurian obat, karena keduanya sekarang sudah menjadi dewa. Di bulan, Hou Yi mendirikan sebuah Istana Guang Han
Gong (Istana Kesejukan Abadi) untuk tempat tinggal Chang E.
Sejak itulah Dewa Matahari & Dewi Bulan mempunyai wilayah masing-masing.
Kaisar Yao kemudian mengangkat Hou Yi menjadi Zhong Bu Shen, yaitu Malaikat yang bertugas menghindarkan penduduk
dari bencana alam & musibah lain. Lama-kelamaan Zhong Bu Shen dianggap pelindung rumah tangga & mampu menguasai
roh-roh jahat & menolak bala. Gambarnya dipasang di rumah-rumah penduduk. Jadi Hou Yi dianggap sebagai Tai Yang
Gong (Dewa Matahari), juga disebut sebagai Zhong Bu Shen. Sedangkan Chang E disebut sebagai Tai Yin Niang (Dewi
Bulan).
Hari ulang tahun Tai Yang Gong diperingati setiap tanggal 19 bulan 3 Imlek. Sinar matahari dianggap sebagai lambang
Ming (terang) & panasnya dianggap sebagai lambang Zhu (merah). Dengan memuja Tai Yang Gong berarti rakyat tetap
mengenang Dinasti Ming dengan Kaisarnya dari keluarga Zhu.
Pemujaan terhadap bulan & matahari ini hanyalah sebagai penghormatan terhadap keduanya, jarang diwujudkan dalam
bentuk arca atau gambar. Umumnya orang-orang menghadap ke arah matahari & bulan pada saat bersembahyang, jarang ada
kelenteng yang didirikan untuk mereka.
Bao Shen Da Di/ Po Sin Ta Te
Bao Sheng Da Di disebut juga Da Dao Gong [Tao Too Kong], Hua Qiao Gong [Hoa Kio Kong], atau Wu Zhen Ren [Go Cin Jin] yang berarti Dewa Wu.Ada dua pendapat yang sama-sama mempunyai dasar mengenai asal usul dari Bao Sheng Da Di.
Pendapat pertama mengatakan bahwa Wu Zhen Ren memiliki nama asli Ben [Pun]. Wu Ben adalah seorang yang dilahirkan di desa Bai Jiao (Karang Putih), kabupaten Tong-an, wilayah Quan Zhou [Coan Ciu], propinsi Fujian. Ia lahir pada pemerintahan Kaisar Tai Zong, tahun Xing Guo ke-empat bulan tiga tanggal 15 Imlek pada masa Dinasti Song. Sejak masih kecil Wu Ben telah tertarik pada masalah pengobatan. Seorang pertapa, karena tertarik akan bakat anak ini, mengajarkan bermacam-macam ilmu pengobatan dan memberikan kitab yang berisi kumpulan obat-obat. Setelah dewasa, ia terkenal sebagai seorang tabib dewa. Ia pernah mengikuti ujian sastra dan lulus. Kemudian ia memangku jabatan sebagai Yu Shi, jabatan di istana yang mengurus pencatatan sejarah.
Nama Wu Ben menjadi terkenal setelah ia berhasil mengobati penyakit yang diderita permaisuri Kaisar Ren Zong. Setelah mengundurkan diri, Wu Ben berkelana mengobati penyakit. Kemudian Wu Ben memiliki beberapa murid, antara lain Huang Yi Guan (Huang si Menteri Tabib), Cheng Zhen Ren (Cheng si Manusia Dewa) dan Yin Xian Gu (Yin si Dewi). Rakyat, karena mengingat budi baik Wu Ben, banyak yang mendirikan kelenteng dan diberi nama Ci Ji Gong yang berarti "Kuil Penolong Yang Welas Asih".
Para kaisar juga tidak ketinggalan menganugerahkan gelar kepadanya. Kaisar Song Gao Zong menganugerahkan gelar Da Dao Zhen Ren yang berarti "Dewa Jalan Nan Agung". Gelar ini menyebabkan Bao Sheng Da Di terkenal dengan sebutan Da Dao Gong yang berarti "Paduka Jalan Nan Agung".Kaisar Song Ning Zong memberikan gelar kehormatan Zhong Xian Hou yang berarti "Pangeran Teladan Kesetiaan". Kaisar Ming yang pertama, Ming Tai Zu, memberikan gelar Hao Tian Yu Shi Yi Ling Zhen Jun [Ho Thian Gi Su It Leng Cin Kun] yang berarti "Dewa Sejati Ahli Pengobatan dan Menteri Pencatat Sejarah".
Pendapat yang satu lagi mengatakan bahwa Bao Sheng Da Di adalah Wu Meng [Go Beng] yang hidup pada masa Dinasti Jin, penduduk asli dari Henan. Wu Meng sejak kecil terkenal karena baktinya kepada orang tua. Setelah dewasa ia berkelana dan melakukan pengobatan kepada penduduk yang tidak mampu. Kemudian ia dipanggil dengan nama Wu Zhen Jun [Go Cin Kun] yang berarti "Wu Si Dewa Sejati". Jika ditinjau dari sudut sejarah, maka Wu Meng lebih terkenal dari pada Wu Ben, sebab Wu Ben meskipun memiliki reputasi sebagai tabib yang hebat, tetapi ia hanya dipuja di sekitar propinsi Fujian saja. Namun jika ditinjau dari tempat asalnya, maka Wu Ben lebih mendekati kenyataan, karena Wu Ben di propinsi Fujian dipuja sebagai Bao Sheng Da Di.
Kuil Bao Sheng Da Di di propinsi Fujian yang terkenal terdapat di dusun Bai Jiao, tempat Wu Ben berasal. Di kuil itu terdapat papan yang dihadiahkan oleh Kaisar Yong Le dari Dinasti Ming. Kisah-kisah kehebatan Wu Ben di kalangan rakyat memang banyak beredar, terutama di propinsi Fujian dan sekitarnya. Diceritakan pada suatu hari, ia sampai di sebuah jalan pegunungan. Ia berjumpa 4 orang memanggul sebuah peti jenasah. Peti jenasah itu sangat sederhana, terbuat dari papan kayu yang sudah lapuk, menandakan bahwa keluarga si jenasah adalah keluarga yang melarat. Darah tampak mengalir dari celah-celah peti jenasah itu, menandakan bahwa orang dalam peti jenasah itu belum lama meninggal. Wu Ben melihat hal itu lalu berpikir sebentar, ia yakin bahwa yang di dalam peti belum meninggal. Ia meminta iring-iringan tersebut berhenti dan bersedia membuka tutup peti mati itu. Seorang wanita terbaring di dalamnya dan usianya sekitar 30 tahun.
Sekilas Wu Ben mengetahui bahwa wanita itu baru saja melahirkan dan mengalami pendarahan. Wu Ben meminta bantuan agar wanita tersebut diangkat keluar dari peti jenasah. Setelah dirawat dengan seksama akhirnya beberapa hari kemudian wanita yang sudah dianggap meninggal itu menjadi sehat kembali. Kejadian ini tersebar dari mulut ke mulut dan meluas ke seluruh pelosok negeri. Semua menganggap bahwa Wu Ben dapat menghidupkan orang mati. Ketenarannya sampai ke telinga Kaisar Ren Zong, yang sedang risau karena permaisurinya sedang sakit dan sudah banyak tabib tersohor yang didatangkan namun penyakit tidak kunjung sembuh. Tanpa memperdulikan jarak, Wu Ben datang ke istana untuk memenuhi panggilan kaisar.
Karena kebiasaan waktu itu yang melarang orang awam menyentuh tubuh kaisar atau keluarganya, maka Wu Ben memeriksa denyut nadi permaisuri dengan bantuan seutas tali sutera yang diikat pada pergelangan tangan sang permaisuri. Setelah yakin akan penyakit yang diderita sang permaisuri, Wu Ben menulis resep. Berkat obat itulah, tidak lama kemudian sang permaisuri sembuh kembali. Ketika kaisar menanyakan hadiah apa yang diinginkannya, Wu Ben mengatakan bahwa ia ingin memakai jubah kebesaran yang pernah dipakai ayahnda kaisar. Kaisar Ren Zong mengabulkan permintaan tersebut. Saat Wu Ben memakai jubah tersebut, Kaisar Ren Zong lalu berlutut. Wu Ben buru-buru mencegah dan menolak kehormatan itu. Sejak itulah Wu Ben dikenal sebagai Bao Sheng Da Di atau Maharaja Pelindung Kehidupan.
Bersama dengan menyebarnya imigran dari Quan Zhou, pemujaan terhadap Bao Sheng Da Di tersebar ke Taiwan, lalu ke Asia Tenggara. Di Taiwan, karena imigran Quan Zhou banyak jumlahnya, maka kelenteng yang memuja Bao Sheng Da Di terdapat dimana-mana.Yang tertua adalah yang didirikan pada masa Dinasti Ming, saat pemerintahan Kaisar Wan Li, yaitu Kaisar Kai Shan Gong [Khai San Kong]. Masih ada juga yang lebih besar yaitu Xing Ji Gong, Yuan He Gong, Liang Huang Gong, Fu Long Gong, Guang Ji Gong, Miao Shou Gong, dan lain-lain. Di Singapura pemujaan Bao Sheng Da Di terdapat di kelenteng Tian Fu Gong [Thian Hok Keng] di Telok Anyer Street.
Khonghucu
Konghucu dilahirkan 551 SM, pada masa pemerintahan Raja Ling dari Dinasti Zhou di Desa Chang Ping negara bagian Lu (sekarang Chu-fu, Provinsi Shandong). Kelahirannya ditandai dengan penampakan qilin, binatang sejenis kuda yang bertanduk. Leluhurnya merupakan anggota wangsa bangsawan penguasa negara Sung yang termasuk dalam wangsa raja-raja Shang, yakni dinasti yang berkuasa sebelum berkuasanya Dinasti Zhou. Akibat kekacauan politik menyebabkan orang tuanya kehilangan kebangsawanannya dan pindah ke negara Lu, hingga ia dilahirkan. Nama keluarganya adalah K'ung dan nama kecilnya adalah Khung Chiu atau Zhong Ni. Ketika berumur tiga tahun, ayahnya meninggal dunia, ia dibesarkan ibunya dalam keadaan melarat.
Sejak masa kecil anak itu telah memperlihatkan kebijaksanaan yang luar biasa dalam pergaulan sehari-hari. Pada usia 17 tahun ibunya meninggal. Menginjak usia 19 tahun, ia menikahi gadis dari negara bagian Song bernama Yuan Guan. Setahun kemudian ia mempunyai anak yang diberi nama Khung Li. Kehidupannya berubah setelah ia berhasil menjadi pegawai pemerintahan di negara Lu yang dijalaninya sejak usia 35 hingga 60 tahun.
Namun akibat adanya konspirasi politik mengharuskannya meletakkan jabatan dan hidup dalam pembuangan. Hampir selama 13 tahun ia hidup mengembara ke setiap wilayah, dengan satu harapan dan cita-cita untuk dapat melakukan perombakan di bidang politik dan kemasyarakatan, sampai-sampai ia mendapat julukan "raja tanpa takhta".Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang guru keliling, berjalan kaki mengajar kebaikan kepada semua orang yang sudi menerima buah pikirannya. Karena profesi inilah, ia sampai sekarang dihormati sebagai "guru teladan sepuluh ribu generasi."
Kegagalan mewujudkan impiannya, mengantarkannya kembali ke tanah kelahiran untuk mengajar dan mengabadikan karya-karya tradisi klasik. Ia menuliskan satu-satunya kitab yang disusunnya sendiri, yakni Kitab Rangkaian Ch'un Ch'iu (Spring and Autums Annals). Kitab tersebut mencatat berbagai kejadian dalam sejarah Tiongkok pada era Ch'un Ch'iu hingga ia wafat pada 479 SM, bulan ke-4 tahun ke-16 dalam masa pemerintahan bangsawan Ai, atau sekitar permulaan abad ke-5 SM.
Bunga Rampai Ajaran Konghucu
Selama dua ribu lima ratus tahun, ajaran Konghucu menjadi tata susila (ethics), dasar pendidikan, dasar tradisi sosial rakyat Chungkuo (Negara Tengah), yaitu nama yang diberikan orang China kepada kerajaan mereka. Gagasan-gagasannya dapat diketahui dalam Lun Yu (Bunga Rampai Ajaran Konfusius), yakni kumpulan ucapan-ucapannya yang dihimpun oleh sejumlah cantriknya.
Menurut Konghucu, alam semesta berjalan atas peraturan tertentu. Agar kehidupan manusia selaras dengan alam semesta, maka memerlukan tata tertib. Tata tertib itu berdasar pada "pembenaran nama." Segala sesuatu di dunia ini punya nama. Di dalam nama terkandung fungsinya. Begitu pula di dalam masyarakat, setiap orang punya nama. Di dalamnya terkandung tanggung jawab dan kewajiban masing-masing. Jika setiap orang membenarkan dan tidak memalsukan namanya, pergaulan sosial akan berjalan baik.
Seperti yang dikatakan Konghucu dalam Bunga Rampai, "hendaknya seorang penguasa bersikap sebagai penguasa, seorang ayah menjadi seorang ayah, seorang anak lelaki menjadi seorang anak lelaki, seorang menteri menjadi seorang menteri." Selain pembenaran nama, konfusius menyatakan bahwa dalam pergaulan tindakan seseorang selalu berhubungan dengan orang lain. Hubungan ini dapat dikelompokkan menjadi lima pertalian pokok, yaitu antara ayah dan anak, saudara dan saudara, suami dan istri, sahabat dan sahabat, serta yang berkuasa dan yang dikuasai.
Berhubungan dengan hal tersebut, setiap pihak berkelakuan sesuai dengan kedudukannya. Ayah mencintai anak, anak menghormati. Kakak berbaik hati, adik menjunjung. Suami tulus, istri patuh. Sahabat lebih tua peka, sahabat muda hormat. Yang berkuasa murah hati, yang dikuasai setia. Tiga dari lima pertalian itu merupakan hubungan keluarga, memang keluarga dapat dianggap sebagai dasar masyarakat. Dalam lembaga sosial inilah, manusia dididik, diajar kebajikan, dan dibentuk tabiatnya. Kalau manusia dibesarkan secara tepat maka dunia akan damai. Konghucu berkata, "Jika ada kebenaran di hati, ada keindahan di watak. Jika ada keindahan di watak, ada harmoni di rumah. Jika ada harmoni di rumah, ada tata tertib di negara. Jika ada tata tertib di negara, ada damai di dunia." Perlu ditambahkan bahwa dalam keluarga kewajiban anak terhadap orang tua sangat dititikberatkan. Anak harus taat atau berbakti kepada orang tua.
Lima Kebajikan
Ada lima kebajikan yang diutarakan Konghucu yang kesemuanya bertujuan sosial. Yang pertama dan paling luhur ialah jen, artinya perikemanusiaan, murah hati, kecintaan. Jen merupakan perwujudan akal budi luhur dari seseorang. Dalam hubungan antarmanusia, jen diwujudkan dalam cung, atau sikap menghormati terhadap seseorang (tertentu) ataupun orang lain (pada umumnya), dan shu, atau sikap mementingkan orang lain (altruisme).
Seperti ucapan Konfusius, "Janganlah engkau lakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin engkau lakukan terhadap dirimu sendiri." Kata jen tidak hanya untuk menyebut satu jenis kebajikan tertentu, melainkan juga untuk menyebut segenap kebajikan secara keseluruhan, sehingga istilah 'manusia jen' menjadi searti dengan manusia serba bajik. Dalam hubungan demikian, jen dapat diterjemahkan sebagai 'kebajikan sempurna.'
Kebajikan yang kedua disebut yi, keadilan atau kebenaran. Yi berarti keadaan "yang seharusnya" terjadi. Ini merupakan amar tanpa syarat (categorical imperative). Setiap orang memperlakukan sesama manusia sesuai dengan kesusilaan dan bukan karena pertimbangan lain, "jangan perlakukan orang lain dengan cara yang kita sendiri tidak ingin diperlakukan seperti itu walaupun cara itu digunakan terhadap kita". Inilah tindakan yi.
Yang ketiga ialah li, yakni tindakan yang pantas, sopan santun, sesuai dengan keadaan. Konfusius menyelaraskan kelakuan lahir dengan keluhuran batin. Biar haus sekali, tidak pantas minum langsung dari teko, itu wu li (tidak ada li). Wu li juga kelakuan yang mengakibatkan rasa kurang enak bagi orang lain. Diceritakan bahwa kalau di kalangan orang dusun, Konghucu itu sederhana dan ikhlas, kalau di keraton kata-katanya teliti dan diucapkan dengan penuh perhatian. Tindakan lahir harus dilakukan dalam harmoni dan keseimbangan. Seorang luhur, mengetahui istilah-istilah yang patut dipakai dan tingkah lakunya sesuai dengan maknanya.
Kebajikan keempat disebut zhi, "kebijaksanaan". Pengetahuan diperoleh dengan mempelajari fakta-fakta luar, tetapi kebijaksanaan berkembang dari pengalaman batin. Dalam hidup, aspek yang kedua lebih bermutu. Kebajikan kelima ialah hsin, yang mengandung pengertian 'percaya terhadap orang lain'. Seperti yang dikatakan Konghucu, "Dalam pergaulan terlebih dahulu saya mendengarkan apa yang dilakukan orang dan mempercayai kelakuannya, sesudah itu baru saya dengar lagi perkataannya dan mengamati kelakuannya."
Konghucu yakin bahwa keluhuran hati serta kebajikan dapat diperoleh karena ia percaya manusia dapat dididik. Ia mengajarkan bahwa Tao, yakni 'jalan' sebagai prinsip utama dari kenyataan, merupakan "jalan manusia." Artinya bahwa manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Bagi Konghucu keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan (jen), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.
http://www.bagansiapiapi.net/id/topic.php?start=0&id=2512